Part 7

1346 Kata
Tamu undangan yang terlalu banyak membuat Lily merasa risih dan juga takut secara bersamaan. Sebagian dari para tamu undangan menatapnya dengan tatapan menyelidik dan intens. Terutama untuk undangan perempuan yang menatapnya dengan tatapan tidak bersahabat dan merendahkan. Semakin membuat nyalinya ciut hingga berakhir menundukkan kepalanya. Rupanya Arthur mulai menyadari ketidaknyamanannya. Arthur menatap Lily datar. "Jangan menunduk terus! Angkat kepalamu dan tegakkan tubuhmu. Jangan terlihat seperti pengecut." Bisiknya pelan. Lily mematuhi ucapan Arthur karena tidak ingin terkena amarah. "Bagus, sebentar lagi kita akan mengucapkan janji pernikahan di hadapan seluruh kaum immortal. Jangan gugup dan tetap lah memasang senyuman." Lagi-lagi Lily mengangguk. Arthur tersenyum puas dan mengelus pelan puncak kepala Lily. Takut merusak tatanan rambut Lily yang sudah tertata cantik. Ketika si pembawa acara memanggil nama mereka, Arthur dan Lily naik ke atas panggung sambil bergandengan tangan. Sejujurnya, Lily sangat grogi dan takut sekarang mengingat akan segera menikah beberapa detik lagi, juga dengan ketakutannya dengan semua tamu undangan yang bukan manusia seperti dirinya. Ia takut tamu-tamu undangan itu menariknya dan memakannya. Lewat tatapan, Arthur memperintahkan Lily untuk fokus. Lily mengigit bibir dalamnya sembari mengatur nafasnya. Kala janji pernikahan mereka diucapkan di hadapan seluruh tamu, tubuh Lily terasa panas seketika. Begitu pun dengan wajahnya yang memerah. Tidak menyangka kini dia sudah menjadi istri pria di hadapannya. Lily belum mengenal Arthur sepenuhnya tapi mereka sudah terikat dalam ikatan pernikahan yang sakral. Mata indahnya terpejam ketika Arthur mencium bibirnya dengan lembut di hadapan seluruh tamu. Dengan itu, sah lah mereka menjadi suami istri. Langkah selanjutnya tinggal penyatuan darah. Batin dan jiwa mereka akan terikat. Setelah itu mereka tidak akan bisa dipisahkan lagi oleh apa pun, selain kematian. "Sudah kubilang, jangan memasang wajah gugup seperti ini." Gemas Arthur sembari mencubit pipi Lily setelah mereka turun dari panggung. "Lily tidak bisa sesantai Arthur. Wajar saja Lily gugup karena ini pernikahan Lily. Pernikahan sekali seumur hidup." Renggutnya. "Huh." "Arthur, Lily ingin itu." Tunjuknya tiba-tiba pada kue-kue yang tertata cantik di atas meja. "Ambil saja sendiri." "Tentu saja. Tunggu Lily di sini ya! Dahh!!" Tanpa merasa keberatan Lily segera pergi ke tempat kue itu dengan hati yang berbunga-bunga. Mengabaikan Arthur yang mendengus kesal tidak berjalan sesuai rencana. Dia kira, Lily akan merengek dan memintanya untuk mengambilkannya. Mata elangnya terus mengamati Lily yang terlihat sangat ekspresi dalam mencicipi kue-kue. Menerbitkan senyuman manis yang sangat jarang sekali terlihat. Kepalanya menggeleng heran melihat Lily yang begitu menikmati kue. Sepertinya matenya itu pecinta kue. Nanti dia akan menyuruh maid untuk membuatkan matenya kue setiap hari agar Lily senang dan betah tinggal di sini. Ia terus mengawasi Lily dari tempatnya berdiri tanpa mempedulikan tamu undangan. Tidak ada niat sekedar berbasa basi. Lagipula untuk apa berbasa basi. Kekuatannya sudah sangat kuat dan mampu menghancurkan dunia immortal jika dia mau. Dia tidak perlu teman dan pendukung. Dia hanya perlu Lily di sisinya, selamanya. Menemani hidupnya yang selalu kesepian dan suram. Keningnya mulai mengernyit tidak suka melihat Lily-nya tidak sengaja menabrak tubuh pria lain karena tidak memperhatikan jalan dengan baik. Meski itu ketidaksengajaan, tapi tetap saja dia tidak suka miliknya disentuh orang lain. Lily mutlak miliknya seorang! Bergegas dihampirinya matenya itu, tapi sayangnya pria itu sudah menghilang karena dia terlalu banyak berpikir sebelum bertindak. Dibawanya tubuh mungil Lily ke dalam pelukannya seraya mengelus lembut punggung Lily yang tertutupi gaun indah berwarna hitam. "Jangan dekat-dekat dengan pria lain, honey. Kau hanya milikku." Kepala Lily menyembul dari dadanya. Menatapnya heran dengan bibir yang sedikit terbuka sebelum menanyakan, "Kapan Lily dekat-dekat dengan pria lain? Sejak tadi, Lily diam di sini sambil menikmati kue." Arthur menyentil kening Lily pelan. "Apa kau lupa? Kau baru saja ditabrak pria lain, honey." "Oh,, itu kan tabrakan tidak sengaja bukan dekat-dekat, Arthur." "Sama saja." "Beda, Arthur. Sudah ya, Lily mau mencicipi kue lagi." Arthur semakin mengeratkan pelukannya karena terlampau gemas. "Perut kecilmu ternyata bisa memuat sebanyak itu ya. Jadi, aku tidak akan ragu lagi untuk membuat perut kecilmu memuat anak kita." "Eh? Bagaimana cara memasukkan anak ke dalam perut Lily yang kecil ini?" Arthur melongo tidak percaya. "Memangnya bisa ya?" Arthur masih melongo. Tidak bisa berkata-kata. "Berarti perut Lily harus dibedah dulu. Aaa!! Tidak mau!! Lily tidak mau dibedah dokter!!" Jerit Lily tertahan saking takutnya tapi masih ingat ada orang lain di dalam ruangan. Arthur semakin melongo layaknya orang bodoh. Sementara para tamu undangan yang datang terkekeh geli. Salahkan saja pendengaran mereka yang terlalu tajam sehingga dapat mendengar suara sekecil apa pun. **** Acara pernikahan telah selesai. Semua undangan telah kembali ke kediaman masing-masing. Sisa-sisa pesta telah mulai dibersihkan oleh para maid. Pun dengan Arthur dan Lily yang kembali ke kamar. Kala sampai di kamar, Lily langsung menghempaskan tubuh mungilnya ke atas kasur karena terlampau lelah. Kakinya terasa tidak sanggup untuk berjalan lagi saking lelahnya. Seluruh tulangnya terasa seperti jelly hingga tak kuat menopang tubuhnya. "Kau tidak mau mandi dulu, honey?" Tanpa menoleh, Lily menyahut, "Capek." "Mandi dulu. Setelah itu baru kita lakukan ritual pernikahan selanjutnya." "Jangan berisik. Lily capek dan mengantuk. Ingin tidur." Gumamnya pelan tapi dapat di dengar Arthur. Dengan kesal Arthur menggendong tubuh Lily ke kamar mandi. "Arthur!! Turunin Lily!!" Berontaknya sembari memukul punggung Arthur kesal. "Aku tidak suka tidur di samping orang yang tidak mandi." "Tapi Lily ingin tidur. Lily capek." Jawabnya sedih sehingga Arthur memutar bola mata malas. "Tidur saja. Aku yang akan memandikanmu." Lily merenggut kesal. Arthur yang sudah di depan pintu kamar mandi tiba-tiba berhenti. Terdiam sejenak. Kembali memutar tubuhnya ke arah tempat tidur sehingga Lily kesenangan karena mengira Arthur tidak jadi memaksanya mandi. Akan tetapi, kesenangannya hancur ketika Arthur membawanya terbang dengan keadaan yang masih digendong seperti karung beras. Terbayang bagaimana perasaan Lily terbang dengan posisi itu? Jangan tanya lagi rasanya kalau berada di posisi seperti itu. Tanpa wajah berdosanya, Arthur tertawa kencang mendengar jeritan histeris dan ketakutan Lily. Dengan sengaja menahan dirinya dulu agar tetap berada di udara. Hal itu tentu semakin membuat Lily ketakutan. "Arthurr!! Arthur, turun!!" Rengeknya dengan nada memelas. "Bagaimana kalau kau kulempar dari sini?" Nafas Lily tercekat seketika mendengar pertanyaan menyeramkan Arthur. "Bagaimana menurutmu, honey?" Tanyanya sekali lagi. "Tidak mau!! Jangan lempar Lily!!" Jawab gadis itu cepat. "Tapi aku ingin...." Dan selanjutnya, Arthur melempar tubuh mungil Lily ke dalam kolam renang. Jantung Lily terasa mencolos ke perut saking takutnya terjatuh dari ketinggian. Akibat terlampau takut gadis itu mulai kehilangan kesadarannya dan tubuhnya terus terbenam hingga mencapai dasar kolam yang dalam dan besar itu. Arthur yang masih di udara mulai mengerutkan keningnya heran karena tidak melihat matenya muncul di permukaan, buru-buru ia mencebur dirinya juga ke dalam kolam. Tepat di tempat Lily mendarat sempurna tadi. Berdecak kesal di dalam hati ketika melihat mate cantiknya memejamkan mata dengan damai. Ya, matenya tidak sadarkan diri hanya karena dijatuhkan dari ketinggian. Berenang mendekat, menggendong tubuh mungil itu bridal style, dan membawa tubuh mungil itu ke permukaan. Ditatapnya kembali gadis tidak sadarkan diri di dalam pelukannya. Perlahan mulai menepuk lembut pipi matenya, berusaha membangunkan. Niatnya tadi hanya ingin bermain sedikit tapi yang didapatnya sungguh mengecewakan. "Ini lah akibatnya kalau punya mate lemah." Desisnya sembari mencubit pipi Lily. "Tapi biar pun dirimu lemah, entah kenapa aku tidak bisa menyingkirkanmu dalam hidupku. Jauh di dalam diriku, aku ingin kau selalu bersamaku sampai kapan pun. Aku ingin kau selalu menemani hari-hari sepiku sampai mati nanti. Aku hanya ingin dirimu." Penuh perasaan Arthur mencium bibir mungil nan menggemaskan Lily. Menjauhkan wajahnya dan menatap wajah damai itu sebentar. Wajahnya kembali mendekat. Kali ini mendekat ke area leher Lily. Diendusnya leher wangi nan memabukkan Lily sekilas dan menggigitnya. Kemudian menghisap darahnya hingga beberapa teguk. Jika tidak bisa mengendalikan diri, sudah pasti ia akan menghisap habis seluruh darah Lily yang terasa sangat manis. Ini pertama kali baginya mencicipi darah manis Lily. Matanya kini kembali menatap mata Lily yang masih saja terpejam. Mengigit bibirnya sendiri hingga berdarah dan kembali mencium Lily. Menyalurkan darah yang dikumpulkannya ke dalam mulut Lily. Senyuman miringnya terlihat kala tubuh mungil matenya bergetar beberapa detik. "Sekarang kau sudah resmi menjadi milikku, honey. Kau tidak akan bisa kabur atau pun menyembunyikan apa pun dariku." Karena sekarang, dia bisa mendengar isi hati Lily. -Tbc-
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN