Seperti yang sudah dijanjikan, hari ini Asep akan memperkenalkan Argi pada Ranti sekaligus memintanya untuk menjadi pacar pura-puranya. Entah mengapa Argi merasa gugup, padahal biasanya dia selalu percaya diri saat berhadapan dengan seorang perempuan.
“Kita tunggu di sini bentar, aku udah manggil Ranti buat datang ke sini,” ucap Asep pada Saga dan Argi yang sedang duduk bersebelahan di depan laboratorium fisiologi.
“Emangnya dia bakal dateng ke sini? Dia kan benci laki-laki beneran.” Argi terlihat khawatir.
“Tenang aja, dia bakal datang. Gua udah jelasin semuanya sama dia, lu tenang aja.”
“Oke deh.”
Tak selang seberapa lama, seorang gadis berambut pendek dengan jepit rambut berwarna merah berjalan menghampiri mereka. Gaya rambutnya mirip Sisil, tapi ekspresi wajahnya mirip Tiara yang agak-agak jutek. Dilihat dari wajahnya saja Argi tahu gadis ini bukan tipe yang mudah ditaklukan oleh laki-laki.
Saat tiba, Ranti menatap wajah mereka satu persatu. Ekspresinya tidak berubah, tidak memancarkan kehangatan sama sekali, tatapannya malah seperti badai salju yang sedang berkecamuk.
Setelah itu, Ranti duduk di sebelah Asep. Argi dan Saga melihat banyak gantungan kunci berbentuk karakter anime laki-laki yang menggantung di tasnya. Tidak salah lagi, Ranti memang seorang pecinta anime kelas berat.
“Jadi mana yang namanya Argi?” tanya Ranti pada Asep.
Argi terkaget, rupanya Ranti benar-benar tidak tahu dirinya yang mana. Padahal biasanya para mahasiswi sering menyapanya meski Argi tidak tahu siapa mahasiswi tersebut.
“Ini, yang duduk sebelah kanan.” Asep menunjuknya.
Ranti segera menatap wajah Argi sekali lagi, seolah sedang menilai kepribadian seseorang hanya dilihat dari wajahnya.
“Bagus, dia bukan orang m***m,” komen Ranti.
Argi terkaget. “Tau dari mana?!”
“Gua bisa tahu sifat asli laki-laki hanya lihat dari wajahnya aja. Ini kemampuan khusus yang gua miliki sejak lahir.” Ranti berujar dengan percaya diri.
“Kalau gua gimana?” Saga menunjuk dirinya sendiri.
Dengan cepat, Ranti menjawab. “Lu sangat m***m, sering nonton film dewasa, tapi sekalipun gak pernah nyentuh cewek meski punya banyak kesempatan.”
Seperti Argi, Saga juga terkaget. “Kok, kok bisa tau sih. Yang lu katain itu bener banget!”
Saga bingung ingin marah atau berterima kasih, yang pasti dia takjub dengan apa yang dikatakan oleh Ranti.
“Gua udah bilang, gua ini punya kemampuan khusus.” Ranti tersenyum dengan percaya diri lagi.
Setelah selesai dengan percakapan pembuka, Argi langsung mengutarakan niatnya secara langsung. Dia benar-benar gugup untuk bicara pada Ranti. Padahal biasanya dalam strata sosial, orang-orang seperti Argi yang populer seharusnya lebih superior ketimbang Ranti yang punya sedikit kelainan.
“Jadi, lu mau gak jadi pacar pura-pura gua?”
“Sampe kapan?”
Argi berpikir sejenak. “Sampe gua bilang udah cukup, atau paling lama sampai gua lulus aja deh. Gimana?”
“Boleh, tapi ada syaratnya.”
“Apa itu?” tanya Argi.
“Lu harus temenin gua ke event-event anime setiap bulannya.”
“Itu aja?”
“Ah, satu lagi. Lu gak boleh nyentuh-nyentuh gua, kontak fisik dilarang kecuali kalau emang harus dilakukan. Kalau lu sampai macem-macem, gua bakal bilang ke semua orang kita hanya pura-pura pacaran. Paham?”
Argi mengangguk. “Oke, gua paham. Jadi, mengenai bayarannya lu mau berapa?”
“Gak usah,” jawab Ranti.
Argi, Saga, dan Asep terkaget.
“Eh, seriusan? Gapapa lo, temen gua ini duitnya banyak banget.” Asep menunjuk Saga.
“Iya, gua bayar lima juta deh, atau mau sepuluh juta? Lumayan loh buat beli mainan anime.” Saga berkata dengan sungguh-sungguh.
Ranti tersenyum. “Oh, yaudah kalo kalian maksa. Dua puluh juta, ya. Deal?” Ranti mengajak Saga bersalaman.
“Deal!” Saga menjabat tangan Ranti.
Asep hampir pingsan mendengar nominal yang gila itu. Dengan mudahnya Saga menjabat tangan Ranti padahal harus mengeluarkan biaya sebanyak itu. Tapi mengingat uang bekal Saga yang berada di atas satu milyar tiap bulannya, uang dua puluh juta jadi serasa dua puluh ribu.
Dengan begitu, kesepakatan pun tercapai. Mulai detik ini, Ranti akan menjadi pacar pura-puranya Argi.
Ranti langsung menatap Argi dan tersenyum padanya. “Walau cuma pura-pura, mulai detik ini kita pacaran ya, sayang.”
Argi menelan ludah, entah mengapa perasaannya tidak enak.
“Bentar, gua juga mau mengajukan syarat.”
“Apa itu?” tanya Ranti.
“Lu jangan sampe jatuh cinta sama gua, dan lu juga jangan nempel-nempel atau ngajak gua kencan dan sebagainya. Inget, kita ini cuma pacar pura-pura, cuma status. Kita cuma perlu bermesraan doang di depan orang-orang, di luar itu lu dan gua adalah orang asing. Mengerti?”
Ranti merasa kesal. “Oke, gua sangat mengerti. Gak mungkin juga gua bakal suka sama cowok beneran, apalagi ngajak kencan, males banget, mending nonton anime di rumah atau main otome game.”
“Yaudah kalo lu ngerti.”
“Tapi lu juga harus ikutin syarat gua. Kalau ada event anime, lu usahain harus ikut.”
“Emang buat apaan sih?”
“Buat jadi juru kamera. Kalau gua mau difoto sama cosplayer, lu harus motoin gua. Terus lu juga harus bawain barang-barang gua, paham?”
Argi berdecih. “Gak harus tiap bulan, kan? Kalo gua luang aja, oke?”
“Iya.”
“Oke deh, gua ngerti.”
Argi merasa kesepakatan ini terlalu menguntungkan untuk Ranti. Selain mendapat uang dua puluh juta, Ranti juga mendapatkan hak khusus untuk ditemani oleh Argi ketika ada event anime yang berlangsung. Sedangkan Argi, keuntungannya hanyalah status pacar palsu yang dia dapat dari Ranti.
Meski begitu, entah kenapa, Argi tidak bisa membatalkan kesepakatan ini. Ada rasa takut yang dia rasakan saat berhadapan dengan Ranti saat ini. Jika kesepakatan ini dibatalkan, Argi takut Ranti tiba-tiba membicarakan pada semua orang bahwa Argi berniat menjadikan dia sebagai pacar pura-puranya.
Karena itulah, dia merasa harus menerimanya.
***
Keesokan paginya, Argi dikagetkan oleh seseorang.
Seorang gadis yang sudah menunggu di depan kelasnya tiba-tiba berlari ke arahnya.
“Selamat pagi, pacarku!” Ranti tersenyum, ekspresi wajahnya benar-benar berbeda dengan yang dia tunjukkan kemarin.
Kesan wajah jutek dan seram Ranti berubah menjadi super ceria, seolah-olah Ranti telah menyetel ulang kepribadian lamanya dengan yang baru.
“Pa-pagi.” Argi membalas dengan sedikit gugup.
Para mahasiswa yang sedang berada di sana terkaget, termasuk beberapa pengagum rahasianya yang selalu duduk di sekitar sana.
“Argi, kamu pacaran sama dia?” tanya Sisil yang kebetulan melihatnya.
“Iya,” jawab Argi.
Ranti langsung memperkenalkan diri. “Kenalin, namaku Ranti. Aku ini pacarnya Argi!”
Sisil balas menjabat tangannya. “Oh iya, salam kenal juga. Aku Sisil, teman sekelasnya Argi.”
Satu kampus ramai, Argi yang selalu menolak perempuan akhirnya punya pacar. Banyak mahasiswi yang patah hati setelah mendengar berita ini, termasuk Mega yang merupakan teman sekelasnya.