Berkas-berkas menumpuk di atas meja si sosok lelaki berkacamata itu, tidak ada suara yang terbesit di dalam ruangan itu, kecuali bunyi helaan nafas. Lelaki berkacamata itu mengurut pangkal hidungnya dan melepas kacamata itu. Layar monitor yang sedang menyala, menampilkan gambar-gambar aneh yang baru saja dia terima beberapa menit lalu dan sebuah surel.
Klik—pintu ruangannya terbuka, sosok lelaki lain dengan pakaian santai memasuki ruangan itu tanpa ada sepatah katapun dan tanpa izin masuk. Dia Yuwen, lelaki berkulit putih dan mata sipit keturunan Tionghoa. Dia menatap meja kerja sosok tadi dengan helaan nafas berat.
“Ini kopimu, Emilio!”
Emilio, lelaki dengan wajah dingin itu menatap Yuwen. Tangannya mengambil cangkir kopi itu dan meneguk isinya sampai kandas. Layar monitor tadi sudah beralih pemilik, Yuwen membaca bait demi bait isi dari surel sialan yang sepertinya mengacaukan Emilio. Selesai membaca, Yuwen menghela nafas dan duduk di depan Emilio.
“Apa kau masih tidak ingat apa yang sudah kau lewatkan, Emilio Xia He? Aku yakin orang ini, tidak akan mengirimimu surel ini jika kau tidak melupakan atau melewatkan sesuatu dalam misimu. Dia mengetahui orang-orang yang dekat denganmu dan memberi ancaman murahan itu. Tapi kau tahu Lio, meskipun trik ini sudah pasaran, aku tetap khawatir dengan keluargamu.”
Emilio Xia He, sering dipanggil Emilio atau Lio adalah blasteran Tionghoa dan Italia. Tidak ada yang benar-benar tahu latar belakang lelaki blasteran itu, termasuk Yuwen, rekan kerjanya yang sudah cukup lama mengenal pria dingin itu. Helaan nafas Emilio membuat Yuwen sedikit was-was, lelaki di depannya saat ini memiliki jiwa yang tempramental. Sejauh pengamatannya, hanya dialah satu-satunya yang berhasil bertahan sebagai rekan kerjanya.
“Aku tidak ingat apapun yang aku lewatkan, Yuwen. Seingatku, aku hampir tidak pernah berhubungan dengan para bájingan ini.”
“Tapi mereka tidak melakukan ini tanpa adanya alasan Emilio, kau harus mengingatnya, mungkin ini bukanlah perbuatanmu. Bisa saja karena perbuatan dari ayahmu, atau keluargamu lainnya dan mereka ingin kau membayarnya? Aku yakin mereka tidak akan pernah berhenti sampai kau memberikan apa yang mereka inginkan. Bedebáh ini berbahaya, ahhh…aku sudah mengirimkan identitas korban yang terbunúh beberapa hari lalu. Para polisi sudah menutup kasus ini, membuatku kesulitan untuk menggali informasi!”
“Korban?” Emilio segera kembali ke tempat duduknya dan menatap Yuwen dengan tatapan penuh pertanyaan. Sepertinya dia tidak sadar bahwa beberapa hari lalu ada kasus lagi.
“Kau tidak tahu?”
Emilio menggeleng mantap, “Kau tahu, aku sibuk dengan laporan bodoh ini. Andai saja tidak ada hukum, mungkin aku sudah membuat peluruku ini bersarang di kepala para manusia sialan itu. Mereka hanya ingin kita melakukan apa yang mereka inginkan, aku sudah muak dengan semua ini!”
“Tidak hanya kau Emilio, aku juga sudah muak dengan pekerajaan sialan ini. Tapi kita tidak bisa keluar dengan sesuka hati, kecuali kau adalah anak dari petinggi kita!”
“Sialan kau, Yuwen!”
“Apa aku salah?”
Emilio tidak lagi menjawab pertanyaan Yuwen, tangannya sudah menekan kursor dan membuka email yang masuk padanya. Matanya membaca baik perbait dengan teliti, dan tidak lama dia kembali memijat kepalanya. Bruk—Emilio memukul meja dengan begitu kuat, sakin kuat dan tiba-tibanya membuat Yuwen yang hendak menyeruput kopinya tersendak.
