18

1123 Kata
Argi dan Ranti sedang duduk bersama di gazebo kampus, mengerjakan tugas fisiologi. Meskipun beda kelas, tapi mereka sengaja mengambil tempat umum itu agar orang-orang tahu bagaimana status mereka sekarang. Ini sebenarnya inisiatif dari Ranti. Semenjak dia disewa untuk menjadi pacar pura-puranya, Ranti begitu menempel seolah-olah ucapannya yang benci pada laki-laki biasa hanya sebuah bualan. “Jangan nempel-nempel gitu, diliatin orang anjir.” Argi berbisik pada telinga Ranti. “Lu udah bayar gua dengan harga mahal, gua akan melakukan pekerjaan ini dengan baik.” Ranti kemudian tersenyum padanya. Argi menghela napas, entah mengapa dia menyesal telah melakukan transaksi ini. Namun, dia tidak bisa membatalkan hal ini begitu saja. “A-Argi, jadi ini pacar kamu, ya?” Seorang gadis dari kelompoknya saat pengenalan kampus menyapanya. Dia juga sedang duduk di gazebo, bersama dua orang temannya. “I-iya, ahahaha.” “Waah, selamat ya, semoga langgeng.” Sambil menangis dalam hati. “Semoga ya, hehehe.” Gadis itu benar-benar patah hati. Sudah sejak lama dia mengagumi Argi, tapi tidak berani menyatakan. Setelah mengetahui Argi memiliki pacar, dia akhirnya memutuskan untuk menyerah. Namun, berbeda dengan gadis itu, beberapa gadis lain masih belum bisa menerima kalau Argi sekarang punya pacar. Bisa dilihat dari sikap tidak suka mereka saat melihat Ranti yang berjalan di samping Argi. Salah satunya seorang kakak kelas bernama Erika. Dia mendatangi Argi secara langsung setelah mengetahui kalau dia telah memiliki seorang pacar. “Argi! Kamu beneran udah punya pacar?!” tanya Kak Erika, tegas. “Iya, Kak. Ini pacarku di sebelah.” Argi melirik ke samping. Ranti segera menundukkan kepala. Erika mengamati wajah Ranti baik-baik. “Jelek gini, kok kamu mau sama dia?” Erika berbicara dengan frontal. Dibanding Ranti, Erika memang jauh lebih cantik dan populer. Sifatnya yang blak-blakan dan terkesan jutek justru menjadi daya tariknya. Erika sulit ditaklukan, karena itulah banyak orang yang menyukai dirinya. “Iya, aku emang lebih jelek, tapi Argi milihnya aku, jadi Kakak diam aja, ya.” Ranti menjawab dengan santai. Erika mengabaikan jawaban Ranti dan kembali menatap Argi. “Argi jawab, kenapa kamu nolak aku berkali-kali dan malah pacaran sama cewek ini? Dia bukan cewek yang bentar lagi mati karena terkena kanker, kan?” Erika masih penasaran dengan pilihan Argi. Di luar dugaan Ranti masih bisa tetap bersikap tenang meski sudah dibilang seperti itu. “Enggak, bukan, dia sehat kok.” “Terus kenapa pilih dia? Dia bagusnya apa?!” Untungnya Argi telah menyiapkan jawaban, jadi dia tidak kebingungan menjawab. “Ranti orangnya sederhana, apa adanya, tidak peduli penilaian orang lain, dia juga lumayan cantik, kok. Tipeku pokoknya.” Argi menjawab, kemudian dilanjutkan senyuman yang tulus. Jawaban yang lugas dan yakin itu tampaknya membuat Erika tertipu. Dia akhirnya mau mengakui Ranti sebagai pacarnya Argi. “Oke deh, aku nyerah. Kalau pacaran sama Ranti bisa bikin kamu bahagia, aku terima. Tapi kalau suatu saat putus, jangan lupa hubungi aku, ya. Itu pun kalau aku belum sama yang lain. Dah Argi.” Erika pergi meninggalkan mereka berdua sambil melambaikan tangan. Argi menghela napas, akhirnya dia bisa melewati ujian paling berat. Dari semua gadis yang terang-terangan menyukainya, memang Erika lah yang paling sulit dikendalikan. Namun, setelah mendengar perkataannya barusan, Argi bisa merasa lebih lega. Ranti menatap ke arahnya. “Lu kenapa nolak Kak Erika? Dia itu padahal cantik banget, loh. Bukan tipe cewek yang manja juga.” “Gua udah bilang, gua gak mau pacaran dulu. Itu aja alasannya. Gua gak suka dia soalnya dia maksa-maksa terus. Dia bilang dia takut gua keburu diambil orang.” Ranti mengangguk-angguk. “Terus kenapa lu gak mau pacaran?” “Ya belum saatnya aja. Salah, ya?” Ranti menggeleng, dia lalu mengacungkan jempol. “Nggak, bagus. Karena dengan begitu, lu akhirnya nyewa gua dan bayar gua dua puluh juta. Gua sangat bersyukur lu bego banget orangnya.” Perkataan Ranti membuat Argi tertawa, baru kali ini ada gadis yang menyebut dirinya bego. Pada dasarnya memang begitu. Memangnya cowok waras mana yang mau menolak gadis cantik dan malah membayar dua puluh juta untuk berpura-pura pacaran dengan gadis aneh? Mungkin hanya Argi orangnya. “Pulang ngampus lu anterin gua ke rumah. Klub catur hari ini libur, kan?” Argi terkaget. “Kenapa lu tau?” “Gua kan pacar lu, jadi gua tau.” Argi kagum Ranti mendalami perannya dengan begitu baik, seolah-olah dia memang pacar sungguhannya. “Iya, gua anterin deh. Pakek motor lu, ya. Tapi gua gak ada helm.” “Tenang, gua udah nyiapin dua.” Sepulang dari kampus, Argi langsung membonceng Ranti menggunakan motornya. Pemandangan ini juga membuat beberapa pasang mata mengarah pada mereka, terutama para gadis yang dulu sempat mengincarnya. Sudah lama semenjak terakhir kali Argi menaiki motor, rasanya cukup menyegarkan setelah selama ini selalu menaiki kendaraan umum bersama Saga. Lain kali dia mungkin bakal minta pada Saga untuk dibelikan motor. “Gua ke rumah lu cuma biar gua tau rumah lu doang, kan? Biar pas ditanya orang gua bisa jawab?” “Enggak, gua mau kenalin lu ke orang tua gua.” Argi terkaget. “Hah, ngapain?! Kita kan pura-pura pacaran!” “Ya, gapapa, meski pura-pura kita harus buat semuanya seolah-olah menjadi nyata. Kita harus mendalami peran biar lu gak kaku lagi sama keadaan kita sekarang.” Ranti berbicara panjang lebar. “Astaga, emang harus sampe segitunya, ya?” “Lu kan udah bayar gua dua puluh juta, gua gak mau mengecewakan lu.” Argi akhirnya menuruti perkataan Ranti, entah mengapa dia tidak bisa menolak. “Oke deh.” Mereka pun sampai di depan rumah Ranti, jaraknya cukup jauh dari kampus, sekitar setengah jam setelah ditempuh dengan menaiki motor. Di halaman rumah ada seorang wanita paruh baya yang sedang menyiram tanaman. Wanita itu terkaget melihat Ranti yang sedang dibonceng oleh laki-laki. “Ranti?! Kamu bawa temen?!” tanya Ibunya sambil menutup mulut. “Bukan Ma, dia pacar aku.” “Pacar?!” Ibunya Ranti yang bernama Ratna semakin shock. Pasalnya, teman laki-laki saja Ranti tidak punya, sekalinya datang malah bawa seorang pacar. Argi juga terkaget karena dikenalkan secara mendadak. “Se-selamat Sore, Tante.” Ratna hampir pingsan melihat Ranti yang datang membawa pacar dengan paras yang tampan. Padahal sebelumnya dia menyerah pada Ranti yang terang-terangan mengatakan tidak akan pernah mau pacaran dengan laki-laki atau bahkan menikah. Ratna segera mendekati Argi yang baru memarkirkan motornya. “Kamu beneran pacarnya Ranti? Kamu gak disewa sama dia, kan?” Argi menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. Yang benar justru Argi lah yang telah menyewa Ranti. “Enggak, kok. Saya gak disewa, saya beneran pacarnya anak Tante. Salam kenal ya, Tante. Nama saya Argi.” Argi menundukkan kepalanya. Ratna mengucurkan sedikit air matanya. “Waah, syukurlah, akhirnya anak Ibu punya pacar juga. Ganteng lagi. Ayo, masuk dulu nak Argi.” “I-iya, terima kasih, Tante.” Mereka bertiga pun akhirnya sama-sama masuk ke rumah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN