Drrrrttt... Suara ponselku bergetar. Aku abaikan. Fokusku sedang menyetir. "Kau angkat saja, Mas! Mungkin pacarmu yang genit itu! " sindir Luna. "Aku sudah putus dengannya, Dek. Demi kamu, aku memintanya berhenti menemuiku. Kamu harus percaya. Kau yang utama sekarang. Percaya dek! " pintaku. "Kemarin bilang begini juga kok kamu. Tapi nyatanya, kamu mojok di saat yang menurutku tak tepat. Kamu egois, Mas! Kamu juga maruk! Aku tak ingin menjadi bintang buatmu meskipun paling bersinar sebab bintang yang kau maksud, 1 diantara seribu. " "Dek! Ya Allah!" Aku mengusap wajahku. Mengembuskan nafas berat. Ingin kusegera sampai rumah lalu menjelaskan ini semua. Luna membuang wajahnya, menghadap jendela. Darimatanya aku melihat kesedihan. Apakah dia sedang cemburu? Jangan-jangan dia juga

