Bercak darah yang memenuhi seisi ruangan membuatku berjalan ke arah ruang tamu, aku menatap bercak yang sudah berwarna kecoklatan. Bahkan, debu hampir saja menyamarkan bercak darah itu. Baru aku dan Yuwen diberikan izin untuk melakukan penyelidikan. Aku menghela nafas, melihat tidak ada bukti selain darah ini. Di tubuh Kyle, juga tidak ada bekas sidik jari sama-sekali. Seolah, pembunuhán ini benar-benar sangat akurat dan tidak ingin diketahui. Tapi yang membuatku kesal, ketika lagi-lagi aku menemukan sebuah amplop di balik karpet yang baru saja aku balikkan.
Aku menatap Yuwen yang masih meneliti sofa dengan kaca pembesarnya, dia menghela nafas dan menatapku sembari menggelengkan kepalanya. “Tidak ada jejak sama-sekali, Lio. Atap itu rusak, dan pintu kamar mandi juga ada bercak darah. Kemungkinan, korban lainnya dengan nama….”
“Tong Wei?” seruku, sembari membaca ponselku
“Ya benar, kemungkinan salah satu dari mereka bersembunyi di asbes lebih dulu. Tapi di pembunuh mengetahuinya, dan juga menarik paksa tubuh salah satu dari mereka. Lalu membunuhnya di dalam kamar mandi. Kemungkinan, korban pertama yang di bunuh adalah Kyle. Aku sempat memeriksa tubuhnya tadi pagi, salah satu dokter kenalanku mengizinkan aku melakukan pemeriksaan tertutup. Luka di tubuh Kyle lebih banyak, dan lebih kering daripada Tong Wei. Kemungkinan yang bersembunyi di asbes adalah Tong Wei!”
“Jadi, sepertinya kita harus mencari tahu keluarga Kyle lebih dulu. Ini membuatku muak!” seruku, melepas sarung tangan yang meletak di jari-jariku dan duduk di depan sofa yang bersih, satu-satunya sofa yang tidak terkena bercakan darah. Cling—aku menyalakan tokaiku, menghidupkan batang rokok yang diapit oleh kedua jariku. Asap mengepul dari lubang hidungku dan memenuhi udara. Lalu menatap Yuwen yang kembali menyelidiki sisanya.
Arloji di tanganku menunjuk tepat di arah 12.12, aku memejamkan mataku. Merasakan setiap gerakan yang terjadi di dalam rumah ini. Tidak—lepaskan aku, aku tidak tahu siapa Emilio. Lepaskan aku bájingan. Nafasku tercekat, aku membuka mata. Teriakan itu membuatku lekas menatap Yuwen yang baru saja kembali dengan wajah kecewanya.
“Apa kau mendengar sesuatu?” tanya Yuwen, sembari meminta tokaiku dan membakar tembakau yang terjepit di mulutnya.
“Dia bilang untuk melepaskannya, katanya dia tidak mengenaliku!”
Yuwen mengerutkan keningnya, bingung, sama halnya dengannya. Satu hal yang tidak pernah diketahui orang lain mengenai diriku, kecuali Yuwen seorang. Aku unggul di bidang satu ini, karena aku bisa mendengar apa yang sudah terjadi. Contohnya adalah seperti tadi, aku bisa mendengar teriakan itu hanya dengan menyentuh lokasi kejadiannya. Tapi, aku tidak bisa melakukannya dengan sempurna. Hanya beberapa suara yang bisa aku dengar. Tapi meskipun sedikit, itu cukup membantuku selama ini. Sebelum kasus pembunuhàn yang sama-sekali tidak bisa aku selesaikan ini. Ini sudah jalan triwulan, setelah kasus pertama pembunuhàn ini.
“Itu sama seperti teriakan ketika pertama kali kita melakukan penyelidikan ini, apa kau tidak bisa mendengar suara lainnya, Lio? Jika hanya suara itu yang kau dengar, itu tidak akan ada gunanya. Kita akan tetap kesusahan!”
Aku berdecak kesal, jika aku bisa melakukannya, maka kasus ini sudah cepat selesai. Sama seperti kasus-kasus sebelumnya.
“Baiklah, aku tidak akan bertanya!” Yuwen menatapku dengan senyumannya, aku hanya mengangguk dan lekas mengambil tasku yang terletak di atas meja. Tidak lupa, aku juga memasukkan amplop itu ke dalam tasku.
Kami berjalan keluar, beberapa polisi yang tadi mengawal kami masih berjaga di sekitar rumah. Sebelum pergi, aku berbalik dan menatap rumah itu. Rumahnya terlihat sudah tua, beberapa perabotan bahkan sudah sangat usang. Bahkan atap, dari tempatku berdiri, aku bisa melihat lubang-lubang di atap. Sejujurnya, aku juga heran kenapa masih ada orang yang mau menempati rumah tua dan usang seperti itu. Kecurigaanku hanya satu, sepertinya korban sebelumnya juga terlibat dalam beberapa kelompok yang berbahaya.
Aku memasuki mobil setelah Yuwen memanggilku, rumah tadi kembali dipasangi garis kuning dan tidak diperbolehkan untuk memasukinya. Mobil membelah sunyinya jalan, aku mengeratkan mantel abu-abu yang aku kenakan dan juga mengenakan kembali topiku. Ini sudah hampir memasuki bulan desember, dan iklim berubah menjadi dingin.
“Apa kau yakin akan menyelidiki kasus ini, Lio? Sebaiknya kita menggunakan cuti 2 hari ini untuk beristirahat, ini sudah masuk musim dingin dan kita hanya memiliki kesempatan libur 2 hari untuk kali ini saja. Lagi pula, atasan juga masih tidak memberatkan kasus ini. Untuk apa kita harus selalu mengorbankan waktu kita?”
Solusi dan ide yang bagus, aku menatap ponselku cukup lama “Ide yang bagus, ada saran ingin pergi liburan kemana?”
“Di rumah adalah tempat yang paling nyaman, tapi kali ini aku akan pergi liburan ke Cheung Chau, pulau itu minim akses internet dan menjadi sangat baik jika kita liburan di sana.”
“Apa kau ingin makanan gratis dari Leano lagi? Aku dengar dia sedang liburan kesana juga!”
“Kau tahu apa yang aku pikirkan, Lio. Jadi, mari kita gunakan waktu 2 hari ini dengan sangat baik. Aku sudah terlalu bosan berurusan dengan kasus pembunuhán ini terus. Aku juga manusia dan butuh liburan”
Aku mengangguk setuju, ide Yuwen kali ini memang benar-benar bagus dan memang apa yang sedang kami butuhkan. Setidaknya, aku juga akan memanfaatkan waktu ini.
***
Bandara internasional Hongkong dengan destinasi pulau Cheung Chau kali ini lumayan padat. Aku menatap arloji di tanganku, Yuwen masih belum tiba. Padahal pesawat akan berangkat sekitar 30 menit lagi. Apa mungkin dia membatalkan perjalanan kali ini?
Aku bangkit dari dudukku saat namaku sudah dipanggil, sesekali aku masih menatap ke arah pintu masuk dari lantai dua. Yuwen sama-sekali belum menunjukkan tanda-tanda kemunculannya.
“Permisi, apa tempat Anda ini sudah kosong?”
Suara serak dan berwibawa, aku menatap ke belakang. Sebelum menjawab, aku lebih dulu menilai pakaian sosok itu dan juga tampangnya. Lelaki yang aku taksir umur 35-an itu sepertinya memang seorang yang cukup berkarisma. Aku mengangguk dan lekas menyingkir dari sana. Kebetulan, hanya itu memang kursi yang kosong.
Tanganku menarik koper, dan berjalan menuju pemeriksaan.
“LIO!”
Teriakan yang menarik perhatian semua orang itu terdengar dari anak tangga. Aku menatap Yuwen yang berlari sambil menarik kopernya. Aku menunggunya, lalu memasuki pemeriksaan bersamaan. Aku menunjukkan kartu identitasku.
“Ah, silahkan masuk Sir. Semoga perjalanan kalian menyenangkan!”
Yuwen menyusulku, kami berjalan memasuki pesawat yang akan membawa kami. Kaca mata hitam yang melekat di hidungku tertuju ke depan. “Kenapa kau terlambat? Aku bahkan sudah mengira kau membatalkan perjalanan ini!”
“Hey, bagaimana mungkin aku membatalkan perjalanan ini? Hanya saja, di jalan tadi ada macet. Sepertinya korban lalu lintas, aku hampir saja terlambat karena itu. Tapi beruntung aku mendapatkan akses dari kemacetan dengan identitasku!”
“Kau menyalahkan gunakan identitasmu lagi?”
Yuwen terkekeh, dia memang menggunakan identitasnya sehingga diberi akses jalan. Tapi Yuwen hanya menggunakannya dalam keadaan terdesak dan tentunya tidak merugikan orang lain. Yuwen juga adalah orang yang memiliki pendirian, dia tidak akan menggunakan identitasnya untuk menguras harta orang lain atau apapun yang merugikan rakyat sipil. “Aku hanya sesekali menggunakannya demi kepentingan bersama, Lio. Jika saja tadi aku tidak melakukannya, kemungkinan aku masih akan terus berada di kemacetan jalan.”
Aku menatap Yuwen yang melakukan pembelaan diri. Usai meletakkan koper, kami berjalan menaiki anak tangga dan memasuki badan pesawat. Kursi penumpang dengan nomor 25 untukku dan 24 untuk Yuwen, kami lekas duduk.
“Aku tidak menyalahkanmu, selama tidak membuat orang lain sengsara atau kesusahan, maka kau bebas melakukannya.”
Yuwen mengangguk setuju, aku menatap ke bawah dari jendela kaca. Pesawat sudah mulai landas, dan ini adalah waktu yang terbaik untuk bisa tidur. Aku menatap Yuwen yang juga sudah mencari posisi terbaik untuk tidur.
Beberapa menit tertidur, aku terbangun karena mendengar ada suara berisik dari arah belakang. Beberapa pramugari juga berlarian ke belakang. Yuwen yang tertidur pulas bahkan sampai terbangun. Aku berdiri dan hendak menuju ke sana, tapi petugas lainnya lebih dulu menahan kami. Aku menunjukkan kartu identitasku dan mereka membiarkanku kesana. Yuwen ikut denganku.
Beberapa petugas sedang berusaha untuk menekan dàda sosok lelaki yang tergeletak di lantai pesawat. Lelaki ini? Aku tersadar jika sosok itu adalah sosok yang juga berbicara denganku di bandara. Meskipun sesaat saja, tapi aku jelas ingat dengan wajah berkarismanya. Aku menunduk, tidak lupa dengan sarung tanganku.
“Biarkan saya melihatnya lebih dulu, nona!”
Sosok pramugari yang terus berusaha untuk membantunya lekas berdiri, aku menekan nadinya, masih berjalan. Di mulutnya ada busa, aku menatap Yuwen yang ikut memeriksa. “Ini sepertinya adalah adalah serangan jantung. Apa ada dokter di pesawat ini? Lelaki ini harus segera di tolong!”Yuwen berteriak dengan keras.
“Saya, saya seorang dokter!” salah satu penumpang itu membuka suara, dan lekas menghampiri kami.
“Bisa lihat tanda pengenal, Anda?” seruku, menatap sosok lelaki paruh baya itu dengan menilai. Setelah dia memberikan tanda pengenalnya, aku dan Yuwen berdiri. Membiarkan dokter itu yang mulai memeriksa.
“Kamu benar, sepertinya dia memang memiliki penyakit serangan jantung. Tolong bantu aku sebentar nona!”
Pramugari itu lekas membantu dokter itu, aku dan Yuwen tetap berdiri dan menatap yang sedang mereka lakukan. Dokter itu menekan dàdanya kuat, lalu memasukkan beberapa cairan dari jarum suntik itu. Dokter itu juga menekan beberapa titik di bagian tubuhnya. Butuh beberapa jam untuk menyelesaikan hal itu, sampai tubuh lelaki tadi berhenti untuk mengeluarkan busa dari mulutnya. Para pramugari itu meletakkan pemuda tadi di atas karpet. Tidak beberapa lama, lelaki itu mulai tersadar. Melihat hal itu, aku dan Yuwen lekas kembali ke tempat duduk kami.
“Tunggu dulu anak muda, bisa ikut aku sebentar?”
Sebelum duduk, dokter yang tadi menolong itu menahan kami. Dia lebih dulu berjalan di depan kami, dan memasuki ruangan bisnis. Hanya ada dokter itu dan juga 2 orang lelaki lain yang tertidur. Kami memang tahu jika kelas bisnis itu akan semewah itu.
“Duduklah, tidak usah sungkan!” serunya
Aku duduk di kursi, tepat di depan orang tua itu. Jika melihat dari tanda pengenalnya, dia sepertinya seorang dokter ahli bagian dalam, dan sepertinya dia juga sudah sangat senior. Melihat dari tangannya dan raut wajahnya yang terus tenang. Lelaki paruh baya itu, menuangkan anggur merah dan memberinya pada kami.
“Silahkan diminum!”
Yuwen mengangguk, tidak meminumnya. Baguslah, Yuwen bisa menahan keinginannya.
“Jadi, aku hanya ingin berbincang dengan kalian untuk menghilangkan rasa kantukku. Sangat jarang bagiku melihat ada yang bisa mendiagnosa penyakit itu dengan cepat hanya dengan melihat. Biasanya mereka akan berpikir itu adalah rabies. Tapi kalian malah membuat diagnosa bahwa itu adalah penyakit jantung. Well, tebakan kalian benar-benar benar, apa kalian adalah mahasiswa kedokteran yang sedang berlibur?”
Kami—aku dan Yuwen—saling menatap, apa usia kami masih bisa dikatakan sebagai umur anak kuliahan? Aku bahkan sudah memasuki umur 27 tahun ini, usai yang sudah cukup matang untuk menikah. Hanya saja, aku tidak kepikiran untuk menikah dalam beberapa tahun ini.
Yuwen lebih dulu menggeleng, “Aku hanya pernah melihat kejadian yang sama sir, jadi—”
“Daniel, panggil aku begitu!”
“Ah ya, aku Yuwen dan ini temanku….”
“Emilio, biasa dipanggil Lio!”
Danie menatapku, lalu mengangguk “Lalu, kalian ini ada perlu apa?”
“Kami hanya berlibur saja, dan seperti tadi yang aku katakan. Kami tidak sengaja pernah melihat kejadian seperti itu, itu sebabnya kami menduga jika itu adalah penyakit yang sama. Sejujurnya, jika tidak ada Anda. Kami juga tidak berani mengambil tindakan, karena kami bukan ahli di bidangnya!”
“Hahaha!” Danie tertawa, “Sebuah pilihan yang bijak. Semoga hari liburan kalian diberi kesenangan nantinya.”
Begitulah, kami terus berbincang-bincang, hingga pesawat mendarat di pulau Cheung Chau. Percakapan kami pun berhenti di saat itu. Banyak hal yang aku juga dapatkan dari perbincangan bersama dengan Daniel. Dokter jenius yang mengabdikan dirinya di pulau terpencil juga.