11

1102 Kata
Kevin sedang memojokkan tubuh Ayano ke dinding parkiran. Ayano tidak bisa kabur. Mereka tidak bisa menghindari untuk saling bertatapan. “Ke-Kevin, kamu mau apa?” Ayano sedikit ketakutan. “Ayano, jadilah pacarku.” Kevin menatap serius pada Ayano, mengutarakan hasratnya yang sudah terpendam lama. “Ma-maaf, saya tidak bisa. Saya sudah bilang, saya datang ke sini untuk belajar, bukan untuk pacaran. Saya tidak bisa pacaran sama Kevin.” Ayano memalingkan pandangan. “Kita bisa belajar sambil pacaran. Kalau kita pacaran, tidak akan ada yang mengganggu hubungan kita lagi. Kita bisa menggunakan waktu kencan kita untuk belajar. Belajar berdua lebih baik daripada belajar sendirian, kan?” Kevin mengeluarkan argumen memaksanya. Dalam posisi ini, gadis biasa sudah pasti akan luluh dan segera mengiyakan ajakan dari Kevin. Selain tampan, kaya, dan pintar, Kevin memang sangat perhatian. Sama sekali tidak ada kekurangan. Hanya saja, dia tipe lelaki yang pemaksa. “Ma-maaf! Saya tidak bisa!” Ayano menjawab sekali lagi. “Ayolah, Ayano! Kita coba dulu satu minggu! Jika kau merasa tidak nyaman kita bisa langsung putus.” Kevin tidak ingin menyerah begitu saja. “Tidak, saya tidak mau. Saya tidak mau berpacaran dengan orang yang tidak saya sukai.” Kali ini Ayano menjawab dengan terang-terangan. Kevin menghela napas, masih dalam posisi memojokkan Ayano ke dinding parkiran. Helaan napasnya mengenai leher Ayano, membuat dirinya bergidik. “Ayano, kau pernah berciuman?” tanya Kevin sambil menaruh telunjuknya di bibir Ayano. Ayano menggeleng. “Kalau begitu….” Kevin mengenggam wajah Ayano dengan tangan kirinya, kemudian mengarahkan bibirnya pada bibir gadis asal Jepang itu. Ayano hendak menghindar, namun cengkraman lelaki di depannya terlalu kuat. Ayano tidak bisa melawan. “Ayano!!!” Teriakan yang keras itu menghentikan niat Kevin untuk mencium bibirnya. Dia paling tidak suka diganggu. Mood-nya untuk mencium bibir Ayano seketika hilang. Dia melepaskan tubuh Ayano dan berbalik ke belakang untuk melihat siapa yang sedang berteriak ke arah mereka. “Lu ngapain di sini… Saga?” Kevin geleng-geleng kepala. “Lu yang ngapain! Lihat, Ayano ketakutan! Menjauh lu dari dia!” Saga menarik tubuh Kevin, menjauhkannya dari Ayano. Cengkraman Saga cukup kuat, membuat pergelangan tangan Kevin terasa sakit. “Ayano baik-baik aja?” Ayano mengangguk. Saga tahu, dilihat dari raut wajahnya, Ayano saat ini sedang ketakutan. Hebat dia bisa menahan diri untuk tidak menangis. Saga lantas menatap ke arah Kevin. “Kevin, cukup, jangan menggoda Ayano lagi.” “Emangnya lu siapanya Ayano? Berhak ya ngelarang-ngelarang gua?” “Gua temennya Ayano!” Saga menjawab dengan jelas. “Gua juga temennya, kok.” Kevin menyeringai. “Temen macam apa yang nyakitin temennya sendiri?!” Kevin tidak bisa membalas perkataannya. “Y-ya, terserah gua dong.” “Pokoknya berhenti gangguin Ayano.” Saga menatap tajam padanya. Ini adalah kasus terburuk yang paling tidak suka dihadapi oleh Kevin. Selain tidak suka diganggu, Kevin juga tidak suka punya saingan. Karena itu, dia memutuskan untuk menyerah mengejar Ayano. “Oke, baiklah, gua akan berhenti gangguin Ayano. Ayano emang bukan gadis yang normal. Sulit buat naklukin dia.” Kevin menghela napas berat. Tak lama kemudian, dia berjalan mendekati Saga dan Ayano. Dia membungkukkan kepala di hadapan mereka berdua. “Ayano, maaf telah mengganggumu selama ini. Aku berjanji, setelah ini aku tidak akan merayumu lagi. Tolong maafkan aku, dan jangan bilang ini pada teman-teman sekelas.” Kevin meminta maaf dengan tulus. Saga menatap Ayano, melihat bagaimana reaksi dia atas permintaan maaf yang dilemparkan oleh Kevin. “Iya, tidak apa-apa saya maafin.” Ayano memaksakan senyum. “Terima kasih.” Kevin juga tersenyum. Saga bernapas lega. Dia pikir dia harus baku hantam di parkiran ini untuk menghentikan Kevin yang sangat pemaksa. Kevin lalu menepuk pundak Saga. “Tenang, lu gak usah khawatir, gua gak bakal nyakitin Ayano lagi. Kalo udah bilang janji, gua gak akan pernah melanggarnya. Gue cabut dulu, ya. Tolong anterin Ayano pulang.” Kevin bergegas menaiki mobilnya, namun Saga segera menahannya. “Kalau boleh tau. Kenapa lu ngincer Ayano? Apa yang lu suka darinya?” Kevin tersenyum. “Lu masih nanya, ya? Tentu saja karena dia cantik dan baik. Lu yang ketemu Ayano duluan harusnya lebih paham dibanding gua.” Saga terdiam sejenak sebelum akhirnya menjawab. “Oh, begitu.” Kevin sebenarnya ingin menanyakan apakah Saga menyukai Ayano? Tapi dia tidak tertarik dengan hubungan cinta orang lain, karena itu dia berniat untuk langsung pulang saja. “Ayano, Saga, aku pulang dulu.” Kevin menaikan kaca mobilnya. Ayano dan Saga hanya mengangguk. Begitu mobil Kevin melaju meninggalkan parkiran, Ayano segera mengucap terima kasih pada Saga. “Terima kasih sudah menyelamatkan saya, Saga.” Ayano membungkukkan kepalanya. Ditilik dari perkataannya, Ayano sepertinya memang sedang diserang oleh Kevin. Saga bersyukur bisa datang tepat waktu setelah Jenni memanggilnya untuk datang kemari. “Iya, sama-sama. Ayo kita pulang.” Saga mengajak Ayano berjalan kaki. Malam ini cukup cerah dikarenakan langit yang penuh dengan bintang. Bulan juga bersinar dengan terangnya, menemani sepasang insan itu yang sedang berjalan kaki di sepanjang parkiran. “Saga, kenapa tadi bisa ada di sana?” tanya Ayano, penasaran. “Ah, aku juga baru selesai karaokean di sana, hahaha.” Saga tidak berani menjawab bahwa dia dihubungi oleh Jenni, karena takut Ayano berhutang budi. “Wah, Saga karokean sama siapa?” “Se-sendirian….” Ayano terkikik. “Hebat. Baru kali ini saya lihat ada yang pergi karokean sendirian. Kalau saya sudah pasti akan malu.” Saga bersyukur Ayano sudah kembali seperti semula, tidak terlihat ketakutan lagi. “Y-ya, mau gimana lagi, gak ada teman yang bisa diajak soalnya, hahaha.” Ayano berdehem, wajahnya agak sedikit memerah. “Ka-kalau mau pergi lagi, coba ajak saya.” Wajah Saga juga memerah. “I-iya, lain kali aku ajak Ayano. Sama Jenni, sama Asep dan Sisil juga, ahahaha.” Padahal maksud Ayano hanya berduaan saja, tapi jawaban itu jauh lebih membuat dirinya senang. Ayano tersenyum sumringah. “Iya!” Begitu keluar dari parkiran, Saga langsung bersiap mencarikan taksi untuk Ayano. Dia berdiri di ujung jalan untuk melambaikan tangan pada taksi yang melintas di jalan. “Saga!” Ayano menepuk belakang pundaknya. “Ya?” Saga menoleh. “Kamu, ada waktu gak?” “Iya, ada. Kenapa memangnya?” Ayano menatap toko buku yang berada di sebrang jalan. “Ke toko buku sebentar, yuk. Saya ada buku yang ingin dibeli.” Dengan cepat Saga menjawab. “Ayo.” Saga tidak jadi mencarikan taksi untuk Ayano. Mereka berdua kini berjalan melewati jembatan layang untuk sampai di sebrang. Saga dan Ayano pergi ke toko buku bersama-sama. Ini pertama kalinya Saga pergi ke toko buku. Seumur hidupnya dia belum pernah datang ke sini karena sama sekali tidak tertarik pada buku. Malam ini dia mungkin akan mencoba membeli sesuatu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN