BAB 5 - KAMU? CEWEK m***m!

2014 Kata
"Tolongin dong mas, selama ini aku yang jagain adik mas di Surabaya lho. Sampai aku nggak makan kalau dia belum makan, aku nggak minum kalau dia belum minum, aku nggak tidur kalau dia belum tidur, aku juga nggak mandi kalau dia belum mandi. Bantuin dong bilangin sama Viany kalau Randu nggak sengaja bikin dia ngambek, gitu mas. Aku mana bisa marahan sama dia pas keadaannya dia lagi mau dijodohin kan? Siapa yang bakalan dengerin Viany kalau lagi curhat, atau waktu Vi—" ucapan Randu dari telepon diputus oleh suara Galang yang sudah siap dengan memakai sorjan dengan bawahan jarik. Galang mendengus sebal, disaat urusan sedang ribet begini, Randu malah tidak lelah untuk menelepon dirinya. Bukan apa-apa, Galang hanya sedang sibuk mendandani dirinya sendiri hanya untuk acara yang katanya sangat penting karena memang merupakan agenda keluarga besarnya yang memang akan terus-menerus diadakan. Sudah begitu, Randu—sahabat kecil adik perempuannya itu, sudah merengek padanya lagi. Setiap kali ada masalah dengan Viany, Randu memang mengadu pada Galang atau Alfa untuk bicara pada sang adik. Kadang, Randu dan Viany sama-sama di Surabaya, tapi Randu mengadu pada Galang di Jogja hanya untuk bilang pada Viany jika dia salah. Menurutnya laki-laki itu memang pantas menjadi sahabat Viany karena keduanya memang sama-sama tidak waras. Teman sejak kecil membuat Galang dan keluarga mereka juga sangat mengenal Randu. Meski Randu bukan dari kalangan ningrat, tapi mereka semua sudah menganggap Randu sebagai keluarga. Galang kembali duduk di sofa ruang tamu untuk menghindari suara-suara keras di dalam. Ada yang sedang dandan dan ada juga yang siap-siap makanan serta memasang beberapa dekorasi yang belum dipasang. Memang seperti orang mau nikahan saja, meskipun dekorasi hanya berada di dalam rumah saja. "Hm, emangnya kamu ngomong apaan sama Viany? Nanti mas yang jelasin kalau kamu nggak sengaja bikin di ngambek," Galang hanya menempelkan teleponnya di telinga kanannya sambil melihat banyaknya orang yang berlalu-lalang di depannya. "Ya cuma bercandaan, mas. Intinya aku cuma bercanda sama dia, eh malah marah," ucap Randu lagi yang tidak mau bilang apa sebenarnya masalah keduanya. Sedangkan Galang mendengus sebal dengan tingkah kedua manusia yang saling bersahabat itu. "Kalau kamu nggak bilang kamu bercanda apaan sampai bikin Viany marah, mana bisa mas bantuin kamu," dengus Galang yang pagi-pagi sudah diuji kesabarannya. Randu diam sejenak lalu sedikit tertawa, "hm, ada pokoknya mas. Makanya bilangin gitu aja ya, Viany nggak ngangkat teleponku mas. Bantuin ya," rengeknya lagi seperti anak TK yang tidak dibelikan permen. "Awas ya kamu ngomong aneh-aneh sama Viany. Ya udah, di sini lagi ribet soalnya karena calon tunangan Viany bakalan datang. Nanti telepon lagi aja ya, Ndu." ucap Galang dengan senyum tipisnya. Lagipula dia juga sudah lelah mendengarkan curhatan Randu pagi-pagi. "Tapi mas aku kan bel—" Suara Randu terputus karena Galang sudah mematikan ponsel hitamnya dan beranjak ke arah Alfa yang masih sibuk memakai pakaiannya. Isi rumah memang menjadi berantakan karena semuanya sibuk berdandan ria karena katanya keluarga Joyodiningrat adalah keluarga ningrat yang sangat terhormat. Apalagi mereka memang memiliki darah militer yang kental, karena semuanya memang masuk dalam angkatan. Viany di dalam kamar hanya bisa memasang wajah datar. Sudah hampir dua jam dia di make up namun tidak kunjung selesai juga. Rambutnya juga sudah dipasangi sanggul Jawa dan diberikan aksen bunga-bunga yang memang harum. Viany mendengus karena kepalanya rasanya pegal, tubuhnya juga sudah panas karena memakai pakaian kebaya serta bawahan jarik dan make up-nya ditutup dengan memakai lipstik warna merah. "Duh, ayu tenan sampean, nduk. Bakalan enthuk bojo sek bagus iki. Mogo-mogo jodo yo nduk karo calone mengko," ucap ibu-ibu yang merias Viany. Sedang Viany hanya tersenyum kikuk padahal nanti akan ada keluarga dari calon suaminya yang katanya memang seorang laki-laki dengan profesi tentara angkatan darat. (Duh, cantik banget kamu, nak. Pasti dapat suami yang ganteng. Semoga jodoh sama calonnya nanti.) Viany menatap dirinya di cermin besar yang ada di dalam kamarnya itu, "cantik! Emang dari sananya udah cantik jadi ya gini." ucapnya dengan percaya diri. Namun pandangannya sudah beralih pada kedua mas-nya yang sudah berdiri di depan pintu sambil tertawa melihat ke arahnya. "Apa yang lucu?" ketus Viany pada Galang dan Alfa yang juga sudah memakai sorjan, jarik, dan juga blangkon. Di belakang juga sudah dimasukkan keris yang menjadi pelengkap dalam penampilan keduanya. Yang biasanya memakai pakaian di bandara atau berkemeja, keduanya sekarang nampak gagah dengan pakaian adat Jawa warna hitam. "Masa iya, cewek pethakilan kaya kamu dek, pakai kebaya yang harusnya identik sama cewek-cewek Jogja yang kalem dan anggun. Harusnya image pethakilanmu harusnya ilang, tapi kenapa kelihatannya sama aja ya," tawa Alfa pecah karena ucapan Galang yang mengejek adik mereka itu. Sedangkan Viany mendengus sebal, satu lemparan selopnya sudah mengenai tangan Galang yang tidak siap dengan serangan maut akibat emosi tingkat tinggi. Galang meringis kesakitan karena sendal khas Jawa itu dilempar Viany dengan santainya karena kesal, "dih, sakit tahu, dek. Kamu tega amat sih sama mas, Alfa kek yang di lempar. Malah masmu yang ganteng ini," ucap Galang yang mengambil selop milik Viany dan menaruh di depan adik perempuannya itu yang memasang wajah cemberut. Kedua laki-laki yang sangatlah Viany sayangi itu sudah duduk di atas ranjang sang adik. Mereka menatap Viany dari atas sampai bawah, tidak terasa jika adik kesayangan keduanya itu akan menikah duluan. Memang nasib jika mereka nikahnya belakangan karena menunggu jodoh yang tidak kunjung datang. "Btw, tadi Randu telepon mas pagi-pagi. Biasalah, pasti kalian ada masalah terus dia minta ke mas buat ngomong sama kamu. Kayanya dia beneran khawatir soal perjodohan kamu sama si X ini. Jadinya dia bilang ke mas kalau nyuruh kamu jangan ngambek lagi sama dia," ucap Galang pada Viany yang hanya diabaikan sang adik begitu saja. Sedangkan Alfa disampingnya hanya mengerutkan keningnya dengan beberapa ingatan soal percakapan antara Viany dengan Randu kemarin. "Oh, yang Randu bilang kalau kamu nggak balik ke Surabaya cepat-cepat, dia bakal hamilin anak orang itu ya? Terus kamu bilang jangan hamilin anak orang terus malah Randu bilang mau hamilin kamu aja gitu kan?" Viany mendelik dengan ucapan kakak keduanya yang sudah di dengar secara live oleh Galang yang duduk disampingnya. "APA? Kurang ajar si Randu, belum pernah dipatahin tangan apa kakinya dia. Berani banget mau melakukan perencanaan penghamilan anak orang. Dia kira bisa hamilin anak orang sebelum aku nikah apa. Tenang, biar mas telepon dia," ucap Galang yang buru-buru mencari ponselnya yang entah kemana. "Mas nggak usah, lagian cuma bercanda doang. Tahu sendiri Randu kan orangnya memang kaya gitu bentuknya," Viany heboh sendiri dengan kedua masnya yang berada di dalam kamarnya. Galang tetap mencari ponselnya yang tidak ada, "duh di mana sih HP mas? Kenapa juga kalau sorjan kaya gini nggak ada kantongnya. Mas harus kasih pelajaran sama dia. Fa, bantuin ambil HP di dalam sana," ucap Galang yang mencari ponselnya yang mungkin berada di saku celana boxer miliknya yang berada di balik jarik yang dia pakai. Alfa memegang jarik milik sang kakak sedangkan Galang juga sibuk menaikkan jariknya yang super ribet. Apalagi jika sampai wiru mereka rusak, bisa panjang urusannya. Apalagi membuat wiru tidak semudah membuat kenangan. Harus ada teknik khusus dan berapa lipatan yang harus dibuat. "Mas Alfa, ini gara-gara mas tahu nggak! Lagian Mas Galang udah nanti rusak jariknya, lagian udah tahu kalau pakai beginian nggak ada sakunya. Mas," ketus Viany yang membuat keduanya diam sejenak. Galang yang tidak jadi mengambil ponselnya di dalam saku dengan Alfa yang melepas tangannya dari jarik milik Galang. Baru Viany hendak bicara, suara yangkung membuat mereka semua saling berpandangan dalam diam, "ayo kabeh mudun, keluarga Joyodiningrat wis arep tekan. Viany dandane di benakke meneh. Sing liyane do mudun," Galang dan Alfa hanya berdada ria dengan Viany dan berjalan keluar meninggalkan adiknya di dalam kamar. Perias datang lagi dan membenarkan tatanan sanggul serta polesan make up-nya. (Ayo semua turun, keluarga Joyodiningrat sebentar lagi datang. Viany dandanannya di benarkan lagi. Lainnya langsung turun.) Raga menghela napasnya kasar, dia sudah seperti orang yang akan dipaksa menikah. Semua orang sibuk dengan persiapan datang ke rumah perempuan yang akan dijodohkan dengannya. Jalanan jauh lebih menarik daripada melihat dirinya sendiri yang sudah siap dengan balutan sorjan dan juga bawahan jarik. Jika biasanya dia tampil apa adanya saat sedang bertugas, sekarang dia malah di dandani seperti ini. Bagaikan orang yang jelas akan menikah dan membangun rumah tangga berdua. Dan sekarang, mereka semua dalam perjalanan untuk datang menemui keluarga perempuan itu. Menurut informasi yang dia dapat, perempuan yang sudah dipilihkan keluarganya adalah perempuan berumur dua puluh tahun yang masih kuliah jurusan farmasi. Katanya lagi, mereka pernah melihat perempuan itu waktu remaja, makanya mereka semua mantap untuk mengikat Raga dengan calonnya dalam ikatan suci pernikahan. Pak Surya—ayah dari Raga itu hanya bisa melirik ke arah sang anak yang duduk di tengah-tengah antara dirinya dan bu Rina—bunda dari Raga. Sejak menjelang acara ini, Raga tidak banyak bicara. Dia hanya ikut apa yang eyang kakungnya mau dan harapkan darinya. Mereka semua juga menganggap jika Raga sudah setuju dengan kemauan mereka. "Raga," suara ayahnya membuat Raga menoleh. Keduanya hanya saling menatap lalu membuat sang bunda juga penasaran dengan apa yang akan mereka katakan. Pak Surya menepuk bahu sang anak dengan pelan, "kamu tahu kan, Ga. Kalau orangtua hanya ingin yang terbaik untuk anak-anaknya. Kadang anak sering salah paham dan menganggap orangtua hanya percaya kepada pikiran mereka saja. Ga, ayah dan bunda tahu kamu sudah punya pacar. Kami juga tidak bilang jika pilihanmu itu buruk. Tapi kami percaya, jika calonmu ini jauh lebih baik dari pacarmu itu," ucap pak Surya yang hanya dilirik oleh Raga dengan wajah kesal. Dia tidak terima saja jika pacarnya dibilang seperti itu. "Apa menurut ayah mahasiswa farmasi yang belum jelas masa depannya lebih baik dari dokter yang sudah memiliki ijin untuk melakukan praktek di rumah sakit? Apa ayah tidak berat jika menikah dengan perempuan yang jauh lebih muda? Aku ini laki-laki dewasa dengan umur tiga puluh tahun, dan dia, masih perempuan manja umur dua puluhan. Apa iya, aku bakalan punya ibu persit semuda itu. Apa kata anak buahku nantinya? Apalagi aku ini komandan mereka," ucap Raga dengan sengit. Bu Rina hanya mengelus pundak Raga agar tidak terpancing emosi dan menyuruh suaminya untuk tetap diam saja meskipun mereka juga perlu melakukan pembahasan semacam ini di dalam mobil karena Raga lebih banyak diam di dalam kamar selama dia pulang. Kesannya tidak mau diganggu karena Raga memang belum siap dengan perjodohan seperti ini. Raga menghela napasnya kasar lalu melirik ke arah ayahnya yang terdiam, "maaf yah, Raga nggak sopan. Raga cuma nggak mau siapapun menjelekkan dia yang Raga cinta. Lagipula Raga nggak akan kabur dari semua ini. Raga akan tetap menikah dengan pilihan kalian yang katanya terbaik itu." ucap Raga dengan tegas. Beberapa saat kemudian, mobil mereka memasuki sebuah halaman luas yang dipenuhi dengan banyak pepohonan. Mereka semua turun dari mobil masing-masing dan berjalan ke arah pintu yang terbuka lebar. Di sana sudah ada beberapa orang yang tersenyum menunggu mereka semua datang. Mereka saling bersalaman, sedangkan Raga memasang senyuman palsu karena tidak mungkin dia mempermalukan keluarga besarnya. "Duh, bagus tenan! Tentara koyo ngene kabeh, wong wedok mesti milih dadi garwane yo, le." ucap yangti Viany pada Raga yang hanya ditanggapi dengan tersenyum. (Duh, ganteng banget! Tentara kaya begini, perempuan-perempuan bakalan milih jadi istrinya.) Semuanya masuk ke dalam rumah dengan dekorasi yang sangat mewah. Raga melihat ke arah rumah yang memang di desain dengan dinding kayu semuanya. Terlihat elegan dan juga luas. Matanya fokus ke arah jejeran bunga yang memang menambah kesan segar, Raga menjadi berpikir jika orang yang menghuni rumah ini adalah orang yang sangat menyukai bunga. Dia jadi semakin penasaran, seberapa cantiknya perempuan itu sampai orang-orang gencar mengunggulkan dirinya. Raga duduk disamping kedua orangtuanya, sedangkan yang lainnya berada di kursi yang ada di belakang karena dibuat formasi seperti melingkar untuk memudahkan mereka dalam bermusyawarah. Apalagi acara ini melibatkan dua keluarga untuk mengikat putra dan putri mereka dalam bahtera pernikahan. "Raga, ini kenalkan kakak-kakak Viany yang sebentar lagi akan menjadi calon kakak iparmu juga. Yang ini Galang, umurnya sama denganmu, dan yang ini Alfa, dua tahun lebih muda dari kamu. Sebenarnya kami bermaksud untuk membawa hubungan kalian ke tahap yang serius meskipun kalian belum pernah bertemu sebelumnya. Dan oleh karena itu, kamu dan Viany bisa mengenal lebih dalam lagi dengan pertemuan kalian hari ini," ucap yangkung dari Viany yang sudah duduk di kursi dengan menatap Raga. "Viany kesini nduk," ucap yangkung yang memanggil Viany yang masih berada di dalam kamar bersama dengan kedua orangtuanya. Perlahan Viany keluar dari dalam kamar yang membuat kedua bola mata Raga melotot dengan sempurna. Bahkan saat Viany sudah berada di depan matanya. "Kamu? Cewek m***m," ###
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN