Aruna tidak berniat menjadikan airmatanya sebagai alat untuk mendapatkan empati dari Batara, tapi kesedihan itu selalu datang tanpa permisi setiap ia terkenang soal musibah yang merenggut nyawa seluruh anggota keluarganya, terutama ayah dan ibunya. Kalau saja pandemi itu tidak pernah terjadi, mungkin kini Aruna sedang menikmati masa-masa indahnya di bangku kuliah, bukannya menjadi seorang pengasuh anak yang merangkap sebagi asisten rumah tangga. Tangis Aruna berangsur reda dalam pelukan hangat Batara. Usapan lembut tangan Batara di punggung dan kepalanya memberikan ketenangan tiada tara. Kini Aruna mulai terlena pada sentuhan nyaman yang diberikan oleh laki-laki itu. Semenjak kedua orang tua dan kerabatnya telah tiada, baru kali ini dia merasakan dipeluk sehangat dan senyaman ini. Dulunya

