Bab. 6

864 Kata
Runna berkedip karena terkejut, pegangannya pada ember s**u hampir terlepas saat ia berputar untuk menghadapi temannya. Senyum perlahan mengembang di wajahnya, mencerminkan kegembiraan yang tampak jelas dalam ekspresi Liana. "Apa? Sudah datang? Itu berita yang bagus, Liana!" serunya, menyingkirkan ember dan menyeka tangannya dengan celemeknya. Dia berdiri, menyingkirkan sejumput rambut yang jatuh dari wajahnya dengan punggung tangannya. "Aku hampir tidak percaya dia benar-benar datang." Mata Runna berbinar karena rasa ingin tahu dan sedikit rasa kagum. "Katakan padaku, seperti apa dia? Apakah dia seglamor yang kau gambarkan?" Liana menggenggam kedua tangannya dengan gembira, hampir melompat-lompat di atas jari kakinya saat dia menatap Runna dengan mata memohon. "Oh, Runna, aku tidak akan mengatakan nya sekarang, kamu harus datang menemuinya sendiri! Aku bersikeras agar kamu menginap di rumahku malam ini," katanya dengan penuh semangat. "Bayangkan betapa menyenangkannya kita, begadang bertukar cerita dan mengenal sepupuku yang luar biasa!" Liana merangkul lengan Runna, sambil memberi semangat. "Tolong katakan kamu akan datang. Aku tahu kalian berdua akan sangat akrab, dan aku ingin berbagi pengalaman ini dengan sahabatku!" Ekspresinya melembut, sedikit kerentanan terlihat dari penampilannya yang ceria. "Lagipula, kehadiranmu di sana akan sangat berarti bagiku." Wajah Runna berseri-seri dengan senyum lembut, matanya berbinar-binar karena kegembiraan dan antisipasi atas undangan Liana yang antusias. Dia mengangguk penuh semangat, tawa gembira keluar dari bibirnya. "Ya, ya, tentu saja aku akan datang! Aku tidak akan melewatkan kesempatan ini," katanya, sambil meremas lengan Liana sebagai balasan. Prospek bertemu seseorang dari kota besar, merasakan sekilas dunia yang berbeda, membuat Runna merasakan kegembiraan yang sudah lama tidak dirasakannya. Dan kesempatan untuk menghabiskan malam dengan tertawa dan mengobrol dengan sahabatnya, berbagi kegembiraan atas kunjungan yang tak terduga ini, hanya mempermanis suasana. Dengan obrolan terakhir dan janji untuk kembali menyambut Runna malam itu, "Sampai jumpa malam ini, Runna!" serunya dari balik bahunya, melambai dengan antusias saat dia keluar dari gudang dan menyusuri jalan menuju rumah pertanian keluarganya sendiri. Ditinggal sendirian dengan pikirannya sekali lagi, Runna kembali menatap sapi yang sabar itu, senyum lembut mengembang di bibirnya saat ia melanjutkan memerah susunya. Pikirannya dipenuhi dengan kemungkinan dan fantasi tentang sepupu kota misterius ini, keajaiban dan kisah apa yang mungkin ia bawa, perspektif segar apa yang dapat ia tawarkan. Itu seperti pintu yang terbuka menuju dunia baru, dan Runna tidak sabar untuk mengintipnya. Saat matahari mulai terbenam dengan malas, mewarnai langit dengan warna jingga dan merah muda yang cerah, Runna menyelesaikan tugas hariannya dengan langkah ringan dan kegembiraan yang meluap-luap. Ia menyeka tangannya dengan celemeknya sekali lagi sebelum kembali ke dalam pondok rumah. Mendapati ibunya di dapur, sedang menguleni adonan untuk roti, Runna menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan sarafnya. Meskipun dia tahu ibunya kemungkinan akan mengabulkan permintaannya, meminta izin untuk bermalam di luar rumah tetap terasa penting. "Ibu," dia mulai dengan ragu-ragu, sambil memainkan ujung celemeknya, "Aku... Aku ingin bertanya apakah tidak apa-apa jika aku tidur di rumah Liana malam ini. Sepupunya yang dari kota sudah tiba tadi pagi, dan Liana sangat senang karena aku akan bertemu dengannya." Ibunya berhenti sejenak dalam memijat, lalu menoleh ke arah putrinya dengan senyum hangat dan penuh pengertian. Ia membersihkan tangannya yang bertepung di celemeknya sendiri sebelum mengulurkan tangan untuk menggenggam pipi Runna dengan penuh kasih sayang. "Tentu saja, sayangku. Aku mengizinkan mu," katanya lembut, matanya berbinar penuh pengertian dan sedikit rasa rindu. "Ibu ingat, saat ibu seusia mu, ingin menjalin hubungan baru dan memperluas pengalaman. Wajar saja kalau kamu ingin menyambut tamu ini dan menghabiskan waktu dengan sahabatmu tersayang." Dia menepuk hidung Runna dengan jenaka, meniru gerakan yang sering ia lakukan kepada Liam. "Berjanjilah padaku kalian akan berperilaku baik dan tidak begadang untuk bergosip, hmm? Dan sampaikan salamku kepada orangtua Liana." Runna tersenyum lebar pada ibunya, rasa lega dan syukur mengalir dalam dirinya secara seimbang. Dia bersandar pada sentuhan lembut itu, memperoleh kekuatan dari kehangatan telapak tangan ibunya yang familiar di kulitnya. "Terima kasih, Ibu. Sungguh. Aku berjanji akan berperilaku sebaik-baiknya dirumah orang lain," dia bersumpah dengan sungguh-sungguh, meletakkan tangannya di dadanya sebagai janji palsu. Senyum nakal tersungging di sudut mulutnya saat dia menambahkan dengan bisikan, "Tapi aku tidak berjanji soal bagian bergosip. Ibu tahu bagaimana Liana saat dia bersemangat!" Runna mengedipkan mata dengan jenaka, kegugupannya sebelumnya mencair saat ibunya menerimanya dengan mudah dan menggodanya dengan baik. Setelah mendapat izin dari ibunya dan hati yang riang penuh harap, Runna bergegas ke kamar mandi untuk menyegarkan diri. Ia segera menanggalkan pakaian kerjanya, kainnya masih beraroma jerami dan ternak, dan melangkah ke bak timah yang dangkal. Dengan menggunakan kendi dan baskom, ia menuangkan air dingin dan bening ke sekujur tubuhnya, menikmati sensasi menyegarkan di kulitnya yang hangat karena sinar matahari. Ia menggosok wajah dan tangannya dengan saksama, menikmati percikan air dingin di kulitnya. Menyisir rambut panjangnya yang berwarna cokelat kemerahan, ia merapikan kekusutan hingga jatuh bergelombang halus di punggungnya. Saat ia mengeringkan diri dan melilitkan sehelai kain linen kasar di tubuhnya, pikiran Runna berpacu dengan berbagai kemungkinan untuk malam itu. Runna menyelinap ke kamar tidurnya, mencari-cari di lemari pakaiannya yang terbatas untuk sesuatu yang cocok untuk dikenakan. Ia akhirnya memutuskan untuk mengenakan pakaian terbaiknya di hari Minggu, gaun sederhana namun cantik dengan warna lavender lembut yang menonjolkan rona merah di pipinya. Kainnya berdesir lembut saat ia menyelipkannya di atas kepalanya, roknya jatuh dengan rapi hingga ke betisnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN