"Kak, aku haus."
Lily menatap lurus pada gadis bersurai hitam di hadapannya dengan tatapan bertanya.
"Masa kakak gak peka sih? Aku lagi ngode kakak supaya ambilin aku minum."
Gadis cantik itu mengerjap pelan mendengar ucapan kesal Devi. Setelah otaknya loading, baru lah Lily mengambilkan Devi minuman. Ia menatap polos pada gadis yang tengah meneguk minuman dengan cepat seolah sangat kehausan.
"Btw, siapa nama kakak?"
"Lily."
"Umur kakak berapa?"
"18 tahun."
Lily memiringkan kepalanya heran melihat Devi tiba-tiba terdiam. "Kenapa Devi diam? Lily melakukan kesalahan?"
"Gak. Aku cuma kaget."
"Kaget kenapa?"
"Karena kita seumuran kakak cantik!! Ya ampun, gak nyangka kita seumuran. Tapi kenapa tubuh kakak seperti orang umur 20 tahunan lebih ya? Atau apakah aku yang terlalu kecil?"
Lily melotot kaget. "Masa sih kita seumuran?"
"Iya. Kita seumuran. Tapi, aku panggil kakak aja ya? Hehe."
Lily tersenyum ceria. "Iya, aku suka dipanggil kakak."
"Kakak berasal dari kaum apa?"
"Manusia." Jawab Lily polos.
"Hah? Manusia? Kenapa kakak bisa ada di sini?"
"Karena terseret ke dalam segitiga Bermuda." Ringisnya teringat dengan alasan dirinya terdampar di sini.
"OMO!!! SEGITIGA BERMUDA?!!"
"Iya. Devi tahu tempat itu?" Melihat reaksi Devi yang berlebihan, ia menjadi penasaran.
"TAHU!! ITU ADALAH TEMPAT PENUH MISTERI YANG INGIN DEVI KUNJUNGI!! OMAYGATT!!! GAK NYANGKA BAKAL KETEMU LANGSUNG DENGAN ORANG YANG TAHU RAHASIA SEGITIGA BERMUDA. YUHUUU!! SEKARANG AKU BISA TIDUR DENGAN TENANG KARENA SUDAH TAHU ALASAN BANYAK PESAWAT HILANG SECARA MISTERIUS DI SANA."
Lily menutup telinganya yang tiba-tiba sakit akibat teriakan cetar membahana Devi.
Pintu kamar tiba-tiba terbuka dan muncullah Arthur yang membopong tubuh mungil Lily ke luar kamar tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Wanita cantik itu diam dan mengalungkan lengannya ke leher Arthur supaya tidak terjatuh.
"PAMAN! KOK KAKAK CANTIKNYA DI BAWA SIH?!"
"Menganggu saja dia. Apa perlu aku bunuh, honey?" Tanya Arthur datar.
Sontak Lily menggeleng kuat dengan tatapan memohon. "Jangan, Arthur. Devi baik. Lily tidak mau Arthur membunuh Devi. Lily mohon."
Tatapan imut nan menggemaskan itu membuat Arthur menjadi tidak sanggup untuk menatap terlalu lama. Demon tampan itu membuang pandangannya ke arah lain dan memasang wajah coolnya meskipun di dalam sana jantungnya sudah berdetak tidak karuan.
"Baiklah. Aku tidak akan membunuhnya sesuai permintaanmu."
Lily tersenyum lebar, semakin mengeratkan pelukannya di leher Arthur, dan mendusel manja ke d**a bidang Arthur. "Lily sayang Arthur."
Arthur tersenyum senang mendengar penuturan manis Lily.
Senyumannya begitu lebar sehingga membuat para maid yang tak sengaja berpapasan dengannya kaget sekaligus terpesona. Baru kali ini mereka melihat lord mereka tersenyum karena biasanya lord mereka hanya memasang wajah datar dan dingin.
Mate lord benar-benar membawa pengaruh yang besar untuk pemimpin mereka itu.
"Arthur tidak sayang Lily?"
Pertanyaan lirih dan sedih itu membuat Arthur segera menatap wajah perempuan yang dicintainya.
Bibir mengerucut matenya membuat Arthur terkekeh. "Mana mungkin aku tidak menyayangimu, honey. Aku sangat menyayangimu. Rasa sayangku lebih besar daripada rasa sayangmu padaku."
Para maid menjerit dalam hati mendengar penuturan pemimpin mereka itu. Padahal bukan mereka yang digombali tapi malah mereka yang baper.
Mereka semakin baper melihat pemimpin tampan mereka itu mencium bibir Lily.
Mereka menutup mata menggunakan telapak tangan sambil mengintip dari sela-sela jari melihat keduanya berciuman dengan penuh gairah. Berharap keduanya kelepasan berhubungan intim di hadapan mereka karena sebelumnya tidak jadi. Selalu saja di skip.
"APA YANG KALIAN LIHAT HAH?! BUBARR!!"
Namun bentakan Arthur membuat keinginan mereka hancur lebur. Mereka bahkan lari ketakutan ke segala arah karena takut mendapat amukan Arthur. Mereka masih sayang nyawa.
"Arthur jangan galak-galak. Lily takut." Cicit Lily pelan sembari menyembunyikan wajahnya di d**a bidang Arthur.
"Aku hanya galak ke mereka bukan kepadamu, jadi jangan takut. Lagipula mereka pantas mendapatkan itu, honey." Elusan lembut dilayangkannya ke puncak kepala Lily. Senyuman muncul lagi di bibirnya melihat istrinya menatap wajahnya ragu-ragu. Tampak sangat menggemaskan.
"Kau selalu saja membuatku tidak tahan untuk tidak memakanmu, honey. Jangan salahkan aku jika selalu memakanmu, salahkan saja dirimu yang terlalu menggemaskan." Gemas Arthur dan pergi dengan cepat ke kamar lalu menutup pintu kamar dengan keras. Sedangkan Lily hanya bisa pasrah menghadapi tingkah suaminya itu.
****
Arthur terpaksa membawa Lily ke luar kamar karena wanitanya merengek untuk makan malam bersama Devi. Rasanya pria tampan itu ingin membunuh Devi karena gadis kecil itu telah berani menyaingi dirinya. Untungnya tidak ada sesuatu yang mencurigakan dari gadis kecil itu sehingga dia bisa sedikit tenang membiarkan keduanya berdekatan.
Secara kebetulan mereka berpapasan dengan Devi.
"Kakak cantik kenapa tidak kelihatan seharian ini? Sibuk banget ya, kak?"
Arthur tersenyum miring melihat rona merah yang muncul di pipi matenya. Sangat menggemaskan.
"Kok diam aja kak? Keberadaanku menganggu kakak ya? Kalau begitu, aku pergi dulu."
Arthur malah kesenangan dan menyuruh Devi pergi secepat mungkin dari hadapan mereka agar dia bisa bersenang-senang dengan matenya lagi tapi sayangnya harapannya tidak terkabul kala Lily menahan kepergian gadis kecil itu.
"Tidak menganggu sama sekali, Devi. Btw, Devi belum makan malam, 'kan? Lily ingin kita makan malam bersama."
"Kebetulan, aku belum makan malam kakak cantik. Yuhu!! Sekarang ayo makan!!"
Arthur mendengus kesal melihat istrinya diseret dengan penuh semangat oleh gadis kecil itu.
"Gadis kecil, lihat saja, setelah makan malam aku akan menendangmu keluar dari istanaku!" Desisnya kesal. Berjalan mengikuti keduanya dengan perasaan dongkol tak terkira.
Auranya begitu mencekam dan mengintimidasi sehingga membuat para maid dan pengawal yang berjaga ketakutan.
Saat sampai di meja makan, tempat duduk yang biasa dia duduki pun di tempati Devi.
Hal itu sontak membuatnya murka. Digebraknya meja dengan keras. Lily menatapnya takut dan Devi menatapnya heran.
"Ada apa sih pakai acara gebrak-gebrak meja segala? Paman ada masalah hidup apa?"
Arthur semakin merasa marah mendengar ucapan lancang Devi. Secepat kilat ia berpindah tempat dan melemparkan tubuh mungil Devi ke dinding.
"ARTHURR!!! KENAPA DEVI DI LEMPAR?!!" Lily bertanya histeris.
"Itu tempat dudukku, honey. Tidak boleh ada yang mendudukinya selain aku! Akan kubunuh gadis sialan itu!!"
Lily memeluk tubuh Arthur erat karena terlampau takut suaminya itu mewujudkan niatnya. "Lily mohon, jangan bunuh Devi. Devi hanya tidak tahu Arthur bukan disengaja."
Arthur melepaskan pelukan mereka secara paksa dan berjalan menghampiri Devi yang meringis kesakitan.
"PAMAN JELEK! SUDAH DUA KALI LO MELEMPAR GUE!! AKAN GUE BUNUH LO!!" Teriak Devi penuh emosi. Membuat senyuman sinis tersungging di bibir Arthur.
"Seorang makhluk werewolf gagal yang bahkan tidak bisa berganti shift ingin melawanku? Kau benar-benar berani gadis kecil." Ejeknya dengan tatapan merendahkan.
"Cih, aku bukan werewolf. Derajatku terlalu tinggi untuk disamakan dengan makhluk berbulu menjijikkan itu."
"Kau sama halnya dengan mereka. Menjijikkan!!"
"Kau yang menjijikkan!! Kau tidak pantas untuk Kak Lily! Lihat saja, akan aku bawa Kak Lily darimu dan mengenalkannya ke salah satu coganku. Kak Lily terlalu baik untukmu yang pemarah dan emosian."
Ucapan Devi semakin membuat Arthur merasa marah. Tanpa dapat terelakkan, pertempuran terjadi di antara mereka. Mereka mengabaikan Lily yang menyuruh mereka berhenti.
Arthur menyerang Devi tanpa ampun sedangkan gadis kecil itu bisa menghindar dengan lihai sehingga serangan Arthur hanya mengenai udara kosong.
Lily semakin ketakutan melihat kedua orang yang disayanginya bertarung seperti itu. Apalagi ketika melihat Devi yang mulai terluka akibat serangan Arthur.
Wanita cantik itu melotot tidak percaya ketika Arthur hendak menusukkan pisau ke arah Devi. Tanpa pikir panjang, Lily langsung berlari ke arah Devi dan memeluk tubuh Devi dengan erat sehingga punggungnya lah yang menjadi sasaran tusukan pisau Arthur.
Keadaan menjadi begitu hening.
Tidak ada yang berani bersuara mendapati kejadian tak terduga itu.
Bunyi pisau terjatuh terdengar begitu keras. Memecah kesunyian.
Mata Arthur mulai berair. Untuk yang pertama kalinya demon kejam berdarah dingin itu menangis di dalam hidupnya.
"Honey, maafkan aku. Aku tidak sengaja." Dia memeluk tubuh Lily dengan seluruh tubuh yang gemetar.
-Tbc-