Uhuk…uhuk
Yuwen terbatuk, lalu lekas meletakkan cangkir kopinya dan menatap Emilio jengkel. “Jangan menyakiti dirimu sendiri dan menjadi bodoh Emilio, tidak ada keturunan Tionghoa yang suka melukai dirinya sendiri, kecuali dirimu?”
Tatapan Emilio menajam, membuat Yuwen seketika diam dan menyeruput kopinya dalam diam. Sesekali dia melirik ke arah Emilio yang sudah bersandar di sandaran kursinya dan meletakkan tangannya di atas keningnya. Sepertinya lelaki blasteran itu sedang berpikir banyak, membuat Yuwen memilih untuk diam dan tidak ingin mengganggu.
“Apa kau tahu siapa yang menutup kasus ini, Yuwen? Ini jelas bukanlah kasus bùnuh diri, orang gila saja tahu bahwa mereka di bunuh, bukan bùnuh diri. Aku sangat benci berurusan dengan para polisi bájingan itu, ingin rasanya aku mengoleksi kepala mereka di kandang singaku. Biar mereka tahu bahwa apa yang mereka lakukan tidaklah benar!”
“Well—aku tidak harus memberitahu padamu siapa petinggi kepolisian bukan? Kau jelas tahu semua data-data dari mereka!”
“Aku akan pergi, sepertinya bájingan itu perlu di interogasi saat ini!”
“Itu akan sia-sia, Lio!”
Emilio berhenti mengemas barangnya dan menatap Yuwen dengan kening berkerut. Apa maksudnya bahwa kepergiannya akan sia-sia? Emilio tidak pernah kenal dengan kata-kata sia-sia. Karena semua yang dia lakukan akan dan harus memberikan apa yang dia inginkan. Jika tidak, maka pistòl yang akan berbicara pada lawannya. Tidak peduli, sekalipun itu adalah petinggi di tempat kerjanya sendiri atau orang lain, karena pada dasarnya. Si lelaki blasteran itu adalah salah satu lelaki yang selalu di hindari. Dia gila jika sudah bersangkutan dengan pekerjaannya, tidak ada yang pernah lepas dari tatapan mata elang Emilio Xia He.
“Aku sudah lebih dulu berbicara dengan inspektur kepolisian, dia sendiri tidak tahu kenapa kasus itu di tutup!”
“Apa maksudnya dia tidak tahu?”
“Kau tau apa maksudku, Lio. Dan, sepertinya keadaan kita saat ini tidak sedang baik-baik saja, ada lelaki yang baru saja melarikan diri!” seru Yuwen ketika melihat ada bayangan di balik kaca kerja Emilio.
“Sial!” geram Emilio sembari mengambil pistólnya dan segera berlari ke luar bersama dengan Yuwen. Mereka berlari sampai di tempat parkir, namun sama-sekali tidak ada jejak yang tertinggal. Emilio menatap ke arah jendelanya, lalu menatap sekitar halaman dan tempat parkir.
Jika lelaki itu masih sempat menguping, maka dia baru saja kabur. Emilio menatap ke tanah, dan meraba rumput-rumput itu. Mata elangnya menatap ada rumput yang tidak sesuai, dia menatap Yuwen yang lekas menggeleng “Aku tidak menginjak rumput-rumputmu, aku parkir di depan pintu rumahmu!”
“Dia berlari menuju ke arah stasiun, apa tadi kau melihat warna bajunya atau ciri-ciri baju yang dia dia kenakan?” seru Emilio sembari mengambil alih kemudi mobil Yuwen.
Yuwen memasang sabuk pengaman sembari menatap ke arah jalanan, “Bayangannya terlihat dua, sepertinya dia mengenakan jaket dan dia tidak terlalu keras menginjak rerumputan. Dia mengenakan sepatu berbahan halus dan berat tubuhnya sepertinya sekitar 50-an. Dia juga mengenakan baju berkerah, aku tidak yakin dengan hal ini, tapi hanya itu yang bisa aku identifikasi dari bayangan itu!”
Emilio menekan pedal gas, beberapa menit melewati jalan raya. Emilio menatap sebuah mobil yang berusaha untuk melintasi lampu merah. Bunyi klakson mobil terdengar di mana-mana, Emilio mengumpat di dalam mobilnya.
“Ada jalan pintas dari kaki lima, Lio. Kita bisa mengambil jalur itu dan mengejar mobil tadi, sepertinya dia memang menuju stasiun!”
Emilio menabrakan mobil Yuwen pada pembatas jalan, dan mengambil jalur pejalan kaki. Beberapa orang yang sedang menaiki sepeda dan berjalan santai lekas menepi dan tidak lupa meneriaki Emilio yang sama-sekali tidak peduli. Kepadatan kota selalu saja membuat pekerjaan mereka terhambat.
Tittttt…Emilio menatap sorot lampu yang berasal dari arah persimpangan ketika mereka menerbos lampu mereka. Cit…rem di tekan dengan kuat, lalu pedal gas kembali di tekan. Emilio berhasil menghindari truk besar itu dan kembali menerobos jalanan kaki lima. Dia terus mengemudi menuju stasiun bawah tanah. Keberangkatan tinggal 5 menit lagi, jika mereka terlambat, maka sosok tadi sudah memasuki gerbong kereta dan mereka akan kehilangan jejak.
Cit…Emilio menekan rem kuat, Yuwen yang baru saja memperbaiki sabuk pengamannya terpental ke depan kaca. Bruk—kepalanya membentur dashboar mobil dan mengeluarkan darah. Kaca maya Yuwen bahkan sampai retak akibat benturan itu. Beruntung dia bisa lebih dulu menarik kaca mata itu sebelum kaca itu melukai wajahnya. Yuwen menatap pintu mobil yang terbuka, Emilio sudah berlari memasuki stasiun. Tubuhnya menghilang di bawah pintu masuk menuju stasiun.
“Sepertinya lebih baik aku tidak ikut dengannya tadi, ini adalah kesalahan bodoh. Mobilku…mobilku bahkan sudah rusak!” ringis Yuwen saat keluar dan menatap bagian depan mobilnya yang sudah lecet karena menambrak pembatas jalan dan bagian kaca depan yang retak karena benturan tadi. Tidak banyak memakan waktu, Yuwen mengambil kunci mobil dan lekas berlari menuruni anak tangga. Dari tempat dia, perhatiannya tertuju pada Emilio yang sedang menatap ke semua arah.
Yuwen berlari turun dan berdiri beberapa meter di belakang Emilio. Menatap orang-orang yang sedang berlalu lalang. Semuanya tidak mudah, ia yakin sosok tadi sudah mengganti pakaiannya. Emilio tetap berada di depan pintu, membuat beberapa orang menatapnya.
Waktu keberangkatan tinggal 30 detik lagi, dan sosok dengan ciri-ciri tadi sama-sekali tidak ada. Yuwen memilih untuk menghampiri Emilio dan menyentuh pundak lelaki itu.
“Tidak ada, aku sudah menatap semua lelaki yang memasuki gerbong kereta api. Tapi tidak ada yang benar-benar mirip, Lio. Sepertinya kau salah, dia tidak menuju stasiun. Aku rasa dia menuju ke arah yang lain.”
Emilio terlihat kecewa, dia menghela nafas dan mengangguk. “Kau benar, mungkin analisisku salah. Bisa saja dia memang menuju ke stasiun, tapi bukan stasiun ini. Kota ini memiliki setidaknya 8 gerbong kereta bawah tanah dengan alur yang sama. 3 tujuan menuju arah sebaliknya dan sepertinya analisisku tadi salah!”
Yuwen mengangguk setuju, “Kau benar, mungkin kali ini otak jenius dan mata elangmu salah menganalisis. Lain kali kau harus mengembangkan softwere untuk menebak dengan akurat, bukan hanya perasaan saja. Tapi, kenapa kita tidak memeriksa CCTV di rumahmu lebih dulu, Lio?” Yuwen seketika panik. Dia menatap Emilio yang tetap bersikap santai.
“Tempat yang dia pakai adalah lokasi yang tidak terkena CCTV, sepertinya dia bukan orang biasa!”
Yuwen menepuk jidatnya sendiri, menyadari kebodohannya. Dia menatap Emilio dengan senyuman lebarnya. Mereka berjalan menaiki anak tangga, ketika gerbong itu sudah tertutup. Namun masih satu anak terlewati, mata elang Emilio lekas berbalik dan menatap ke arah kaca kereta api yang mulai berjalan meninggalkan stasiun.
“Ada apa?” seru Yuwen, ikut menatap ke belakang
Emilio menggeleng dan menghela nafasnya, “Tidak ada, aku hanya merasa bahwa dia ada di dalam gerbong itu tadi. Tapi setelah melihatnya, lelaki itu bukanlah sosok dengan ciri-ciri yang kau katakan. Mungkin aku salah melihat!”
“Kapan terakhir kalinya, kau istirahat?” Yuwen menilai penampilan Emilio yang sangat acak-acakan. Dia baru kembali dari tugas malam tadi dan menemui Emilio yang tetap sibuk dengan segala berkas-berkas yang harus di serahkan minggu ini. Mata hitam dan bulu-bulu halus di sekitar dagu Lio membuat Yuwen sadar bahwa sahabat kerjanya itu terlihat tidak mencukur bulu itu dalam waktu sepekan.
“Apa kau tau makanan Italia yang dekat sini? Aku sangat kelaparan sampai-sampai aku lupa bahwa sepertinya kita melewatkan sesuatu!”
“Melewatkan makan malam?”
Emilio mengangguk dan di balas dengan kekehan dari Yuwen. Kali ini Yuwen yang mengambil alih kemudi, mobilnya benar-benar hancur. Seharusnya Yuwen tidak mengeluh lagi, sejak dulu, apapun barang yang mereka pakai dalam misi pengejaran tidak pernah punya cerita akan kembali dengan keadaan baik-baik saja.
Yuwen mengambil jalur atas, lalu memutari pusat kota Tsim Sha Tsui yang setiap malamnya akan selalu rame dengan lalu lintas terpadat ketiga di Hongkong. Lampu-lampu gedung pencakar langit menyidari malam yang mulai turun gerimis. Entah apa yang akan terjadi kedepannya, tapi untuk saat ini, sekalipun gagal mengejar si pencuri dengar tadi, setidaknya perut harus terisi untuk menghadapi malam yang semakin terasa berat dan dingin. Hongkong akan menjadi salah satu tempat yang memiliki sejuta tindakan kriminàl setiap tahunnya. Banyak para investor-investor yang juga menanamkan modanya di negara bisinis ini. Namun, setiap investasi tidak akan pernah lepas dari pada pelaku kriminàl dan pengedar narkoba. Seperti sebuah kesatuan yang tidak akan pernah terlepas satu sama lain.
Yuwen akhirnya memarkirkan mobilnya di salah satu rumah makan Italia yang terkenal di Tsim Sha Tsui , tidak hanya di Tsim Sha Tsui saja. Tapi hampir di semua bagian Hongkong, sampai ke pelosok tahu dengan restoran satu ini. Pemiliknya dan pembuat makanan di sini di datangkan langsung dari asalnya, jadi itu alasan restoran ini tidak pernah kehilangan cita rasa dari negara aslinya.
Emillio memasuki pintu utama, sebuah bel menyambut kehadiran mereka. Yuwen menyusul di belakang dan segera mengikuti kemana perginya Emilio. Mereka memasuki salah satu ruangan, sepertinya Emilio tidak akan pernah berubah dengan kebiasaanya satu ini. Jika mereka pergi makan, lelaki satu itu pasti akan selalu memesan tempat yang lebih private.
Setelah makanan datang, tidak ada percakapan di antara keduanya. Masing-masing sibuk dengan makanan yang mereka pesan, melahap makanan itu dengan begitu lapar, menunjukkan bahwa mereka memang sedang kelaparan. Saking laparnya, Emilio bahkan memesan satu porsi Carbonara lagi. Makanan itu juga habis dalam hitungan menit.
“Apa kau tidak memesan lagi?” Yuwen yang lebih dulu merasa kenyang menatap Emilio yang masih mengunyah Carbonaranya.
“Tidak, aku sudah kenyang dengan ini!”
“Well—apa kau kehilangan citramu sekarang, Lio? Dulu kau yang merusak cintraku karena makan dengan begitu lahap. Namun kau sendiri tidak melihat seperti apa dirimu saat ini, kau adalah aku yang dulu!” cibir Yuwen
“Tidak apa, aku tidak peduli. Dulu adalah dulu, dan sekarang adalah sekarang. Semua bisa berubah seiring dengan berjalannya waktu! Lagipula, siapa yang menyuruhmu untuk merasa terhina? Tidak ada! Kau saja yang terlalu sensitif!”
“Kau….!”
Kring…Bel di ruangan pirvate mereka berbunyi, Yuwen lekas diam dan menatap siapa yang datang ke ruangan mereka. Namun begitu melihat sosok lelaki tua dengan pakaian serba putih yang masuk, Yuwen lekas berdiri dan menyambut makanan yang ada di tangan sosok tua itu. Bukan menyambut sosok yang masuk, tapi menyambut makanan lezat itu.
“Leono!” seru Emilio dengan pelan
Sosok lelaki tua itu tersenyum ramah sembari mengangguk, dia duduk di sebelah Yuwen yang sudah menatap pasta yang tadi di bawa oleh Leono. Lelaki tua, pemilik dari restoran yang sekarang sedang mereka tempati.
“Aku tidak sengaja melihat kalian memasuki tempat sederhanaku ini tadi Emillio, Yuwen. Apa kabar kalian? Sudah sangat lama aku tidak melihat kalian mengunjungi tempat sederhanaku ini!”
Emilio hanya tersenyum tipis dan menggelengkan kepalanya, “Aku baru saja kembali malam ini Leano, dan kami baru saja melakukan penangkapan yang….”
“Sia-sia?” tebak Leono
Yuwen mengangguk dengan senyum lebar, “Kau yang terbaik!”
“Dan aku tahu kau sudah sangat ingin memakan pasta itu Yuwen, makanlah, itu gratis untukmu karena sudah berkunjung kemari!”
Emilio selesai makan, lalu menatap Leono yang semakin bertambah tua. “Bagaimana dengan restoran?”
“Baik, berkatmu, aku masih menjadi pemilik restoran terbaik ini. Aku berhutang budi padamu lagi, Emilio. Apa kau tidak pernah kembali ke Italy lagi?”
Emiliio menggeleng, “Tugas sialan ini selalu saja membuat kepalaku terasa terbakar, itu sebabnya aku berkunjung kemari sekaligus mengingatkanmu untuk berhati-hati, Leono. Kriminál di negara ini semakin meninggi, aku tidak bisa menjamin bahwa semua akan baik-baik saja.”
“Apa kau mendapat teror lagi?” Leono yang tahu cukup banyak mengenai pekerjaan Emillio dan Yuwen itu menebak. Dan anggukan dari Yuwen membuat Leono sadar bahwa Hongkong sepertinya semakin tidak baik untuk di jadikan ladang investasi.
“Kita harus pergi cepat Yuwen, aku masih harus memeriksa beberapa hal. Terima kasih atas makananmu Leono, aku akan memasukkan tagihannya ke dalam kartuku.”
“Tidak usah segan anak muda, orang tua ini sudah menganggap kalian sebagai putraku sendiri. Tidak ada orang tua yang membiarkan putranya meralat dan tidak makan. Jangan membuatku sedih dengan membayar makananmu itu!”
Emillio tidak banyak tanya atau bantah, karena sekarang dia memang sedang butuh uang, “Baiklah, terima kasih atas traktiran makan malammu, Leono. Kami akan singgah untuk lain kali, semoga restoranmu ini semakin di kenal satu dunia!”
“Hahahaha…itu terlalu berlebihan, tapi aku tidak bisa berbohong bahwa aku menginginkan hal itu terjadi!”
Yuwen melambaikan tangannya dan membunyikan klakson mobil, mereka kembali melaju di keramaian jalanan kota yang sepertinya tidak akan pernah sunyi. Banyak orang yang aktif ketika di pagi hari, namun hal itu tidak akan mengalahkan keramaian di malam hari. Di kota ini, kegiatan akan semakin memadat ketika malam sudah menyapa.