The.Vi - 8

1486 Kata
KLING Text Message From Ayang Vivi "Gue di rumah,yang. Hari ini ga masuk sekolah, lagi males." Theo menenteng tasnya sembari menggigit roti dan berlari begitu saja. Aqila yang melihat tingkah anaknya hanya bisa menggelengkan kepala. Theo berlari menuju garasi mobilnya dan mengambil kunci mobil Lamborghini Veneno Roadster. "Untung aja gue belum telepon orang buat cari dia, " gumam Theo sembari mengemudikan mobilnya. Sampai dihalaman rumah Vivi, Theo berlari begitu saja dan masuk tanpa permisi. "Pagi, Mas Theo, " sapa asisten rumah. "Pagi, Vivi dimana? " tanya Theo. "Di kamarnya, Mas. " Theo langsung berlari menuju kamar Vivi yang berada dilantai dua. Tanpa mengetuk, Theo masuk dengan sedikit kasar. "Darimana aja? " tanya Theo. "Hmm, main! " jawab Vivi singkat. "Main kemana? Kenapa ga ada kabar? Buang aja tu ponsel kalo ga guna! " nada bicara Theo mulai terdengar emosi. "Apaan sih, yang! Masih pagi jangan ngajakin ribut deh, " ujar Vivi yang kini bangun dari posisi tidurnya. "Lo tau ga gimana khawatirnya gue? Hampir aja gue suruh orang buat nyariin lo!" "Iya, maaf. Hape gue lowbat, dan ga bawa charge kemarin," jelas Vivi. "Gue tanya lagi, lo habis dari mana?" "Gue habis nginep dirumah temen." "Temen siapa? Setahu gue lo cuma suka nginep dirumah Ami ato Shap," bantah Theo. "Terserah lo deh! Gue mau tidur!" Theo mendekati Vivi yang masih berbaring, cowok itu naik ke kasur dan menarik kaki Vivi sampai cewek itu memukul lengan Theo. "Ngapain? Gue mau tidur. " Theo mengabaikan kata-kata Vivi, cowok itu justru tersenyum dan mendekat ke wajah Vivi. "Gue kan mau hukum lo dulu, Yang." Vivi menggeleng keras, cewe itu segera bangkit, tapi keburu di tindih Theo. "Ihh, besok aja, gue ngantuk, Ayang!" "Enggak ada kata ngantuk, Yang!" Theo langsung saja menyerang bibir Vivi dengan ciuman panasnya. kedua tangan Vivi dipegang dan ditarik ke atas. Tanpa Vivi sadari kalau tangannya sekarang lagi diikat. " Ehm, " desahan Vivi tertahan ciumannya dengan Theo. 'Astaga, badan gue beneran remuk ini. Udah seharian ama Anjeli, sekarang diperkosa laki sendiri, bangke banget sih!' batin Vivi. Vivi yang hanya mengenakan bra dan dalaman, tentu semakin mempermudah Theo untuk menyerangnya. Cowok itu kini sudah menurunkan tangannya kebagian sensitif. Perlahan ia menggesek pintu kewanitaan milik Vivi, membuat cewek itu mendesah dan menggelinjang. "Ahh. " Theo menurunkan ciumannya dari bibir menuju leher jenjang cewek itu, dan berhenti pada bagian d**a. Kecupan-kecupan kecil ia berikan, dan tak lupa Theo selalu meninggalkan tanda kepemilikan. "Ehmm, yang. Buruan ... masukin aja, " desah Vivi. Cewek itu sudah tidak bisa menahan gairahnya lagi. Dengan foreplay yang dilakukan Theo, membuat Vivi semakin menggila. Theo kini mengulum p****g p******a Vivi, ia menyusu seperti bayi yang kehausan. "Akh! Jangan keras-keras disana," rintih Vivi. Theo tak peduli dengan desahan maupun rintihan kekasihnya. Ia terus menikmati tubuh Vivi setelah dua hari harus menahan gairahnya. Jarinya yang sejak tadi menggesek dan menekan k******s, kini berhasil masuk kedalam liang senggama Vivi. Jarinya mulai mengaduk didalam sana, dan sesekali Theo memperdalamnya. "Ahh, yang. Aku mau keluar, " rintih Vivi yang akan mendapatkan pelepasannya. Theo semakin mempercepat temponya. Bahkan kini ia sedikit menggigit p****g p******a Vivi. Jari Theo merasakan cairan hangat tengah keluar dari dalam sana. Cowok itu mengeluarkan jarinya dan menjilatnya tanpa rasa jijik. Tubuh Vivi sudah terlihat lemas, sayangnya Theo tidak mengijinkan sang kekasih beristirahat. Entah sejak kapan Theo sudah tidak mengenakan pakaian seragamnya. "Kenapa wajah lu jadi melas gitu sih?" tanya Theo yang terheran. "Gue capek, yang. Beneran deh, agak cepetan ya?" rayu Vivi. "Serah gue lah, kan ini hukuman buat lu!" "Cih!" Theo kembali menindih tubuh Vivi,lalu mengulum p****g payudaranya lagi. Kini  ia mulai menggesekkan kejantanannya pada bibir kewanitaan Vivi. Dan secara otomatis kaki Vivi melingkar pada pinggang Theo. Cowok itu melesatkan kejantanannya hingga masuk memenuhi liang senggama ceweknya. "Aaahh," desah keduanya. Theo menggerakkan pinggulnya, ia memompa tubuh kekasihnya dengan perlahan. Awalnya lidah Theo hanya menjilati bagian p****g, lalu perlahan ia mengulumnya dengan lembut. "Ehmm, yang. Ahhh ... terus lebih dalam," desahan Vivi semakin menggila. Bukan hukuman namanya jika Vivi mendesah penuh kenikmatan. Theo mencabut kejantanannya, membuat Vivi berdecak. Theo beranjak dari ranjang, cowok itu mengambil sesuatu dari dalam tasnya. "Yang, kok pake mainan itu sih! Gue ga mau ya!" protes Vivi. "Kenapa? Kan enak dua-duanya kemasukan," ujar Theo sembari terkekeh mendengar ucapan Vivi. Ya, Theo mengeluarkan dildo yang baru saja ia dapatkan dari penjual online. Theo berjalan mendekati kekasihnya. Vivi nampak pucat melihat alat yang akan Theo gunakan. "Ga boleh protes!" ucap Theo. Cowok itu kembali naik keatas ranjang berukuran king size. Theo menaikkan kaki Vivi keatas bahunya, lalu melesatkan kejantanannya lagi kedalam pusat gairah ceweknya. Pinggulnya bergerak memompa tubuh cewek itu lagi dan lagi. "Ssttt aahh, yang ... yeah, terus, "desah Vivi. Vivi memejamkan matanya, merasakan liang kewanitaannya yang penuh karena kejantanan milik Theo. Gesekan yang terjadi didalam liang itu begitu nikmat dan membuatnya tak ingin berhenti. " Yang, aku mau keluar ... aaahhh, " Vivi sudah mendapatkan pelepasannya yang kedua kali. Theo mengeluarkan kejantanannya, lalu membalikkan tubuh Vivi hingga sedikit menungging. Sebelumnya, cowok itu sudah melepaskan ikatan di tangan Vivi. Theo memasukkan dildo yang ia bawa kedalam liang senggama milik Vivi. Dildo itu bergerak menggunakan baterai didalamnya, dan ada tombol on-off pada bagian luar. "Akkh! " pekik Vivi. Melihat kekasihnya menikmati alat yang ia masukkan, senyumnya kini mengembang. Perlahan Theo memasukkan kejantanannya pada liang lainnya. Vivi membulatkan matanya, tangannya mencengkeram badan ranjang menahan sakit. "Aargh! Sakit b**o! Yang, lepasin, akh! " ujar Vivi dengan suara lantang. "Tahan, ayang. Bukan hukuman namanya kalo lu keenakan gitu. " "Bangke, akh! " "Nah kan mulai, mulutnya minta di setting nih. " Theo menggerakkan pinggulnya perlahan. Miliknya terasa terjepit didalam liang itu. Desahan penuh kenikmatan keluar dari mulut Theo. Sayangnya tidak dengan cewek berambut cokelat itu. Bukannya menikmati, Vivi hanya bisa menahan sakit dan sesekali merintih. Air matanya sudah berada diujung dan siap jatuh kapan saja. Peluh membasahi tubuh keduanya. Meski ruangan itu bersuhu rendah, tetapi tetap saja tidak bisa mendinginkan persetubuhan panas yang tengah terjadi disana. Merasa cukup dengan hukuman itu, Theo menghentikan aksinya. Ia mengeluarkan kejantanannya dan juga alat bantu s*x dari liang gairah Vivi. Tubuh cewek itu tersungkur dan lemas. "Udah, yang. Gue lemes ini, " rintih Vivi dengn napas yang terengah-engah. Theo membalikkan tubuh Vivi hingga terlentang. Cowok itu kembali memasukkan kejantanannya, ia memompa tubuh kekasihnya dengan tempo cepat. Tubuhnya mulai menegang, tak lama kemudian cairan putih kentalnya keluar didalam rahim Vivi. *** Vivi baru saja terbangun, ia merasa berat pada bagian perutnya. Tentu saja karena Theo yang sedang berada disampingnya, memeluk tubuh tanpa kain itu dengan erat. "Yang, bangun, " rengek Vivi. "Hmm?" "Anterin kekamar mandi, mandiin sekalian! " "Iya, " sembari memfokuskan pandangannya. Theo meregangkan tubuhnya, lalu beranjak dari ranjang. Ia menggendong Vivi menuju kamar mandi. Perlu diketahui, Theo pun masih dalam keadaan tanpa sehelai benang. Saat didalam kamar mandi, Theo membersihkan tubuh seksi Vivi dengan penuh kesabaran. Pasalnya, cewek itu mengomel karena rasa sakit pada bagian bawahnya. Sesekali, Theo yang selalu jahil membuat Vivi mendesah dengan sentuhan pada area sensitifnya. Dan tepat saat itu juga Vivi selalu memukul Theo dengan keras. "Gue minta dibikinin mansion nih kalo masih nakal! " ujar Vivi yang kesal. Theo terkekeh, cowok itu melanjutkan kegiatannya dengan benar. Setelah dua puluh menit, Theo mengeringkan tubuh Vivi juga tubuhnya dengan handuk. Lalu memakaikan kimono pada Vivi. Sedangkan dirinya hanya mengenakan handuk yang menutupi tubuh bagian bawahnya saja. Theo kembali menggendong Vivi menuju walk in closet. Ia memilah pakaian untuk dikenakan. Vivi memilih setelan dalaman berwarna biru, lalu kaos tipis dan hotpants. Sedangkan Theo memilih mengenakan kaos, dan celana pendek. Setelah berpakaian lengkap, Vivi ingin makan sesuatu diluar. "Ke McD, yang! Laper ... buruan, " rengek Vivi. "Iya, iya! " Vivi mengenakan sandal biasa, dan membawa tas LV mini berisi ponsel dan dompet. Tak jauh beda dengan Vivi, Theo mengenakan sandal, dan memilih memasukkan ponsel dan dompetnya kedalam saku celananya. "Gendong! " "Manja banget sih, " celetuk Theo. "Gara-gara lo juga kan, gue jadi ga bisa jalan dengan nyaman, " protes Vivi. "Besok diulangin lagi ya, yang? Acara hilang menghilangnya, biar hukumannya lebih enak lagi, " ujar Theo. "Kan ga sengaja, yang. " "Mau sengaja ato ga, lo udah bikin gue khawatir setengah mati. " "Iya, iya. Maaf! " Theo dan Vivi sudah masuk kedalam mobil. Cowok itu dengan segera mengemudikan mobilnya menuju restoran fast food terdekat. "Tumben pake yang ini, biasanya pake yang BMW, " ujar Vivi. "Tadi pas ngambil kunci buru-buru. Kenapa? " "Gapapa, ayang. Kebagusan tau! " "Hmmm. " Sampai di restoran fast food, Theo memarkirkan mobilnya, ia turun terlebih dahulu lalu membantu kekasihnya. Mereka berjalan masuk kedalam restoran fast food itu. Sampai didalam, Vivi memesan makanan untuknya juga Theo. Setelah membayar dan makanan telah siap, tugas Theo membawanya menuju meja favorit Vivi disamping jendela. Mereka duduk berseberangan. Tak lama kemudian terdengar dering ponsel Theo. Cowok itu mengeluarkan ponselnya dari dalam saku celana lalu menekan layarnya. KLING Grup GAS : Opik : Cewek lo udah balik belom? Anda : Udah, ni lagi makan di fast food. Opik : Sukur deh. Read. "Siapa? " tanya Vivi sembari menyuapkan kentang kemulut Theo. "Opik nanyain lu, " jawab Theo. "Ha? Tumben? " "Opik nawarin buat pake detektifnya buat nyariin lu, yang. " "Owh. " Keduanya kini menikmati makanan yang tersedia diatas meja. Dua cheese burger, satu french fries jumbo, dua gelas large minuman bersoda. Setelah selesai, Vivi mengajak Theo untuk berbelanja ke mall. Ya begitulah, jika cewek satu ini dibuat kesal. Ia akan menghabiskan hingga milyaran uang untuk membeli segala sesuatu yang diinginkan. Theo hanya mengiyakan keinginan kekasihnya. Karena ia sendiri sudah tau konsekuensi jika membuat ceweknya kesal atau marah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN