Cuaca hari ini memang sangat pas sepertinya digunakan oleh gadis bernama Lara sebagai hari menanam bunga. Tidak terlalu panas ataupun mendung juga. Dengan langkah kaki kecil, gadis ini sudah siap menjalani olahraga pagi ini. Kegiatan kecil seperti menanam bunga di rumah juga bisa dijadikan kegiatan olahraga bagi banyak orang. Tentunya selain murah dan gratis, hal ini juga bisa menghasilkan keringat juga.
“Ini, Non, pot bunganya,” kata Pak Joko sembari menyerahkan beberapa pot bunga yang tadi dibeli oleh gadis ini pagi-pagi sekali. Oh iya, dan jangan lupakan pupuk juga ikut dibelinya dan tidak ketinggalan bunga-bunga cantik yang dia pilih sendiri.
“Terima kasih, Pak,” jawab gadis itu dengan senyum manisnya. Pak Joko bergegas kembali ke tempatnya. Berbeda dengan pria paruh baya itu, bibi yang menyaksikan tingkah majikannya pun turut senang. Dia cukup takjub dengan gadis bernama Lara yang telah ia kenal selama tiga tahun ini secara dekat. Gadis itu sungguh sosok yang kuat. Bahkan senyumnya masih terus ada hingga sekarang.
“Bi,” panggil suara berat yang sangat wanita itu kenal. Bibi pun refleks menoleh dan mendapati seorang pemuda tampan dengan kaos hitam miliknya berdiri berjarak beberapa meter darinya. Pemuda yang sudah ia kenal lama sejak kecil. “Bibi kelihatan Lara tidak?” tanya pemuda itu setelah sampai tepat di depan bibi.
“Lihat, Den. Itu,” jawabnya sembari menunjuk kepada seorang gadis yang nampak tidak peduli dengan tanah-tanah mulai mengotori tangannya itu. Pemuda itu pun mengangguk dan berjalan menuju ke pintu yang menghubungkan halaman belakang rumahnya. Posisi Lara membelakangi pemuda itu, jadi gadis ini tidak tahu bahwa ada orang yang sedang memperhatikannya. Reza pun tersenyum kecil melihat betapa manisnya tunangannya itu.
Sesekali Lara menyeka keringat yang ada di dahinya. Gadis ini benar-benar fokus dengan kegiatannya kali ini.
“Tumbuh yang cantik, ya, bunga-bungaku,” ujar gadis itu seolah bisa berbicara dengan bunga-bunga yang dia tanam. Sungguh gadis yang aneh. Perkataan gadis itu tidak luput dari pendengaran Reza hingga pemuda itu tertawa kecil. Apakah Lara sekarang sudah berubah bisa mengerti bahasa tumbuhan karena dia tidak pulang-pulang ke rumah?
“Bibi, ambilin Lara minum, dong,” teriak gadis itu tanpa menoleh ke belakang. Bibi yang mendengarnya pun segera mengambilkan gadis itu minuman dingin yakni es jeruk beserta gelas untuk ia minum juga. Reza pun mencegah wanita itu untuk ke sana dan dia akan menggantikan bibi untuk memberikan minuman kepada gadis itu.
“Sepertinya kamu bunga yang paling cantik di antara lainnya. Kira-kira harus aku beri nama apa, ya?” celetuk gadis itu sambil memikirkan nama bunga yang ia tanam ini. Reza yang mendengarnya pun hanya menggelengkan kepala melihat tingkah laku Lara.
“Itu bunga mawar, Ra. Kamu nggak perlu beri dia nama karena dia sudah punya nama,” jawab Reza yang membuat gadis itu refleks menoleh ke belakang karena mendengar suara pemuda itu.
“Reza?” Lara segera berdiri dari tempatnya. Dia berlari kecil di mana Reza meletakkan minuman yang dibuat bibi tadi.
“Etiss!” cegah pemuda itu yang membuat gadis ini seketika menghentikan langkahnya. “Kamu mau ngapain?” tanya Reza.
“Mau peluk,” jawab Lara dengan polos. Lantas Reza pun menggeleng mendengar permintaan gadis ini.
“Tangan kamu masih kotor, Ra,” ingatkan pemuda itu yang seketika Lara menampilkan cengirannya yang lebar. “Cuci tangan setelah itu boleh peluk,” sambung pemuda itu lagi.
“Nggak mau. Aku masih belum selesai tanam bunganya, Reza,” ucap gadis itu yang kemudian pergi kembali ke tempat di mana dia menyibukkan diri. Pemuda itu pun memilih menyusul Lara dan sepertinya dia harus rela berkotor-kotor ria pagi ini.
“Eh? Kamu kenapa di sini? Jangan! Nanti tangan kamu kotor,” cegah gadis yang menyingkirkan beberapa pot dan tanah dari jangkauan pemuda itu.
“Kita tanam sama-sama biar cepat selesai,” putus Reza yang membuat gadis itu seketika tersenyum lebar. Reza dengan cekatan menanam bunga-bunga yang dibeli oleh Lara.
Setelah selesai menata bunga-bunga di beberapa bagian taman, mereka pun segera membersihka diri yang kebetulan di sana tersedia selang air. Tidak lupa juga Lara menyiram bunga-bunga itu.
“Reza sepertinya bunga-bunganya senang aku mandiin pagi ini,” celetuk gadis itu yang menatap kagum hasil karyanya dan Reza kali ini. Pemuda itu menggelengkan kepala lagi mendengar perkataan Lara.
Setelah selesai membersihkan tangan, keduanya pun berjalan menuju ke kursi taman di mana sudah ada minuman yang tadi dibawa oeh Reza. Pemuda itu menuangkan minuman itu ke gelas miliknya dan Lara juga.
“Reza hari ini libur?” tanya Lara mencari topik pembicaraan mereka. Pemuda itu mengangguk penuh. Dia tidak benar-benar libur, dia hanya ingin libur dan segera pulang ke rumah. Itu pun dia lakukan dengan mengancam sang manajer.
“Kamu apa kabar hari ini?” tanya pemuda itu yang tidak pernah lupa untuk menanyakan keadaan Lara setiap dia pulang.
“Baik kok, Za. Seperti yang kamu lihat sekarang,” jawabnya dengan senyum kecil. Terjadi keheningan di antar keduanya, hingga pemuda itu membuka mulutnya lebih dulu.
“Lara ... aku boleh tanya sesuatu?” ucap Reza terdengar serius. Gadis itu pun refleks menoleh dan mengangguk penuh. Pemuda yang ada di sebelahnya nampak menghembuskan napasnya dalam, sepertinya hal yang akan dia ucapkan sangat berat. Lara pun sempat mengernyit ketika tidak kunjung mendengar pertanyaan dari tunangannya itu.
“Kamu ... selama tiga tahun ini apakah kamu bahagia?” tanya Reza kemudian membuat Lara ikut terdiam sepertinya.
Gadis ini nampak menerawang ke depan, melihat bunga-bunga yang tadi ia tanam, tentunya dibantu oleh Reza juga. “Ya, Za, aku bahagia,” jawabnya kemudian yang malah membuat diri pemuda ini menjadi merasa bersalah.
“Lara,” panggil pemuda itu membuat Lara kembali memusatkan pandangan kepadanya.
“Ya?”
“Belajar untuk jujur pada diri sendiri. Belajarlah untuk jujur sama aku, meskipun apa yang kamu katakan bukanlah hal bagus,” ungkap pemuda ini membuat ekspresi gadis di sebelahnya menjadi sendu. Lara pun dengan sigap mengalihkan pandangannya. Dia hampir saja menangis yang mana nanti dia terlihat seperti orang yang menyedihkan. Dan tentunya Reza tahu jika gadis itu menyembunyikan kesedihannya.
“Aku sudah jujur, Za,” jawabnya dengan suara kecil.
Reza pun tersenyum, sedetik kemudian dia berdiri dan mengulurkan tangannya kepada gadis itu untuk masuk ke dalam. Lara pun memandang uluran tangan itu yang mengambang di udara. Tidak kunjung mendapat sahutan, Reza pun langsung menyambar tangan mungil itu dan tubuh Lara pun ikut berdiri. “Aku lapar, temani aku makan,” ungkap Reza di mana memang dia sedang lapar sekali.
“Za,” panggil gadis itu yang mana membuat Reza mengurungkan langkahnya. Dia pun berbalik dan menatap Lara, menunggu apa yang akan dikatakan oleh gadis ini. “Aku ... aku minta maaf karena belum jujur sama kamu,” lanjut membuat pemuda itu tersenyum hangat. Tentu saja dia tidak akan memperpanjang masalah ketidakjujuran Lara.
“Tidak apa-apa, Ra. Aku akan tunggu jawaban jujur dari kamu. Kapan pun itu, aku akan siap mendengarnya,” jawab Reza yang membuat gadis itu ikut tersenyum sama sepertinya. Reza pun kembali melanjutkan langkahnya diikuti oleh Lara yang sepertinya senang ketika pemuda itu pulang ke rumah.
Kebersamaan dalam sebuah hubungan itu penting, terutama jika hubungan itu terjalin erat dan lama. Tetapi, apa yang akan kamu lakukan jika berada di posisi gadis bernama Lara ini? Lara tidak banyak memiliki quality time bersama Reza. Rindu? Tentu saja dia rindu. Bahkan terkadang dia iri melihat pasangan yang ia temui di luar sana di mana bisa bergurau dan melakukan banyak hal bersama-sama. Namun, bukan tanpa alasan Lara bertahan hingga tiga tahun lamanya. Tentunya itu bukan waktu yang sebentar untuk bisa tetap berada di sisi Reza.
Kira-kira, apakah jika kamu berada di posisi Lara, apa kamu sanggup? Tentu saja semua orang memiliki batas dalam hidupnya, begitu juga dengan Lara. Hanya saja dia belum siap mengungkapkannya.
Jika kamu suka dengan cerita ini jangan lupa untuk sebarkan ke teman-teman juga, ya. Thanks ☺