Tidak mungkin aku kembali setelah aku berjalan beberapa meter, ini sudah sangat tanggung sekali, menurutku terlebih suara erangan itu juga cukup menarik perhatianku. Sejak Conan pergi tadi, aku tidak melihat ada tanda-tanda bahwa gerbang itu terbuka kembali.
“Apa yang sedang kau lakukan di sana?”
Hampir saja aku menendang ke arah sumber suara itu, sebelum aku menyadari jika itu adalah Yuwen. Dia menatapku dengan kening yang berpeluh keringat. Aku menatapnya dari atas sampai bawah, tidak mungkin suara tadi itu adalah suara dari Yuwen. Aku mengenalnya cukup lama dan tidak pernah menemui jika dia memiliki kebiasaan aneh ini.
“Aku mengikutimu kemari ketika aku tidak sengaja melihat cahaya dari atas, aku pikir ada sesuatu yang menarik perhatianmu di kegelapan…tunggu dulu, apa kau mendengar suara erangan itu?” tanya Yuwen, mengarhkan cahaya senternya ke tempat paling ujung peternakan milik Conan.
“Itu alasan aku di sini!”
“Lalu, apa rencanamu? Tidak baik jika mencari tahu apa yang ada di sana, kita tidak membawa peralatan apa-apa, Lio. Jika kau nekad, mungkin kau akan kembali dengan tubuh yang dipenuhi dengan luka-luka!”
“Aku membawa ini…!” tanganku mengambil gas yang tidak sengaja selalu aku bawa, semenjak terbangun di dalam ruangan Duke Frank. Cairan itu berpindah dari tanganku ke tangan Yuwen, dia mendekatkan indra penciumannya dan mengembalikan cairan itu padaku.
“Untuk apa kau membawa gas amonia? Aku rasa itu tidak cukup ampuh untuk saat ini!”
“Ini pasti akan berguna, kita sudah sampai di sini. Beberapa meter lagi, kita akan sampai di daerah hutan lebat itu dan kita akan mencari tahu asal dari suara erangan itu.” Aku berjalan lebih dulu, dan mendengar langkah pelan yang mengikutiku dari belakang. Senter kami arahkan ke depan, mungkin jika ada yang melihat, pasti akan mengetahui jika cahaya ini berasal dari manusia.
“Tapi, bagaimana jika itu adalah binatang liar atau sejenis harimau, Lio? Kita tidak sekuat Simson yang bisa membunuh singa dengan tangan kosong. Terlebih keadaanmu juga tidak terlalu memungkinkan untuk berlari, kau tidak bisa mengabaikan nasihat dokter itu!”
“Kau bisa kembali saja dan membawakan benda yang aku butuhkan, itu akan jauh lebih berguna ketimbang sekarang kau terus mengeluh. Kau masih punya kesempatan untuk berbalik dan kembali ke-kediaman Conan.”
Yuwen menghela nafasnya kesal, tapi tetap melangkah bersama denganku. Keputusannya pasti sudah dia pertimbangkan lebih dulu. Tapi, semakin dekat dengan daerah hutan itu. Aku sedikit menyesal mengambil keputusan nekad ini, ketika melihat jika suara erangan itu ternyata berasal dari seekor hewan bermata merah menyala dengan badan cukup besar. Gigi taring panjangnya berdarah dan seekor tubuh besar di bawahnya membuatku cukup tahu, bahwa itu adalah sapi Conan yang tidak beruntung.
Aku tidak tahu, apakah itu serigala atau ánjing. Yang pasti, kami harus lekas menyelamatkan diri dari kejaran ánjing itu. Aku dan Yuwen terpaksa memasuki hutan karena ánjing itu melompat ke arah depan dan menghalangi jalan kembali ke ke-diamana Conan.
Rgghh—erang hewan itu, dan hendak merobek lenganku. Beruntung aku berbelok dan memasuki celah kecil di balik pohon, cakaran itu hanya mélukai pohon di depanku. Aku tergelincir ke bawah, tanganku menahan agar badanku tidak gelincir semakin menjauh. Hening sejenak, aku bahkan tidak tahu kemana Yuwen pergi.
Argh…Erangan itu terdengar di atasku, sialan, aku lekas melepaskan pegangan di tanganku dan terjun bebas ke bawah. Ranting-ranting pohon melukái wajahku, tapi serigala itu sudah tidak lagi mengejarku. Aku berhenti di ujung, dan tidak akan penerangan sama-sekali. Pepohonan semakin rindang dan lebat, menghalau cahaya bulan yang tadi masih memberiku bantuan. Kaca mata bulatku sudah retak, dan membuatku semakin kesulitan. Aku berdiri, celanaku sudah basah kuyup karena memang sedang musim penghujan dan tanah serta dedaunan lembab. Aku menatap ke atas, jika memaksakan diri untuk melewati rute yang sama, maka serigala itu pasti akan terus mengejarku.
Krek—sebelum aku melangkah, aku mendengar bunyi retakan ranting yang sudah matang dari arah belakangku. Aku berbalik, tapi tidak merasakan ada hawa dari serigala besar itu lagi. Aku semakin was-was, sembari meraih gas amonia yang masih berada di sakuku.
Beberapa menit menunggu dengan diam, tidak ada yang terjadi sama-sekali, kecuali embusan angin yang tiba-tiba membuatku merasakan kedinginan. Tes—aku merasakan ada tetesan di tanganku, aku meraba hidungku dan mencium bau anyir itu. Aku mimisan, dan ini tidak baik.
“EMILIO…EMILIO!”
Teriakan itu terdengar dari arah yang sama denganku, aku juga melihat ada cahaya sinar dari arah depan. Badanku tiba-tiba lemas, disertai dengan darah dari hidungku yang semakin banyak keluar. Erangan dari belakangku juga tiba-tiba terdengar. Aku lekas mengambil sebuah kayu besar dan bruk—aku menghantamkan kayu itu sebelum taring tajam itu merobek kepalaku.
Serigala itu kembali berdiri dan menyerángku, aku mengambil sebuah batu dan kembali menyerángnya lebih dulu. Ilmu alam, jika bertemu dengan hewan dan keadaan seperti ini. Maka usahakan kita melakukan penyerangan lebih dulu. “Hiak…!” Teriakku dengan kencang dan membantingkan tubuhku ke tubuh kuat dan kokoh itu. Tubuh kami sama-sama terbanting, aku berlari ke arah pohon dan bruk—serigala itu kembali terbanting ke arah pepohonan. Aku menatapnya, dan berlari menyeràng matanya.
Auuu…longlongan kesakitan itu terdengar ketika aku mengambil amonia dari sakuku dan menyiramnya ke arah mata binatang itu. Aku mengambil pasak yang cukup berat dan bruk—memukul tubuh serigala itu dengan sekuat tenaga. Aku menatap serigala itu yang hendak berlari namun malah menabrak pepohonan. Aku kembali menendang tubuh besar itu, hampir saja aku terjebak antara kamuflasenya. Tapi aku lebih dulu melihat sebuah anak peluru melesat dari sela jemariku dan dor—tubuh serigala itu terpental bersimbah darah.
Jika aku bergerak saja tadi, maka tanganku mungkin akan menjadi korbannya.
“Emilio!” Teriak Conan, dia berlari ke arahku. Tubuhku lemas, dan bruk—terjatuh menghempas dinginnya tanah.
***
Yuwen POV
“Apa biasanya dia seperti ini?”
Perhatianku yang menatap luka-luka memar di tubuh Emilio yang masih tidak sadarkan diri menatap ke arah Conan yang datang dengan kumpulan es di baskom berwarna hijau itu. Sam membantuku untuk meletakkan es itu di atas luka-luka lebam Emilio.
“Emilio memiliki obsesi yang aneh semenjak aku kenal dengannya, segala sesuatu yang berhasil menarik perhatiannya akan dia cari tahu sampai setelah dia menemukannya. Barulah niatnya akan menghilang. Kadang dia juga bisa sangat tidak peduli dengan kasus itu dan tidak akan menerima kasus itu. Singkatnya, dia memiliki temperamen yang tidak mudah ditebak. Dia juga jarang memiliki empati pada orang lain, kecuali orang yang dekat dan sedang butuh!”
“Apa dia selalu membawa gas beracun ini kemana-mana?” Sam bertanya sembari menunjukkan botol yang tadi Emilio tunjukkan padaku, sebelum serigala itu menyeràng.
Aku mengangguk, “Dia selalu membawa benda-benda aneh di ranselnya. Dia suka meneliti di laboratorium jika tidak ada pekerjaan lapangan seperti ini. Penemuannya banyak dipakai oleh detektif seperti kami ini. Itu sebabnya, Frank—atas kami, tidak mengatakan apa-apa pada Emilio jika dia berkata kasar.”
“Dia beruntung, dan aku juga harus berterima kasih padanya. Beberapa bulan terakhir, sapiku yang berada di tempat paling ujung itu memang akan menghilang sekali dalam seminggu. Aku tahu pasti ada hewan buas dari hutan yang turun dan memangsanya. Aku hanya terlalu penakut untuk menangkap hewan buas itu. Jadi, bisa dibilang keberanian dan rasa ingin tahu Emilio sedikit membawa berkah untuk sapi-sapiku, dan juga untukku!”
“Tidak sepenuhnya sia-sia, kau benar Conan. Hanya saja, aku masih bertanya-tanya, kenapa Lio bisa mimisan seperti ini? Semenjak melihat kalian di kereta, aku sadar jika tubuh Emilio sepertinya tidak baik-baik saja. Aku mengamatinya ketika tertidur, ada kegelisahan di dalam sana. Apa mungkin dia memiliki penyakit serius?”
Pertanyaan Sam membuatku menatap Emilio yang masih tidak sadar, beruntung, beberapa menit lalu. Saat Sam dan Conan tidak ada di sini, aku sempat menyuntikkan obat yang biasa Lio minum ke tubuhnya. Reaksinya cukup lebih baik karena Emilio mengeluarkan keringat yang lebih banyak daripada sebelumnya.
“Tidak tahu, selama aku bekerja dengannya, Emilio tidak pernah bercerita mengenai apapun tentang masalah pribadinya. Bisa disimpulkan, dia adalah orang yang cukup pendiam dan lebih suka menyendiri. Anehnya, dia bahkan tahan seharian melakukan penelitian di laboratorium jika tidak sedang menyelidiki sebuah kasus. Lebih anehnya, dia juga akan tenggelam di kasus-kasus yang rumit dan tidak memiliki celah itu!”
“Tapi dia selalu bisa memecahkan kasus yang terjadi bukan?” Seru Sam, sembari menatap Emilio “Tapi, aku mendengar dari beberapa orang yang bekerja di tempatmu, jika kasus yang sedang kalian tangani sebelumnya dicabut dan dianggap selesai. Bukankah menurutmu itu cukup janggal? Aku memang sempat mencari tahu kasus yang kalian sedang kerjakan sebelumnya, dan cukup terkejut ketika kasus itu ditutup begitu saja.”
Aku menatap Sam, “Benar, tidak hanya Anda yang merasakan hal itu. Emilio bahkan sampai menolak dan melawan Frank ketika di kantor, tapi, aku jelas tahu apa yang akan dilakukan oleh orang tua satu itu jika kami tetap bersikeras untuk menyelidiki kasus itu. Dia sengaja mengirim kami kemari dengan tugas baru agar tidak menyelidiki kasus sebelumnya. Tapi bisa dikatakan, selama aku bekerja dengan Emilio. Itulah satu-satunya kasus yang benar-benar tidak meninggalkan klue.”
“Sudah aku duga sebelumnya, dia pasti sengaja mengirim anggota terbaiknya untuk menyelidiki kasus ini. Aku yakin dia sedang bermain dengan sesuatu yang lebih besar!”
“Tidak usah mempertanyakan hal itu lagi, Sam. Apa yang tidak bisa dibeli oleh uang?”
“Ahh, dia sudah sadar!” Conan berusaha membuat pembicaraan singkat kami tadi terhenti dan lekas menatap Emilio yang menggerakkan tangannya. Perlahan, matanya terbuka dan menatap kami satu persatu. Conan peka, dia membantu Emilio untuk bersandar di kasur.
“Bagaimana perasaanmu sekarang?”
“Ah, aku masih hidup ternyata. Aku pikir aku sudah menjadi santapan serigala tadi itu!” seru Emilio, tidak menjawab pertanyaan Conan.
“Syukurlah, kau masih bisa hidup!” seruku, menanggapi pernyataan Emilio barusan.
***
Emilio POV
Semenjak aku tersadar, badanku benar-benar mulai merasakan sakit akibat benturan dan juga luka dari serigala itu. Conan dan jug Sam beberapa jam lalu sudah kembali ke kegiatan mereka masing-masing. Begitu juga dengan Yuwen yang terlihat sibuk dengan layar yang menyala di depannya itu. Dia sedang mencari informasi mengenai penyelidikan kami besok. Aku berjalan setelah merasa lebih baik dan menatap ke arah luar jendela kaca yang ada di sebelah meja kerjaku.
Di luar, hujan turun semakin deras. Beruntung aku masih bisa terbangun lebih cepat daripada biasanya. Tes—aku kembali merasakan pening, darah menetes dan menodai baju putih yang aku kenakan. Yuwen menatapku, begitu aku berbalik.
“Sebaiknya kau istirahat dulu untuk sekarang dan besok, aku akan menunda hari penyelidikan kita. Keadaanmu benar-benar tidak memungkinkan untuk saat ini, jika terus memaksakan dirimu. Aku tidak yakin apa yang akan terjadi padamu!”
Rasa pening itu terus menyerngku, membuatku lekas memilih untuk kembali ke atas ranjang. Yuwen yang masih tetap berada di atas kursinya hanya menghela nafas dan mengambil sesuatu dari ranselnya. Berjalan ke arahku dan menyerahkan sebuah pil, “Ini bukan pil yang biasa kau makan. Aku mengambil beberapa vitamin dari rumahku sebelum kita melakukan perjalanan ini. Kau tidak bisa mengabaikan kesehatanmu ini, Emilio. Bisa saja, nanti kau yang akan mengalami kerugian sendiri.”
Kau benar, sebaiknya aku istirahat lebih dulu.
Beberapa menit istirahat, lagi-lagi aku merasakan hawa dingin itu menembus tubuhku. Aku terjaga, dan menatap jika matahari sudah menembus jendela dan suara-suara sapi terdengar dari luar. Sepertinya mereka sedang makan. Yuwen masih terlelap di atas tempat tidurnya. Aku menarik nafas dalam, dan lekas merenggangkan tubuhku. Ternyata ini sudah memasuki pukul 10 pagi dan aku tidak tidur beberapa menit. Badanku lebih legah, dan energiku rasanya jauh lebih fit. Apa mungkin aku mimisan karena tidak pernah tidur dengan benar?
Aku keluar setelah membasuh wajahku, dua piring berisi sarapan tersaji di atas meja. Di dekat perapian, aku melihat Sam yang tertidur dengan koran yang menutupi wajahnya. Aku duduk di atas meja makan dan menyelesaikan sarapan pagiku. Lalu lekas mengambil jaket dan keluar.
“Hey, kau sudah bangun anak muda?”
Teriakan Conan dari arah garasi itu menarik perhatianku, aku tersenyum dan melangkah menuju kesana sembari merenggangkan badanku. “Kau bangun lebih cepat?” sapaku, sembari menatap sapi-sapi itu yang makan dengan lahap. Rumput-rumput yang diberikan Conan pastilah makanan terjelat yang mereka ingin makan setiap hari.
“Bangun lebih pagi? Ini memang sudah waktunya untuk bangun dan beraktifitas, melihat kalian yang tadi masih terlelap dengan begitu tenang, membuatku urung membangunkan kalian. Sepertinya jam waktu tidur kalian tidak pernah maksimal. Apa kau sudah memakan sarapanmu?”
“Sudah…” Aku mengambil rumput dan memberikannya pada sapi itu “Aku memakan semuanya, aku kelaparan tadi!”
“Emilio, kemana sarapanku kau buat!!!”
Teriakan itu terdengar dari arah pintu, aku dan Conan menatap Yuwen dengan baju tidurnya yang menatapku dengan wajah memerah. Aku terkekeh namun tidak beranjak, membiarkan Yuwen yang berteriak marah-marah di sana.
“Hey, sudah jangan ribut lagi. Orang tua ini akan membuatkan sarapan untukmu lagi, haiyah!” Seru Conan yang lebih dulu melepas sarung tangannya dan memberikannya padaku, “Aku tahu kau tidak bisa bekerja. Tapi memberi sapi makan rumput ini bukan pekerjaan yang berat. Aku tiba, dan sapi ini sudah harus selesai makan anak muda!” teriak Conan dan berlalu dari hadapanku. Aku menatap punggung Conan yang sudah memasuki rumah, sepertinya dia tidak ingin memberitahukan apa yang semalam dia lakukan dengan pergi terburu-buru rupanya.