(3) Secret Room

2215 Kata
“Tentu saja! Ini adalah labirin menuju ruang rahasia.” Peter menjawab santai Mendengar itu, alis Rega bertaut bingung, “Labirin?” “Ruang rahasianya ada di salah satu ruangan yang tersebar di dalam labirin. Jadi kita harus melewati labirin ini jika ingin ke sana,” jelas Peter. Tatapan matanya seolah berkata, 'Ayo cepat masuk! Jika tidak, aku akan meninggalkan kalian di sini'. Mereka berempat terdiam. Jika sudah seperti ini, mereka tidak akan bisa kembali lagi. Sepertinya Peter juga akan tetap memaksa mereka untuk ikut ke ruang rahasia yang sempat dia ceritakan barusan. Walau bagaimanapun juga, sekarang mereka hanya bisa menuruti apa yang dikatakan pria paruh baya itu. Peter menghela napas ketika mendapati keraguan di wajah para remaja tersebut. Membujuk mereka tak semudah yang ia bayangkan. Tapi Peter tidak boleh berhenti sampai di sini, dia harus meyakinkan mereka berempat tentang sesuatu yang sangat penting yang belum sempat dia beritahukan. Maka dari itu tanpa ragu ia memunculkan dua buah bolah cahaya dari tangannya. Melihat bola cahaya tersebut, Rega dan Lavender tersentak kaget. Itu adalah bola cahaya yang sama dengan bola cahaya yang mereka lihat saat di perpustakaan kota. Jadi pelakunya benar-benar Peter. Pria tersebut mengkerut heran saat ditatap tajam oleh Rega serta Lavender. Tapi kemudian dia mengabaikannya dan malah menyerahkan satu bola cahaya di tangannya pada Rega. Awalnya Rega terlihat tidak yakin. Tapi begitu melihat tatapan meyakinkan dari Peter, akhirnya pemuda berambut hitam itu meraihnya dengan ragu-ragu. Walaupun bola cahayanya sempat memudar, tapi dia berhasil memegangnya. “Bola cahaya itu untuk menerangi kita saat melewati labirin ini,” ucap Peter memberitahu dan dibalas anggukan oleh keempatnya. Sebelum masuk, Peter menatap mereka satu per satu dengan serius, “Jangan sampai tertinggal. Kalau tersesat kalian tidak akan pernah bisa keluar!” ucapnya memperingati. “Sebaiknya kalian berpegangan. Ayo, ikuti aku!” Peter pun mulai melangkah memasuki labirin. Kalimat Peter sukses membuat tubuh mereka dibanjiri keringat dingin. Terlebih lagi, setelah mereka benar-benar masuk ke dalam. Aura yang ada di tempat itu membuat mereka merinding tak henti-henti. Holly bahkan bisa merasakan kakinya yang tiba-tiba terasa lemas saking takutnya. Hal itu membuatnya secara refleks memeluk Lavender yang berada paling dekat dengan posisinya. Lavender awalnya sempat kaget akibat pelukan Holly yang begitu tiba-tiba. Tapi selanjutnya, dia membalas pelukan itu dan mengelus punggung Holly dengan lembut. Menenangkan. “Aku takut, Lave!” ujar Holly yang sudah menyembunyikan wajahnya di balik bahu Lavender. Enggan menatap ke depan karena hanya ada kegelapan yang dia temui. Dari situ, Lavender bisa merasakan tubuh Holly yang tegang serta bergetar dalam pelukannya. Tampaknya Holly tidak berbohong saat mengatakan kalau dia ketakutan. “Jangan takut! Aku ada di sini,” katanya dengan tulus, sampai-sampai Holly tertegun mendengarnya. Lavender pun melepaskan pelukannya, kemudian menggenggam lengan Holly yang terasa amat dingin sambil tersenyum tipis. Senyum yang mampu mengurangi rasa takut Holly. Setelahnya Lavender membawa gadis itu untuk berjalan mengikuti Peter, dan disusul oleh Rega serta Tom. “Apa Anda bisa memastikan kita akan baik-baik saja?” seru Tom yang berjalan di samping Rega. Dengan yakin Peter menganggukan kepalanya, “Tentu saja. Aku sudah hapal setiap sudut labirin ini. Jadi jangan khawatir!” Meskipun Peter berbicara seperti itu, tapi tetap saja ucapannya tidak bisa membuat aura menyeramkan di sana menghilang. Karena nyatanya, mereka masih merasa takut dan gelisah setiap saat. Rasanya, seperti memasuki sebuah rumah hantu. Karena Tom tiba-tiba saja terdiam, berbeda dengan sebelumnya yang tidak bisa berhenti mengoceh, Rega jadi curiga. Lantas diperhatikannya wajah Tom yang terlihat gelisah dan pucat? “Tom,” panggil Rega, berhasil membuat Tom berjengit kaget karena tidak menyangka akan dipanggil. Reaksinya itu makin membuat kecurigaan Rega bertambah besar. “Kau kenapa? Kau terlihat... takut?” Rega bertanya sambil menyeringai, menatap wajah Tom yang sudah pucat pasi. Bulir-bulir keringat dingin tampak mengalir dari pelipisnya. Sekali lagi Tom tersentak kaget, tidak percaya akan mendapat pertanyaan seperti itu. Padahal, dia sudah  berusaha keras bersikap tenang. “Apa?! Kau bercanda? Tentu saja tidak!” jawabnya cepat. 'Aku bisa malu kalau harus jujur bahwa aku takut. Harga diriku akan turun jika itu terjadi. Apalagi melihat wajah Rega yang sama sekali tidak ada raut ketakutan di sana'. Batin Tom mendumal sambil diam-diam melirik Rega. Rega menaikan sebelah alisnya, terlihat ragu dengan jawaban Tom. “Benarkah?” “Tentu saja!” Balasnya sembari tersenyum lebar agar Rega tidak curiga. Lalu pandangan Tom beralih menatap Lavender dan Holly yang berpegangan erat di depannya. 'Andai aku perempuan', harap Tom. Sudah sekitar 40 menit mereka menelusuri lorong labirin. Kaki mereka sudah terasa pegal. Keringat sudah bercucuran membasahi dahi. Benar saja dugaan mereka, labirin ini seperti tak memiliki akhir. Buktinya, sampai saat ini mereka tak kunjung menemukan ujungnya. “Profesor, apa ruangannya masih jauh?” tanya Holly. Dialah yang paling terlihat kelelahan di antara yang lainnya. Peter meliriknya sekilas, “Tidak, sebentar lagi sampai!” jawabnya santai. Mendengar jawaban Peter, Tom memutar bola mata jengah. “Dari tadi Anda selalu bilang begitu. Anda yakin kita tidak tersesat?” protes Tom. “Tentu tidak, Tuan Traveers. Kau ternyata banyak bicara ya,” gerutu Peter. Sedangkan Tom hanya mendengus kesal. Setelah terjadi keheningan yang cukup lama, mereka berhenti di sebuah pintu kecil. Pintu yang sama dengan pintu-pintu lain yang sempat mereka temui selama perjalan. Namun, ukiran yang ada di pintu itu sedikit berbeda. Bisa dikatakan bahwa pintu yang satu ini memiliki ukiran yang unik. Sekilas, mereka bisa melihat naga bersayap yang tidak begitu jelas pada ukirannya. “Apa kita sudah sampai?” tanya Lavender sembari menatap Peter yang sedang menyinari pintu dengan bola cahaya. Tanpa ragu Peter menggeleng. “APA?!” teriak Holly histeris, matanya membulat tak percaya. Akhirnya dia pun terduduk lemas di samping Lavender. “Aku tidak kuat lagi!” keluhnya. Lavender memandang Holly prihatin, “Ayolah, Holly. Ini sama seperti olahraga kok,” ucap Lavender menyemangati. “Ke mana semangat masa mudamu? Aku saja yang sudah kepala lima masih kuat. Kau tidak malu denganku?” Tegur Peter, membuat gadis blonde itu menghela napas lelah. Dengan ogah-ogahan akhirnya Holly kembali bangkit berdiri dengan bantuan Lavender. Hal itu membuat Peter tersenyum puas. Ada rasa bangga yang menyusup ke dalan hatinya karena telah berhasil meyakinkan mereka sampai sejauh ini. Lalu Peter menggumamkan mantra pembuka kunci. Pintu pun bergetar dan perlahan pintu tersebut terbuka dengan sendirinya lagi. Seolah-olah semua pintu di sini memang hanya bisa dibuka dengan mantra. Karena semuanya malah terdiam tidak melakukan apa-apa, Lavender pun melongokkan kepalanya untuk melihat keadaan di dalam. “Gelap sekali,” katanya. Seketika hal itu langsung membuat Holly menghela napas kasar. Sejujurnya dia sangat membenci kegelapan. Sebab, kegelapan selalu terasa seperti akan menghisapnya ke suatu tempat. Holly tidak suka. Dan kenapa kastil ini dipenuhi oleh hal yang Holly benci? Rega mendekat ke arah pintu, dan mengarahkan bola cahaya itu ke dalam untuk melihat hal apa yang tertutupi kegelapan tersebut. Setelah mendapat penerangan dan Rega bisa melihatnya, ternyata itu adalah... “Tangga?” Peter mengangguk. Tanpa pikir panjang ia melangkah menuruni tangga tersebut. Meninggalkan empat orang remaja yang masih terdiam di tempatnya. Mereka ragu untuk masuk. Karena merasa tidak ada yang mengikutinya, Peter berbalik ke belakang, lalu mengerutkan dahi begitu melihat empat orang remaja itu malah terdiam di luar pintu. “Apa yang kalian tunggu? Ayo cepat!” “Apa kau yakin ini jalannya?!” teriak Tom mewakili ketiga temannya yang lain. Peter menghembuskan napas kasar. Dia mulai lelah menghadapi empat remaja payah ini. “Yakin seyakin-yakinnya. Jangan buang-buang waktu! Ayo cepat anak-anak muda!” ucap Peter dengan tegas. Akhirnya Lavender mulai melangkah masuk yang langsung diikuti Holly, Tom, kemudian Rega di belakangnya. Mereka berjalan mengikuti langkah Peter yang semakin jauh menuruni tangga. Menembus kegelapan yang semakin mencekik. 'Kastil yang sangat misterius', batin Rega berpendapat. “Berapa kedalaman tangga ini, Profesor?” Lavender bersuara di tengah perjalanan mereka. Memecah keheningan yang membelenggu menyesakkan d**a. “Empat puluh lima meter. Setelah itu kita sampai,” sahut Peter tanpa menoleh sedikitpun. Tatapannya lurus ke depan memperhatikan langkah kakinya sendiri. Untuk yang kedua kalinya Tom memutar bola mata jengah, “Dari tadi sampai, sampai terus. Buktinya, masih saja jauh,” gerutu Tom. Dia benar-benar sedang kesal sekarang. Peter tidak menjawab. Dia malah tertawa sambil menggelengkan kepalanya. Sepertinya Tom ini adalah pemuda yang tidak sabaran. Berungtunglah stok kesabaran Peter masih tersisa sedikit. Jadi, tidak ada kemungkinan Tom akan diikat dan ditinggalkan di sana. Hingga akhirnya, saat di tangga terakhir mereka melihat sebuah pintu yang besar. Sama besar dengan pintu masuk labirin. Hanya saja, ukiran di pintu itu terlihat lebih rumit. “Ini ruangannya?” Tanya Holly sambil mendekati Peter. Pria berusia setengah abad itu mengangguk sembari memperhatikan pintu besar di depannya. Dia mengusap permukaan pintu sejenak, sebelum melangkah mundur satu langkah. Peter kembali merapalkan mantra untuk menghilangkan pelindung yang ada di permukaan pintu. Kemudian dia mengeluarkan sebuah kristal berbentuk bintang yang sangat berkilauan. Diletakkannya kristal bintang itu pada sebuah pola berbentuk bintang yang ada di permukaan pintu. Seketika pintu bersinar terang saat kristal tersebut menyatu dengan polanya. Sinar itu sangat terang, membuat mereka harus menutup mata. Lambat-laun, sinar tersebut kian meredup. Digantikan oleh bunyi berderit, tanda pintu telah terbuka. “Lagi-lagi ruangannya gelap,” ucap Holly kesal. Ini sudah yang kesekian kalinya dia menemukan tempat gelap dan Holly tidak ingin menemukan tempat gelap lainnya. Ia sudah cukup bersabar selama ini. Holly tidak mau tahu lagi. “Tenang, tenang!” ucap Peter berusaha meredakan emosi Holly. Lalu dia menjentikkan jarinya sehingga secara ajaib, lilin-lilin yang menempel di dinding-dinding pun menyala dengan sendirinya. “Ayo masuk!” ajak Peter yang langsung dituruti oleh keempatnya. Kali ini, tanpa keraguan mereka memasuki ruangan tersebut. “Ini... luar biasa!” mata coklat Tom berbinar melihat ruangan yang dipenuhi oleh ukiran-ukiran di dinding bagian kanannya. Ada pula puluhan lukisan yang tertempel di dinding bagian kiri. Ruangan itu dipenuhi oleh benda-benda kuno. Ada juga yang mirip benda keramat. Di tengah ruangan ada sebuah peti berbentuk bundar dengan kursi-kursi yang mengelilinginya. Jika kalian ingin tahu, tempat itu digunakan untuk berdiskusi. Dan Peter sudah berencana akan memberitahukan hal penting yang belum sempat dia katakan di sana. Peter pun menghampiri peti berbentuk mirip seperti meja itu dan duduk di salah satu kursinya. Diperhatikannya ruangan yang jarang dia kunjungi tersebut. Untunglah tidak ada yang berubah dari tempat ini. “Sebenarnya ini ruangan apa, Profesor?” tanya Lavender seraya duduk di samping Peter. “Ini adalah ruang rahasia Lord Hugeman. Sekaligus markas rahasianya. Tempat ini juga tempat Lord Hugeman menyembunyikan barang-barang serta dokumen-dokumen berharga miliknya,” jawab Peter sembari memilah gulungan kertas berwarna kecoklatan yang ada dalam peti. “Hebat! Pantas saja jalan masuk ke ruangan ini sangat rumit,” ujar Tom yang kini sudah ikut duduk berhadapan dengan Peter dan Lavender. Mata coklatnya tak henti-henti memperhatikan detail ruangan dengan berbinar-binar. Peter hanya tersenyum menanggapi ucapan Tom, selanjutnya dia menunjuk salah satu lukisan besar yang digantung di dinding. “Kalian lihat lukisan yang di sana?” Secara serentak, mereka mengalihkan pandangan menatap lukisan tersebut. Lalu mengerutkan dahi karena tidak tahu maksud dari lukisannya. Bagi mereka, itu hanyalah sebuah lukisan pertarungan dua lelaki yang bagus. Tidak lebih. “Memangnya ada apa dengan lukisan itu?” Holly bertanya, rupanya dia penasaran. “Apa aku boleh menebak orang yang ada di dalam lukisan itu?” pinta Rega sembari berjalan mendekati lukisan tersebut. Peter hanya tersenyum lebar, tanda membolehkan. Sementara Lavender, Holly dan Tom hanya memperhatikan Rega dengan wajah penuh tanda tanya. 'Memangnya apa yang sebenarnya ada di dalam lukisan itu?', begitulah pikir mereka bertiga. “Lord Hugeman,” tunjuk Rega pada sosok pria berambut coklat, dengan setelan kemeja biru tua dan jubah biru dongker yang berkibar. “Dark Demon,” tunjuknya lagi pada sosok berbusana hitam sampai menutupi seluruh tubuhnya, hanya menyisakkan wajah rupawan pucat beserta iris mata merah menyala. Melihat itu, Peter tertegun. Rupanya Rega memang anak yang jenius. “Tebakan yang bagus. Kau memang jenius, Rega,” pujinya kagum. “Siapa pelukisnya?” Lavender bertanya sembari memandang Peter penasaran. “Lord Hugeman sendiri. Tapi dia bukan pelukis biasa. Dia melukisnya menggunakan sihir,” jelas Peter memberitahu. Holly mengerjapkan matanya, “Caranya?” Peter mengambil sebuah kertas kosong, lalu melebarkannya di atas meja. Lalu dia memejamkan mata sambil menempelkan telapak lengannya di atas kertas tersebut. Kemudian sebuah cahaya samar muncul, tak lama kertas kosong itu sudah dipenuhi oleh lukisan pemandangan yang sangat indah. “Woah! Hebat!” Pekik Tom sambil memperhatikan lukisan karya Peter dari dekat. Dia bahkan menempelkan wajahnya pada lukisan tersebut saking kagumnya. Dengan mata yang berbinar-binar, Holly merebut lukisan itu dari tangan Tom. “Ini memang indah sekali. Keren!” ujarnya, tanpa menghiraukan Tom yang sudah mencibirnya diam-diam. “Bagaimana itu bisa terjadi?” daripada ikut berebut lukisannya, Lavender lebih tertarik dengan penjelasan detail mengenai tekniknya. Di samping gadis itu, Rega mengangguk, “Benar, bagaimana Anda melakukannya?” “Jika kita mengalirkan kekuatan kita pada telapak tangan sambil membayangkan sesuatu, lalu kita tempelkan tangan kita pada sebuah objek seperti kertas atau kanvas dan sebagainya, maka apa yang kita pikirkan akan muncul pada objek tersebut.” Peter berujar panjang lebar, menjelaskan. “Tapi tidak semua penyihir bisa melakukannya. Hanya ada enam orang yang mempunyai kekuatan tersebut,” lanjutnya. “Anda dan Lord Hugeman salah satunya,” tebak Tom yang langsung dibenarkan oleh Peter. Kemudian mereka berempat sibuk meneliti lukisan Peter, atau berjalan ke sana kemari sambil melihat-lihat semua benda unik yang ada di sana. Memperhatikannya satu per satu seakan-akan mereka sedang berada di sebuah museum barang antik. “Sudah-sudah. Kemarilah anak-anak!” perintah Peter dari tempat duduknya, sekarang sudah ada segulung kertas di tangan pria tersebut. Tanpa banyak protes mereka berhenti, kemudian mendekat dan duduk dengan manis di kursi. Memperhatikan Peter yang sedang membuka gulungan di tangannya lalu terlihatlah gambar empat orang anak di sana. Rega yang penasaran lantas mendekat untuk melihat gambarnya lebih jelas. “Mereka adalah Watchwizard. Anak yang diramalkan Lord Hugeman,” seolah mengerti dengan apa yang ada di pikiran mereka, Peter menjelaskan. Sontak saja hal itu membuat Rega mengernyitkan dahi sembari terus memandangi gambar tersebut. Otaknya sedang bekerja untuk menebak maksud dari gambar itu. Sampai-sampai dia tidak menyadari bahwa Tom serta Holly memandangnya dengan tatapan aneh. “Apa kebiasaan orang jenius itu meneliti sesuatu?” Lavender bertanya secara tiba-tiba. Sedikit membuat Rega terkejut tapi secepat kilat dia langsung menormalkan kembali ekspresinya. “Tidak juga. Tapi, aku merasa seperti mengenal mereka,” jawab Rega sambil menunjuk ke arah gambar dalam gulungan yang dipegangnya. Semuanya langsung menatap Rega dengan mimik bertanya-tanya. Penasaran dengan empat orang remaja yang ada di dalam gambar tersebut. Jika benar Rega mengenal mereka, lalu siapakah mereka itu? Cukup lama Rega meneliti gambar, hingga akhirnya dia mengangkat kepala dan menatap Peter dengan tatapan menuntut. “Apakah ini kami?”   =»«=  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN