Bab 4: Kekuatan Takdir
Seiring berjalannya waktu, Aria dan Keira semakin menyadari betapa hidup mereka saling terikat. Meskipun mereka tidak selalu mengerti sepenuhnya, setiap kali Aria merasa ingin menjauh—merasa bahwa ia hanyalah pemuda sederhana dari desa kecil dan bukan pasangan yang sepadan bagi Keira—takdir selalu menemukan cara untuk mengembalikannya ke sisi Keira.
Di sisi lain, meskipun Keira memiliki ambisi besar dan impian yang mendorongnya untuk meraih sesuatu yang lebih di kota besar, ada kehangatan dalam diri Aria yang tak bisa ia abaikan. Dia merasa nyaman dan damai di dekat Aria, seolah-olah bersama Aria adalah jawaban dari semua pencarian dan kegelisahannya. Setiap kali mereka bertemu, perasaan itu semakin menguat, bagaikan magnet yang terus menarik mereka satu sama lain.
Pada suatu malam yang tenang, ketika Aria dan Keira duduk bersama di bawah langit yang dipenuhi bintang, Aria akhirnya memberanikan diri untuk mengungkapkan keraguannya. "Keira, kadang aku merasa bahwa… aku tak layak untukmu. Kamu punya segalanya. Aku hanya pemuda desa yang tak punya apa-apa."
Keira menatap Aria, kemudian tersenyum lembut sambil menggelengkan kepala. "Aria, apa yang kamu pikirkan itu salah. Kamu tak perlu memiliki segalanya untuk membuatku bahagia. Mungkin dari luar hidup kita terlihat berbeda, tapi aku merasa bahwa sejak bertemu denganmu, aku menemukan sesuatu yang tak pernah bisa kudapatkan dari ambisiku di kota. Denganmu, aku bisa menjadi diriku yang sebenarnya."
Aria terdiam sejenak, mendengarkan dengan penuh perhatian. Keira melanjutkan, “Jika takdir telah mempertemukan kita, mungkin itu karena kita punya alasan untuk bersama. Semua ini, perjalanan ini, tak mungkin hanya kebetulan.”
Seketika, perasaan hangat memenuhi hati Aria. Dalam dirinya, ia mulai menyadari bahwa kehadiran Keira membawa kekuatan yang luar biasa. Dia merasakan ketenangan dan keyakinan yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya.
Di tengah percakapan mereka, kristal merah yang diberikan oleh dukun tua mulai bersinar lebih terang. Keira dan Aria menatapnya dengan takjub, merasakan bahwa itu adalah tanda dari takdir. Kristal tersebut tampak berdenyut, seolah merespons perasaan mereka yang semakin kuat.
“Apa kamu merasakan itu?” bisik Keira, tatapannya terpaku pada kristal yang bersinar di tangannya.
Aria mengangguk. "Ini seperti… kristal ini tahu apa yang kita rasakan. Mungkin ini pertanda bahwa kita memang harus mengikuti takdir ini, apa pun yang akan terjadi."
Keira mengangguk, dan dalam sekejap, ia merasa bahwa semua keraguan dan ketakutan perlahan menghilang. Ia menyadari bahwa bersama Aria, ia menemukan sesuatu yang lebih dari sekadar ambisi atau mimpi pribadi. Mereka berdua terikat oleh sesuatu yang lebih besar—kekuatan takdir yang tidak bisa diabaikan.
Dengan kepercayaan yang baru, mereka saling menggenggam tangan, siap untuk menjalani perjalanan mereka bersama. Mereka berjanji dalam hati untuk tidak lagi membiarkan keraguan dan perbedaan di antara mereka menghalangi hubungan ini. Aria dan Keira menyadari bahwa takdir telah mempersiapkan mereka untuk sesuatu yang lebih besar dari yang mereka bayangkan, dan mereka akan menghadapi apa pun yang datang dengan keyakinan penuh.
Malam itu, mereka menyadari bahwa kekuatan sejati takdir adalah cinta yang tak terbatas, kekuatan yang mampu mengatasi segala keraguan, ketakutan, dan perbedaan. Benang merah yang menghubungkan mereka semakin kuat, dan cahaya kristal merah itu menjadi saksi dari janji yang mereka buat untuk bersama—sampai akhir perjalanan mereka, apa pun yang akan mereka hadapi di depan.