Siang ini terasa begitu sepi dan membosankan lantaran Arthur ada urusan. Karena merasa kesepian lah, wanita cantik itu nekat pergi ke luar istana secara sembunyi-sembunyi. Jika ketahuan para penjaga, maka sudah pasti dia kembali di seret ke dalam kamar.
Baru beberapa langkah keluar dari istana Arthur, ia sudah dihadang oleh seorang pria bertubuh kekar.
Tatapan pria itu terlihat begitu buas. Seolah menelanjangi tubuhnya. Takut dengan tatapan pria itu, ia mundur ke belakang dan berusaha kabur akan tetapi itu percuma.
Pria tersebut berdiri di hadapannya dalam sekejap mata. Gigi taring yang mulai tampak ke luar membuat tubuh Lily bergetar ketakutan.
"Pergii!!" Jeritnya histeris.
"Aku tidak akan pergi, gadis kecil. Aku ingin mencicipi darahmu yang sangat menggoda."
Tubuh Lily kian bergetar hebat. Ilmu bela diri yang diajarkan Arthur selama ini padanya tidak teringat satu pun karena terlampau takut dengan gigi taring pria di hadapannya. Meski pria itu berwajah sedikit tampan, tetap saja pria itu menyeramkan. Lebih menyeramkan daripada Arthur.
"Kemari lah, gadis kecil. Aku tidak akan menyakitimu. Aku hanya ingin mencicipi sedikit darah manis mu itu."
Lily mundur teratur melihat pria itu menjilat bibirnya layaknya anjing yang melihat tulang.
Jantungnya berdetak tidak karuan akibat terlampau takut. Keringat dinginnya semakin banyak yang keluar. Matanya melirik ke sana ke mari, berharap Arthur segera kembali. Tapi ia tahu, hal itu tidak akan terjadi sebab Arthur sudah mengatakan padanya kalau dia akan pulang malam hari.
"Gadis kecil, kemarilah. Tidak usah takut."
Suara nan terdengar mengerikan di gendang telinganya semakin membuat tubuhnya bergetar ketakutan.
Tubuhnya menempel erat di pohon. Sudah tidak ada lagi ruang baginya untuk melarikan diri. Tubuh pria itu semakin mendekat, mendekat, dan mendekat hingga ia dapat melihat dengan jelas betapa tajamnya gigi runcing dan mata merah menyala pria itu.
"Jangan ganggu Lily!! Pergi!!!" Jeritnya ketakutan.
Tampak sangat lucu di mata pria berdarah vampir tersebut.
Tangannya mulai lancang membelai rambut pirang Lily dan turun ke leher jenjang Lily.
Lidahnya terasa kelu ketika pria itu mendekatkan wajah ke leher jenjangnya dan menjilat lehernya pelan.
Air mata wanita cantik itu sampai menetes saking takutnya diperlakukan seperti itu oleh pria asing dihadapannya.
Di dalam hati ia sudah menjerit kan nama Arthur. Ia sangat ketakutan. Ia butuh Arthur!!
Lily memejamkan mata erat ketika gigi taring pria itu menyentuh permukaan kulit lehernya. Tubuhnya begitu menggigil ketakutan.
"Arghh!!"
Teriakan kesakitan terdengar begitu menggema di dalam hutan. Akan tetapi, itu bukan teriakan Lily melainkan teriakan dari pria yang hendak mengigitnya.
Merasakan tidak ada yang sakit dilehernya, Lily segera membuka mata.
Tubuhnya merosot ke tanah saking leganya melihat sesosok perempuan berambut hitam sedang berdiri di depannya.
"Ganggu cewek aja hidup Lo!! Kalau cewek gak mau naena ya jangan dipaksa, g****k!! Apalagi ini di luar ruangan!! Dasar gak tahu malu!!"
Perempuan berambut hitam itu menendang barang berharga pria yang menyerangnya tadi.
Lily ikut meringis mendengar lolongan kesakitan pria yang telah membuatnya ketakutan setengah mati.
"Pergi Lo sebelum gue potong terong Lo."
Ketakutan Lily mulai mereda mendengar perkataan menghibur sosok penolongnya.
"Beraninya kau sialan!! Akan kubuat kau menyesal!!"
Lily menutup mata syok ketika melihat pria itu melayangkan pukulan ke arah sosok penyelamatnya sambil menjerit ketakutan.
"TIDAK KENA WLEKK!!"
Lily mengintip dari sela jarinya mendengar teriakan mengejek sosok penolongnya.
"Cemen banget Lo! Masa meninju cewek aja gak becus. Huuuu!!" Sorak penolongnya merendahkan.
Lily hanya bisa meringis di dalam hati. Perbuatan penolongnya membuatnya takut sendiri. Ia takut pria jahat yang hendak melukainya melukai penolongnya juga. Tapi, Lily tidak berani mendekat ke arah dua orang itu akibat terlampau takut.
"Sialan!! Perempuan sialan!! Aku akan membunuhmu dan menghisap darahmu sampai habis!!" Serunya murka.
Setelah itu, terjadi lah pertempuran sengit di antara keduanya. Lily mengamati dalam ketakutannya. Di dalam hati ia terus berharap Arthur untuk menolongnya.
Wanita cantik itu menangis penuh keputusasaan dan menyembunyikan wajahnya di lutut. Tidak mau melihat pertengkaran sengit itu karena takut penolongnya terluka. Ini semua salahnya. Salahnya yang tidak bisa berbuat apa-apa. Salahnya yang bisa begitu lemah dan tidak berguna.
"Hei, kak. Jangan menangis lagi. Pria yang menganggumu itu sudah pergi."
Wajah cantik Lily perlahan terangkat. Matanya berbinar senang melihat penolongnya tidak kenapa-napa. Langsung saja ia berdiri dan memeluk tubuh gadis kecil di hadapannya.
"Terimakasih telah menolong Lily. Terimakasih banyak huhu."
"Iya, kak. Sama-sama. Jangan menangis lagi ya."
Lily melepaskan pelukannya, menghapus air matanya, namun air matanya kembali jatuh
"Aku tidak bisa untuk menahan air mataku. Aku takut kau kenapa-napa hiks."
Perempuan itu terkikik geli. "Kakak cantik cengeng banget sih. Sudah ya. Jangan menangis lagi. Oh ya, namaku Devia Alexander. Nama kakak siapa? Ke-- arghhh!!"
"ARTHURR!!!!"
Lily menjerit histeris ketika melihat tubuh mungil sosok penolongnya di hempaskan Arthur ke batang pohon besar.
****
"Lily sungguh minta maaf. Karena Lily, Devi menjadi seperti ini."
Lily menatap sendu dan penuh bersalah pada Devi yang terbaring di atas kasur akibat perbuatan Arthur beberapa menit lalu.
Setelah melempar Devi pun, tidak ada kata maaf yang terlontar sedari tadi dari mulut manis suaminya itu. Ia semakin merasa bersalah dengan sosok penolongnya. Jika bisa, Lily ingin menggantikan posisi Devi agar gadis bersurai hitam di hadapannya tidak merasa kesakitan lagi.
"Bukan salah kakak cantik tapi salah paman sangar itu." Devi menunjuk Arthur yang berdiri acuh tak acuh di samping Lily tanpa merasa takut karena pada dasarnya dia tidak tahu menahu soal siapa diri Arthur yang sebenarnya.
Lily beralih menatap Arthur. Meneguk salivanya susah payah akibat melihat wajah marah Arthur yang tampak sangat mengerikan di matanya.
"Paman, biasa aja dong matanya. Nanti menggelinding keluar loh."
Pandangan Lily kembali teralihkan ke Devi.
Dia tidak takut dengan Arthur? Batin Lily bertanya-tanya.
"Heh! Kau tidak takut denganku? Aku bisa saja menghancurkan kaum werewolf mu karena tingkah tidak sopanmu."
Matanya semakin melotot kaget melihat penolongnya memegang lengan suami tercintanya. "Benarkah? Paman gak main-main 'kan?" Tanyanya antusias. Tidak terlihat cemas dan takut sedikit pun.
"Gadis kecil! Jangan mencoba menggodaku karena aku tidak akan tergoda sama sekali." Arthur mendorong tubuh Devi kuat hingga terhempas kan ke atas kasur kembali.
"Kakak cantik, punggung Devi sakit lagi hikss."
Lily kembali kelimpungan melihat tangisan Devi. Gadis penolongnya terlihat sangat kesakitan karena ulah Arthur barusan.
"Arthur tidak boleh jahat ke Devi!! Dia baik!!" Lily melototi Arthur sehingga pria tampan itu mendengus kesal.
"Dia jahat, honey. Dia berniat merebutku darimu."
Lily terdiam.
Benarkah?
"Ya ampun, paman. Paman pede banget deh. Devi yang cantik bin imut ini tidak tertarik sama sekali dengan paman meskipun paman cogan. Apalagi paman sudah punya istri. Gak ada istilahnya seorang Devi menjadi pelakor. Lagian Devi gak doyan bekas orang muehehe."
Diam-diam Lily menghela nafas lega mendengar penuturan Devi.
"Tapi paman, kalau paman membutuhkan selir, kayaknya Devi siap deh hehe."
Hati Lily berdenyut nyeri. Dia tahu apa itu selir. Demi apa pun, Lily tidak ingin melihat Arthur dekat dengan wanita lain. Dia ingin memiliki Arthur untuk dirinya sendiri. Dia tidak ingin berbagi!!
Arthur hanya miliknya!!
Hatinya yang berdenyut nyeri perlahan terobati melihat Arthur mencekik leher Devi. Dengan ini, setidaknya dia tahu bahwa Arthur tidak menginginkan Devi. Arthur hanya menginginkan dirinya.
"Ampun, paman. Depi hanya bercanda. Mana mungkin Depi mau menjadi selir, lebih baik menjadi anak paman aja ya? Mau 'kan mengangkat Depi menjadi anak paman? Gak ada ruginya loh paman mengangkat Depi menjadi anak. Depi ini cantik, manis, imut, banyak fans, bisa masak, bisa dandan, ratunya para cogan, dan sempurna pokoknya! Di jamin paman gak akan menyesal mengangkat ku sebagai anak." Meski sudah di cekik, sempat-sempatnya Devi berbicara panjang lebar ke Arthur.
Lily hendak menyuruh Arthur melepaskan cekikannya tapi pria itu lebih dulu melepaskan. Wanita cantik itu mengigit bibir bawah nya khawatir melihat Devi terbatuk-batuk.
"Bicara sekali lagi, maka aku akan merobek mulutmu tanpa ampun."
"Mau dong paman. Robek aja mulut Depi, Depi pengen mencoba suasana baru soalnya."
Tanpa berkata apa pun, Arthur balik tubuh dan pergi entah kemana. Meninggalkan Lily dan Devi yang keheranan.
"Kenapa paman tiba-tiba pergi, kak cantik? Apa itu artinya paman sedang mempertimbangkan Devi sebagai seorang anak?"
-Tbc-