Part 9

1264 Kata
Seorang pria tampan terlihat begitu mengagumi wajah cantik matenya yang tak pernah membosankan untuk dipandang. Lekukan wajah nan sempurna itu membuatnya merasa beruntung bisa memiliki mate seperti perempuan di sampingnya yang masih tertidur pulas dengan mata terpejam damai. Ya, meskipun lemah. Tidak bisa melindungi diri sendiri. Akan tetapi, itu bukan hal besar. Dia bisa melindungi miliknya seorang diri dengan kekuatannya. Siapa pun yang menyentuh matenya, akan mendapatkan kematian menyakitkan. Bulu mata panjang nan lentik itu mulai bergerak. Arthur menarik tangannya dengan cepat, bersikap cool, bersiap menyambut sang istri dengan ucapan selamat pagi dan suara seksinya. "Ekhm, Arthur." Gumam Lily serak melihat wajah tampan Arthur yang begitu dekat dengannya. "Selamat pagi, honey. Bagaimana tidurmu?" Mengelus pipi kanan Lily dengan penuh kelembutan. "Nyenyak." "Oh, sudah kuduga. Tidur nyenyakmu itu didapatkan karenaku. Haha, aku begitu hebat dalam membuatmu merasakan kenikmatan." Lily mendelik kesal mendengar ucapan Arthur. Namun, wanita cantik itu tidak mau berdebat dengan Arthur karena pria itu tidak mau kalah. "Terserah Arthur saja," katanya sembari berbalik. Membelakangi Arthur dan mengeratkan pegangannya pada selimut yang menutupi tubuh polosnya. Arthur mendengus kesal melihat Lily membelakanginya. Pria itu tidak suka diabaikan. "Tatap aku, honey!" "Lily ingin tidur lagi." Suaranya memang kecil tapi Arthur dapat mendengarnya dengan jelas. Mungkin Lily benar-benar kelelahan karena melayaninya semalam tapi itu bukan berarti wanitanya boleh mengabaikannya. Arthur beringsut mendekat, mendekap tubuh mungil Lily hingga tubuh polos mereka menempel. Dapat ia rasakan tubuh Lily menegang kaku. Bahkan untuk sekedar bernafas pun, wanitanya ragu. "Kenapa tegang? Santai saja, honey. Aku hanya memelukmu bukan ingin membunuhmu." Bisiknya di telinga Lily dan mengulum telinga wanita cantik itu. Lily masih saja terdiam. Tidak berani bersuara atau pun bergerak karena takut Arthur kembali melakukan hal yang semalam. Masih terngiang jelas di otak Lily bagaimana cara pria itu melakukannya ... Agresif, menggebu-gebu, dan dominan. Seolah tidak ada hari esok. Sewaktu ia meminta berhenti saja, pria itu tidak mau mendengarkannya. Tentu saja ia tidak ingin hal itu terjadi pagi ini. Tubuhnya masih sakit. Lily tersentak dari lamunannya ketika tangan nakal Arthur mulai bergerak ke atas. Buru-buru digenggamnya tangan Arthur dengan tangan mungilnya. "Lily tidak ingin melakukan itu lagi, tubuh Lily masih sakit." Lirihnya. Arthur yang sedang menyembunyikan wajahnya di lekukan leher Lily tersenyum. Akhirnya membuka suara, batinnya. "Lily juga lapar dan haus, ingin makan dan minum." Ia tertawa mendengar nada memelas dan ragu-ragu Lily. Jika melihat wajahnya pasti lebih menggemaskan lagi. "Baiklah, aku akan melepaskanmu pagi ini tapi ada syaratnya." Masih mencoba menggoda mate imutnya yang polos. "Berikan aku sebuah ciuman selamat pagi." "Hanya itu?" Lily berbalik dengan wajah tanpa dosanya. Sedangkan Arthur mati-matian menahan hasratnya untuk kembali memakan miliknya. "Ya." Lily mengangguk dan mengecup bibir Arthur sekilas. "Sudah. Sekarang lepaskan Lily." Arthur menarik dagu Lily dan kembali menyatukan bibir mereka, mencium dengan begitu menuntut sehingga Lily melotot kaget. Kekagetannya tak hilang meski sudah selesai berciuman. Demon tampan yang merangkap sebagai suaminya itu mengusap bibir bawahnya pelan. "Sekarang kita mandi." Berbisik begitu lirih sebelum mengangkat tubuh Lily ke dalam kamar mandi. Lily yang malu tubuhnya terekspos menyembunyikan wajahnya di d**a bidang Arthur. Membuat pria itu tersenyum geli. Padahal tidak perlu malu lagi karena ia sudah sering melihat tubuh polos Lily. Di kamar mandi dia mengisi bathub dengan air dan sabun lalu masuk ke dalam dengan Lily di atas pangkuannya. Mereka tampak menikmati air panas yang membasahi tubuh mereka, terutama Lily. "Honey." Lily menoleh ke arah Arthur dengan sorot mata bertanya. Arthur menghela nafas dalam. "Sekarang musuhku sudah tahu keberadaanmu. Musuhku pasti akan mengincar dan membunuhmu demi menjatuhkan ku. Aku sungguh tidak ingin kehilanganmu, honey. Maka dari itu, aku berniat mengajarkanmu ilmu bela diri. Kau mau 'kan, honey?" Setelah berpikiran semalam penuh sambil menatap wajah polos Lily akhirnya Arthur mengambil keputusan besar, yaitu mengubah Lily polosnya menjadi wanita kuat dan tangguh. Bukan karena dia merasa lemah untuk melindungi wanitanya tapi karena dia takut kecolongan. Sementara Lily, mengamati wajah datar Arthur yang terlihat khawatir. Pria ini, meski terkadang bersifat jahat, selalu baik dan tidak pernah memarahinya. Selalu melindunginya meski sering dijahili. Selalu membuatnya merasakan perasaan hangat dan merasa terlindungi layaknya merasakan kehangatan yang diberikan mommy dan daddynya dulu. "Iya, Lily mau." Arthur meraih leher Lily dan menyatukan bibir mereka. Jantungnya berdegup kencang. Perasaannya membuncah bahagia karena bisa membaca pikiran Lily barusan. Mulai saat ini, dia berjanji akan berlaku baik dan tidak akan membuat Lily menangis lagi. Juga membuat Lily menjadi wanita tidak polos, tentunya! **** "Di dunia ini, semuanya jahat. Hanya aku yang dapat kau percaya, honey." "Mereka semua musuhku. Mereka ingin membunuhku." "Mereka semua juga mengincar darahmu. Setelah darahmu habis maka tubuhmu akan mereka cabik-cabik dan jadikan makanan." "Maka dari itu, jangan percaya dan dekat dengan siapa pun di dunia ini." "Jika ada yang mendekatimu maka lari lah. Lari ke arahku dan aku akan melindungimu." "Jika ada yang mengatakan sesuatu yang tidak-tidak tentangku maka jangan pernah percaya. Kau boleh bertanya sepuasnya kepadaku setelah itu." "Ingat?" Arthur mulai meracuni pikiran polos Lily agar istrinya itu hanya percaya padanya. Pikiran polosnya ditambah dengan memperlihatkan bukti kekejaman mereka sehingga mau tidak mau Lily pun terpengaruh oleh ucapan Arthur. "Lily janji, Lily tidak akan mempercayai siapa pun selain Arthur." Arthur tersenyum puas melihat kesungguhan dari ucapan wanita cantik di hadapannya. Diraihnya tengkuk Lily dan mengecup bibir Lily sekilas. Kembali menatap wajah cantik matenya dengan tatapan intens yang mampu membuat jantung Lily berdetak tidak nyaman. "Berbalik lah, honey. Aku punya hadiah untukmu." Dengan semangat 45, Lily langsung berbalik. Arthur yang melihat tingkah polos dan menggemaskan matenya tersenyum gemas. Ingin rasanya memakan wanita itu lagi, tapi ini bukan waktu yang tepat. Arthur mengambil sesuatu dari saku jubahnya. Kemudian memakaian itu ke leher jenjang Lily. Lily yang merasakan dingin di kulitnya menatap ke bawah. Senyumannya merekah. "Sangat indah!!" Secepat kilat berbalik dan memeluk leher Arthur meski pun harus berjinjit. "Lily suka kalungnya. Terimakasih, Arthur." Arthur mengelus lembut punggung Lily sambil mengulas senyum. "Itu bukan sembarangan kalung, honey. Jika kau berada dalam bahaya, maka aku akan tahu dan datang menyelamatkanmu." Lily melepaskan pelukannya, menatap Arthur penuh kekaguman. "Wah, benarkah?" Pria tampan itu mengangguk singkat. "Kalau begitu Lily tidak akan perlu takut lagi, ada Arthur yang akan datang menyelamatkan Lily." "Tentu saja kau harus belajar bela diri, honey. Kau tidak mau 'kan mereka sewaktu-waktu datang dan menghisap darahmu?" Tubuh Lily bergetar ketakutan membayangkan darahnya dihisap sampai habis lalu dagingnya di makan. "Tidak mau. Lily tidak ingin mati karena mereka." "Maka dari itu, mulai sekarang aku akan mengajarimu ilmu bela diri." Lily mengangguk kuat. "Tolong ajari Lily, Arthur. Lily ingin menjadi kuat agar bisa melindungi diri sendiri dan diri Arthur." Entah mengapa, mendengar perkataan Lily yang ingin melindunginya membuat perasaan Arthur membuncah bahagia. Aneh memang. "Jangan menangis nantinya." Ledek Arthur menutupi rasa bahagianya yang meluap. "Ish, tidak akan. Arthur jangan meledek Lily lagi. Ayo sekarang ajari Lily." "Iya, honey." Arthur mulai mengajari Lily ilmu bela diri dari tingkat paling rendah. Meski Lily sering tidak menangkap apa yang diajarkannya, Arthur tidak marah. Dia mengajarkan Lily penuh kesabaran. Setiap hari mereka berlatih ilmu bela diri. Mereka berdua ingin menjadi kuat dengan tujuan utama yang sama. Mereka tidak sadar, hubungan mereka semakin dekat dan intim karena belajar ilmu bela diri tersebut. Kedekatan mereka membuat perasaan mereka semakin kuat satu sama lain, terutama untuk Arthur yang semakin tidak bisa lepas dari Lily. Pun dengan Lily yang mulai mencintai Arthur secara perlahan. Kehangatan, kasih sayang, dan perhatian yang diberikan Arthur membuatnya lupa diri. Ah, memang dasarnya saja dia gadis polos yang mudah terlena dengan kasih sayang. Tidak sulit untuk membuat wanita cantik itu jatuh cinta dan merasa ketergantungan. Entah bagaimana nasib mereka di masa depan jika hubungan mereka diuji oleh sesuatu... -Tbc-
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN