Bab. 5

609 Kata
Perhatian Runna beralih ke ibunya, sebuah kesadaran tiba-tiba muncul di benaknya saat ia melihat sudut sinar matahari yang masuk melalui jendela. Hari telah berlalu lebih cepat dari yang ia sadari, ia disibukkan oleh kejadian di sungai dan kenyamanan keluarga. "Rasanya baru saja aku bertemu Liana di tepi sungai, dan sekarang matahari sudah mulai terbenam," renungnya keras, nada melankolis merayapi suaranya. "Waktu punya cara yang lucu untuk menyelinap di antara jari-jari kita kan, bu? rasanya seperti satu menit kita muda dan riang seperti Liam, dan menit berikutnya kita harus kembali menghadapi tantangan untuk tumbuh dewasa." Ibu Runna berhenti sejenak dalam santapannya, ekspresinya melembut karena pengertian saat ia bertemu pandang dengan putrinya. Ia mengulurkan tangan ke seberang meja untuk menutupi tangan Runna dengan tangannya sendiri, meremasnya dengan lembut dan meyakinkan. "Ya, benar, sayang. Waktu terus berjalan, entah kita siap atau tidak," ia setuju dengan sungguh-sungguh, matanya menyimpan kedalaman kebijaksanaan yang lahir dari tahun-tahun hidup dan cinta. "Namun ingatlah! setiap tahap kehidupan membawa suka dan dukanya sendiri, pelajarannya sendiri untuk dipelajari. Yang terpenting adalah bagaimana kita memilih untuk menghadapi perubahan, dan siapa yang ada di sisi kita selama proses tersebut." Ia tersenyum hangat, yang dimaksudkan untuk kedua anaknya dalam tatapan lembut. Sambil mengangguk penuh perhatian pada kata-kata bijak ibunya, Runna menyelesaikan makannya dalam keheningan yang penuh perenungan, rasa sup yang kaya itu seakan melekat di lidahnya seperti pengingat akan kesenangan sederhana dalam hidup. Saat sinar matahari terbenam terakhir mewarnai cakrawala dengan semburat jingga dan merah muda yang cerah, ia bangkit dari meja, menumpuk mangkuk dan peralatannya yang kosong untuk membantu membersihkan. Setelah piring-piring dicuci dan disimpan, Runna mengambil ember kayu usang dari pengaitnya di dekat pintu. Ini adalah tugas yang tidak pernah ia lewatkan, tidak peduli seberapa berat hatinya, mengurus kebun sayur keluarga yang sederhana adalah ritual yang menghubungkannya dengan bumi dan siklus pertumbuhan dan pembaruan. Melangkah keluar ke udara sore yang sejuk, Runna berjalan menuju sebidang tanah kecil di belakang rumah mereka, yang dimana tanaman itu tumbuh subur. Tanahnya berbau harum dan lempung, masih hangat karena terik matahari. Dia berlutut di samping deretan tanaman selada terdekat, daun-daunnya yang halus berkilauan dengan embun di bawah cahaya bulan yang terbit. Secara metodis, Runna mulai menyirami setiap tanaman, air sumur yang jernih dan dingin meresap ke tanah yang haus. Pekerjaan itu repetitif, tetapi ada kualitas meditatif tertentu di dalamnya, suara air yang berirama, gemerisik lembut dedaunan ditiup angin, tindakan sederhana untuk memelihara kehidupan baru. Saat tetes-tetes air terakhir dibagikan ke tanaman-tanaman yang bersemangat, Runna perlahan-lahan menegakkan tubuh, meregangkan punggungnya yang kaku karena berlutut dalam waktu lama. Ia meluangkan waktu sejenak untuk mengamati hasil karyanya, rasa kepuasan yang tenang menyelimuti dirinya saat ia memperhatikan daun-daun hijau yang segar dan bagaimana air menempel pada daun-daun itu seperti permata-permata kecil. Berbalik ke arah pondok rumah, Runna berjalan melintasi halaman yang disinari senja, jalan berkerikil berderak lembut di bawah kakinya. Saat mendekati pintu belakang, ia dapat melihat cahaya hangat lampu yang keluar dari jendela, sebuah tanda kenyamanan dan rasa memiliki. ...... Seminggu telah berlalu sejak hari penuh peristiwa yang dialami Runna di tepi sungai bersama Liana. Matahari telah terbit dan terbenam berkali-kali, setiap hari menghadirkan rutinitas dan momen-momen kecil kebersamaan dengan orang-orang yang dicintainya. Pada pagi itu, Runna mendapati dirinya sibuk dengan tugas lamanya memerah s**u sapi perah milik keluarga mereka, gerakan tangannya yang berirama dan suara lenguhan lembut hewan itu menjadi latar belakang yang menenangkan pikirannya. Tersesat dalam dunianya sendiri, Runna sedikit tersentak ketika suara napasnya yang terengah-engah memecah udara pagi. "Runna! Oh, Runna, kamu tak akan percaya!" Liana menyerbu ke dalam lumbung, matanya berbinar-binar karena kegembiraan yang nyaris tak terbendung. "Sepupuku dari kota, yang kuceritakan padamu? Dia ada di sini! Dia baru saja tiba pagi ini!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN