Bab 2 Dewa Penolong

1065 Kata
Irene semakin gelisah tatkala Nando kian mendekat padanya. Dia langsung menggeser duduknya di mana ikatan pada pergelangan tangan masih membelit dengan kuat, meskipun dia terus menggerakkannya berharap agar terlepas. Mata Irene menatap lurus pada Nando yang juga menunjukkan wajah siap memangsa dan menerkamnya saat ini juga. Irene terus saja bergerak hingga tubuhnya membentur ujung kursi panjang tersebut, hingga membuat dia tidak bisa berkutik dan terpojok. Di saat Irene sudah tersudut, dengan cepat Nando menarik tubuhnya serta memaksa Irene bangun dari duduk dan mendorongnya hingga jatuh ke lantai. Suara benturan terdengar karena kening Irene menyentuh lantai dan membuatnya meringis kesakitan. Terdengar suara Irene yang menahan sakit pada keningnya dan ketika dia mendongak, Nando bisa melihat ada goresan kecil di kening itu. Nando pun langsung berjongkok di hadapan Irene yang langsung bergerak menjauh untuk menghindar. "Owww, kauterluka, Sayang. Sini aku obati!" seru Nando yang semakin membuat Irene menggeser tubuh dan tak mau disentuh oleh tangan Nando yang sudah terangkat serta ingin menyentuh luka goresan di keningnya. "Tak perlu karena aku tak sudi disentuh oleh tanganmu yang kasar! Menjauhlah dariku!" jawab Irene ketus dan seketika membuat tangan Nando yang sudah melayang di udara mengepal kuat, hingga munculkan urat di tangannya serta nampak kebiruan menahan kesal. Mendapat penolakan seperti itu, dengan enteng Nando melayangkan tamparan di pipi Irene, hingga membuatnya kembali tersungkur. Saat Irene sedang sibuk menahan rasa sakit serta panas di pipinya akibat pukulan keras yang dilayangkan barusan, Nando justru langsung melepas jaket hitam yang dia kenakan dan melempar dengan kasar ke sembarang arah. Tanpa ragu, dia pun melepas kaos berwarna hitam yang dia kenakan. Melihat jaket yang dilempar oleh Nando yang sudah tergolek di lantai tak jauh darinya, seketika membuat Irene kembali mendongak dan menatap arah di mana Nando berdiri saat ini. Matanya kian membulat ketika mendapati Nando sudah berdiri menjulang tanpa mengenakan pakaian atasnya. Dengan cepat, Irene menggeser tubuhnya kembali karena dia sudah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya dan dilakukan oleh Nando. Menyadari bahwa Irene sudah bisa membaca gelagatnya, senyum sinis pun kembali terukir di bibir Nando. Bahkan, senyum itu pun diiringi sebuah kekehan yang membuat jantung Irene kian berdegup dengan kencang bersama rasa cemas yang menggerogoti hati. "Tidak lucu kalau aku berakhir di tangan Nando. Mana ada preman sepertiku berakhir di tangan pria sepertinya dan di tempat begini. Jatuh harga diriku kalau begitu ceritanya. Aku harus segera melarikan diri!" gumam Irene dalam hati yang terus berusaha untuk melepaskan ikatan pada pergelangan tangan dan nampak sudah kemerahan karena sejak tadi dia menggerakkannya. Langkah Nando pun terdengar seolah menggelitik pendengaran Irene yang saat ini menatap waspada ke arahnya. Mata Irene menatap sekeliling hingga terdengar teriakan keluar dari mulutnya berharap ada seseorang yang bisa mendengar dan menyelamatkan dia dari kejahatan Nando karena sebentar lagi akan melahapnya tanpa ampun. "Toloooooong ... siapa pun di luar sana, tolong aku!" teriak Irene sekuat tenaga berharap ada yang bisa mendengarnya saat ini. Ketika teriakan Irene menggema di ruangan tersebut, justru berbalas suara tawa kencang dari luar dan berasal dari dua orang pria yang tadi menculik Irene. Maka, tawa Nando ikut terdengar dan membuat perasaan Irene campur aduk saat ini. Tentu saja rasa takut sudah menyapa hati dan berharap jika dia bisa melepaskan diri. "Jangan mendekat!" teriak Irene pada Nando yang akhirnya menghentikan langkah kakinya untuk mendekat, tapi tak berapa lama kemudian Nando kembali melangkahkan kakinya yang ditatap waspada oleh Irene. "Kubilang jangan mendekat atau aku akan berteriak!" ucap Irene lagi yang berusaha mengulur waktu agar Nando tidak semakin dekat pada dirinya yang sudah tersudut di pojok ruangan itu. "Percuma, Sayang. Gedung ini ada di tempat terpencil. Percuma kauteriak atau menangis darah sekali pun karena tak akan ada yang mendengarmu. Jadi, lebih baik kaupasrah saja dengan apa yang akan kulakukan padamu sekarang. Ok?" ocehan Nando yang membuat hati Irene seketika menciut akibat ucapannya barusan karena mengatakan bahwa saat ini dia berada di tempat terpencil yang pastinya tak ada orang lewat, apalagi menyelamatkan dirinya. "Tidak! Aku tak mau berakhir di tangannya. Aku harus melarikan diri!" Batin Irene berucap meyakinkan hati bahwa masih ada kesempatan baginya untuk lari dari Nando, meskipun dia tahu ada anak buahnya yang berjaga di luar. "Papa pasti menertawakanku kalau sampai mendapati putrinya jatuh di tangan pria seperti Nando. Apa kata dunia kalau preman sepertiku tumbang di tangan pria macam Nando!" oceh Irene dalam hati sambil menggeleng demi mengusir pikiran jelek yang terlintas di benaknya. Nando yang sejak tadi berdiri di hadapan Irene yang nampak memicingkan kedua mata karena melihat mangsa melamun tanpa tahu apa yang dipikirkan saat ini. Kesempatan lengah Irene justru dimanfaatkan oleh Nando yang dengan cepat mendekat padanya dan mendorong tubuh Irene, hingga jatuh terlentang di lantai. Mendapat perlakuan demikian tentu saja menyadarkan Irene dari lamunannya dan dengan cepat berteriak, tapi dengan cepat dibungkam oleh Nando dengan tangan kanannya. Bersamaan dengan itu, Nando pun mengunci kedua kaki Irene yang bergerak untuk melepaskan diri. Sedangkan tangan Irene yang terikat terus memukul bagian perut Nando yang berada di atas tubuhnya. Nando meraih tangan Irene yang terikat dan meletakkannya di atas kepala tanpa melepas tangan kanannya yang berada di mulut Irene agar tak berteriak percuma. "Lincah sekali kau, Irene sayang. Tenanglah. Aku tak akan menyakitimu karena kita akan bersenang-senang," oceh Nando yang terdengar begitu menyebalkan sekaligus menyeramkan di telinga Irene dan tentu tak menuruti apa yang dikatakannya. Sekuat tenaga Irene terus meronta dan pastinya gerakan tersebut tidak berarti apa-apa bagi Nando yang memiliki tubuh lebih besar dibandingkan dirinya. Ketika tubuh Irene perlahan melemah, Nando pun melepaskan tangannya yang membekap mulut Irene dan langsung disambut sumpah serapah. "Dasar pria kurang ajar. Berani-beraninya kaulakukan hal ini padaku. Jika kauberani, ayo kita bertarung saja!" seru Irene justru menantang Nando yang hanya membalasnya dengan kekehan. Tentu saja Nando tahu betul bahwa Irene pandai berkelahi dan selama ini belajar bela diri dengan Rezo. Selain itu, Nando juga tahu bahwa Irene berteman baik dengan Rezo dan selama ini selalu melindunginya. Bahkan, dia pun tahu bahwa Rezo yang mempengaruhi Irene untuk menolak cintanya karena membocorkan kelakuan busuknya pada setiap wanita. "Ow, tidak bisa. Aku membawamu ke sini bukan untuk berkelahi, Sayang, tapi untuk senang-senang. Jadi, maafkan aku karena tak bisa menuruti apa katamu," balas Nando yang terdengar begitu santai. Setelahnya, tanpa ragu tangan lancang Nando mendarat pada kaos yang Irene kenakan dan menariknya kasar, hingga terdengar suara dari robekan yang ditimbulkan. Bersamaan dengan itu, tiba-tiba terdengar suara gaduh dari luar hingga membuat mata Nando dan Irene menatap pintu yang ditendang oleh seseorang dari luar dengan kasar. 'Brak'
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN