Mood

1278 Kata
Menit berganti. Pelayan datang mengantarkan makanan yang aku pesan. Nggak butuh waktu lama, makanan lainnya juga diantarkan. Rupanya Badu yang sudah pesan makanan untuk dirinya dan Hiro. Kami makan dalam hening. Semenjak lamaran Hiro tadi, aku nggak tau kenapa aku jadi sok jaim gini? Padahal jelas kalau lamaran itu hanya untuk membuat semuanya terlihat nyata. Sebenarnya aku menyesal. Kenapa juga aku setuju sama rencana Hiro. Gimana kalau nanti aku suka beneran sama si Hiro? Yang ada aku bakalan makan hati karena nggak bisa bikin Hiro move on dari masa lalu dan berbalik suka sama aku. Aku menghela napas. "Kenapa?" ini si Hiro peka banget masa? Aku jadi senyum-senyum sendiri. "Nggak apa-apa," jawabku sambil menggeleng. Tangannya sampai di atas kepalaku. Mengusapnya dengan lembut, bikin jantungku maraton lagi. "Kalau soal lamaran, kamu nggak usah pikirin. Kita bisa bicarakan lagi kesepakatannya." Mendadak suhu di ruangan ini menjadi panas. Astaga! Kenapa jadi sesak gini sih? Aku tau Hiro cuman main-main soal lamaran itu, kok sakit ya? "Iya," lantas apa lagi yang bisa aku jawab selain setuju sama semua ini? Ibarat kata, nasi udah jadi bubur, nggak mungkin jadi beras lagi. Jadi, sekarang yang bisa aku lakuin hanya angguk-angguk kepala. Setuju, apapun yang nanti Hiro lakukan. Sudahlah, lebih baik ku habiskan makanan yang ku pesan ini, aku butuh tenaga untuk menghadapi kemungkinan-kemungkinan yang bisa aja bikin aku nyesek ke depannya. "Kamu mau ke mana hari ini? Aku antar," tanya Hiro. Baiklah! Seorang Litia nggak mungkin menyia-nyiakan kesempatan ini. Hari ini adalah hari terakhir aku di Paris, jadi aku mau bikin kenangan yang nggak bisa dilupain nantinya. Hari ini aku harus bahagia. Persetan sama semua rencana Hiro! Belum tentu juga aku bisa ke sini lagi suatu hari nanti. "Anterin ke Arc de Triomphe ya?" Hiro mengangguk. "Ya," jawabnya. Ah senangnya. Aku nggak akan lupa buat foto di sana nanti. Mau pamer sama teman-teman kantorku. Maka setelah selesai sarapan, kami langsung menuju ke Arc de Triomphe. Bibirku nggak mau berhenti tersenyum sangking senangnya. "Senang benget kayaknya." Aku menatap ke belakang. Ah, aku lupa. Ada Badu. "Kenapa? Nggak suka?" balasku. Sebenarnya aku yang nggak suka keberadaan Badu sekarang. Serius, dia ngapain sih pakai ikut segala? Kan ganggu. "Udah biarin aja. Wartawan norak ini kan belum pernah ke luar negeri." Itu suara Hiro. Kepalaku menoleh padanya. Aku lebih suka dia diam daripada ngomong kayak gitu. Tapi mau gimana lagi, memang aku belum pernah ke luar negeri. "Iya. Ini pertamakalinya aku ke luar negeri," aku mengedikan bahu. Hiro berdecak. Badu tergelak. "Pantas aja Lo norak banget." Bagus Badu! Hina aja terus. "Iya. Aku beruntung banget bisa ke sini, apalagi gratis." Aku terkekeh. "Terimakasih dong sama Abang gue!" aku mengangguk. Mataku beralih dari Badu ke Hiro. "Makasih," ucapku. Hiro berdecak lebih keras setelah itu. Aku mengernyitkan kening. Kenapa lagi dia? Aku mengedikan bahu sekali lagi. Kemudian memalingkan wajah darinya. Jujur, gara-gara perkataan Badu tadi kok aku jadi mau nangis. Efek menstruasi kali ya? "Lo beda banget sama Ana. Dia bisa bikin gue sama Abang gue jatuh cinta," Badu terkekeh. Ini Badu kenapa jadi bandingin aku sama Anastasya Ruby sih? Maunya apa coba? Aku melirik ke arah Hiro. Takut dia ngamuk. Tapi kok dia santai, biasa aja gitu. Nggak nyesek apa ya dengar perkataan Badu? Dia nggak lupa ingatan kan sama ulah adik dan mantan tunangannya itu? "Ya jelas beda. Dari nama aja udah beda," aku tertawa sumbang. Nggak tau mau ngomong apa. "Ana, sikapnya lembut. Cewek banget pokoknya. Tutur katanya juga anggun." Lagi-lagi Badu mengatakan kelebihan Ana. Kali ini aku beneran mau tertawa. Badu lupa kalau Ana bisa selingkuh, artinya dia nggak setia. Aku emang nggak cantik tapi aku setia. Setia sama rasa sakit di masa lalu. Buktinya sampai sekarang aku belum pernah punya pacar. Hahaha "Gue jadi rindu sama Ana," kayaknya cinta udah bikin Badu buta deh. Ini dia nggak peka ya sama perasaan Hiro? Hiro juga diam aja. Mungkin dia lagi nahan sakit hati. "Kamu kenapa nggak pulang aja sih?" aku mengerjap. "Lo ngusir gue?" Badu menunjuk dirinya sendiri. Eh? Nggak kok! Nggak salah lagi. "Nggak. Katanya rindu sama Ana, kan? Ngapain masih ngikutin kita?" tanyaku. "Terus kalau gue nggak ikut, siapa yang jadi wartawan dadakan?" Badu menjawab dengan cepat. "Aku bisa! Sebenarnya tanpa kamu di sini, kita juga bisa bikin scandal!" Ucapku. Badu mendengus, "dengan hasil foto yang kaku banget gitu? Siapa juga yang percaya kalau kalian punya hubungan?" balasnya. Aku memutar bola mataku. Ah bodoh amat! Yang terpenting sekarang si Badu udah nggak ngomongin soal Ana lagi. Hiro juga nggak usah nahan sakit hati lagi dan aku juga nggak ngerasa kesal gara-gara dibandingkan dengan tukang selingkuh itu! "Nggak kayak Ana yang pintar akting," aku menoleh dengan cepat ke arah Badu. Semoga dia mendengar gertakan gigiku. Kesal juga aku dibandingin sama si Ana! "Aku nggak peduli sebaik apa Ana di mata kamu atau Hiro! Nggak usah bandingkan sama dia!" aku menghela napas. Lega rasanya. "Lo kayak macan betina yang kehilangan anaknya," ucap Badu sambil merapatkan diri ke pintu mobil. "Nggak kayak An.." "Diam!" Badu bergidik. Hiro juga kaget. "An..." "Badu cukup!" Hiro memotong kalimat Badu. Aku bersorak dalam hati. "Apa?" aku mendelik ke arah Badu saat mulutnya mau mengatakan sesuatu. Dia menyatukan ibu jari dan telunjuknya lalu menariknya dari sudut bibir kiri ke sudut kanan memberi isyarat terkunci. Aku menghembuskan napas lelah. Badu kok nyebelin banget ya. Aku nggak peduli Ana lebih segalanya dariku. Aku juga nggak mau dibandingkan. Aku suka diriku yang seperti ini. Sumpah, moodku hancur gara-gara mulut Badu. Jadinya, sepanjang jalan menuju Arc de Triomphe aku diam. Bahkan ketika kami sampai di tempat tujuan pun aku masih enggan tersenyum. Keindahan di depan sana nggak bisa balikin moodku yang terlanjur berantakan. Ku dengar Hiro menghela napasnya. Dia menarik Badu menjauh dariku. Mereka berdebat. Hiro terlihat menarik kerah baju Badu. Hiro pasti kesal karena kejadian tadi. Ana memang segalanya.. Aku jadi makin kecil di antara mereka. Lihat! Dua Admaja itu masih merebutkan Ana. Mereka bahkan bertengkar demi Ana. "Ini apa lagi? Kok tiba-tiba ada air mata gini sih!" buru-buru ku hapus air mataku. Aku mendongak, kemudian menoleh ke arah mereka lagi. Hiro mendekat, Badu menatapku dengan sorot mata marah. Dia berbalik membelakangi Hiro. "Ada apa?" tanyaku saat Hiro tepat di depanku. Dia menggeleng, "ayo!" ajaknya. "Badu mau ke mana?" aku belum puas. Kenapa Badu memisahkan diri dari kami? Apa dia tersinggung sama kata-kataku tadi? Hiro terlihat menghela napasnya. "Pergi!" jawab Hiro. "Kalian kenapa? Karena Ana, ya? Kamu marah karena Badu cinta sama Ana?" aku tau aku terlalu ikut campur tapi aku nggak suka sama situasi ini. Bukannya menjawab, Hiro malah membuat aku makin bingung. Dia menarikku ke dalam pelukannya. "Nggak usah dipikirin. Ayo kita jalan!" katanya sambil mengusap punggungku. Hiro melepaskan pelukannya. Tanpa meminta persetujuanku, dia menggenggam tanganku. Membawaku ke Arc de Triomphe. Perasaanku sedikit membaik karena perlakuan lembut dari Hiro. Tapi aku masih enggan tersenyum. Entahlah.. Kami berhenti tepat di depan gapura. "Kalau kamu mikir aku marah sama Badu karena Ana, maka kamu salah besar," ucap Hiro tiba-tiba. Dia menatapku, "kalau ini bisa mengembalikan mood kamu, maka aku mau bilang, kalau aku nggak suka Badu membandingkan kamu sama Ana. Kamu ya kamu, Ana ya Ana." "Apa yang ada sama kamu, jelas nggak dimiliki sama Ana. Meskipun Ana memiliki peran penting, tapi kamu punya sesuatu yang bisa bikin aku nyaman saat dekat sama kamu." Boleh aku senang sama apa yang baru saja Hiro katakan? Entah Hiro sedang berpura-pura atau nggak, tapi apa yang dia katakan perlahan bisa mengembalikan moodku. "Makasih," aku meringis. Dia terkekeh. Aku geli sendiri dengar suaraku yang agak terdengar manja. Ah bodoh amat! Syukur-syukur Hiro nggak muak sama aku. Tapi kayaknya sih nggak. Duh, perasaanku mudah banget ya baikan, apalagi kalau ditatap Hiro kayak gini. Aku jadi salah tingkah..    . . TBC.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN