Kerja Sama

1051 Kata
"Stop! aku serius!" Savian dan gadis yang duduk di samping Hansel pun seketika terdiam. Savian memutar tubuhnya kebelakang menatap Hansel dengan raut wajah yang sulit diartikan. "Tuan, Anda benar-benar tidak sedang bercanda 'kan?" tanya Savian yang merasa penasaran. "Tentu saja tidak, bagaimana?" Kini kepala Hansel menoleh kearah Alea yang masih saja mengunci mulutnya dengan tatapan mata yang begitu tajam. "No! aku tidak mau!" tolaknya mentah-mentah yang membuat Hansel memicing kesal. "Savian! putar balik! kita bawa dia ke para preman tadi!" perintah Hansel dengan mutlak. Maka Savian pun mengangguk patuh setelah menatap gadis itu dengan iba. "Eh, Om! jangan, aku mohon jangan!" jerit Alea memohon. Sembari tangannya terus menggoyangkan lengan Hansel. "Lepas!" Hansel menepis tangan Alea dengan kasar, tetapi Alea tidak sama sekali tersinggung, ia hanya mendengus dan mencebikkan bibirnya. "Oke, kalau begitu kita nikah!" Ucapan Hansel membuat Alea panik, bagaimana bisa ia menikah, sedangkan dia saja masih bersekolah. Lagipula Alea tidak mengenal Hansel. Namu, tatapan tajam Hansel benar-benar menakutkan. Bisa saja Hansel benar membawanya kembali kepada preman itu, dan siapa pun tidak akan ada yang bisa menebak apa yang akan terjadi jika preman itu berhasil mendapatkan dirinya. Lantas, apa dia juga harus menikah dengan pria dewasa yang ada di depannya ini? entahlah Alea pun bingung. Hansel melihat Alea yang terdiam, dan ia pun menggedikkan kepalanya pada Savian. Mobil bergerak pergi, menuju sebuah komplek perumahan elit, yang masuk kesana harus melewati beberapa penjagaan security. "Ini kita akan kemana?" tanya Alea penasaran, karena ia sangat asing dengan perjalanan yang saat ini mereka tempuh. "Ke rumahku," jawab Hansel singkat. "Kenapa? aku juga punya rumah kok!" "Malam ini kau harus ikut dengan ku!" ketus Hansel. "Hei! apa jangan-jangan kalian ini sindikat penculikan anak yak!" tuduh Alea nyalang pada kedua pria dewasa itu. Alea meringsut sampai ke sudut kursi. Menatap waspada pada Hansel yang bahkan terlihat tidak sama sekali peduli dengannya. Roda mobil berhenti disebuah pelataran rumah yang sangat mewah. Kepala Alea segera menoleh, ia sedikit kagum dengan pemandangan yang ada di luar mobil. "Apa ini rumahnya?" batin Alea. Alea terjingkat kala Hansel menutup pintu dengan sedikit membantingnya, dan dia Alea juga hampir terjatuh ketika Hansel membuka pintu mobil di saat Alea bersandar. "Keluar!" Alea mendengus kesal dan keluar dari mobil dengan tangannya terus memeluk tas ranselnya. "Sapri! siapkan semuanya!" perintah Hansel sembari berlalu pergi dan sang asisten yang tetap tidak ikhlas namanya di ganti sembarangan oleh Hansel. "Savian, Tuan," ucap pelan Savian yang bahkan tidak di pedulikan oleh Hansel. "Emm. Om Sapri, aku bagaimana?" bisik Alea. Savian menoleh dengan wajah frustasi. "Haaaah? astaga ...." Hansel yang sudah berlalu pergi menuju ruang kerjanya menyadari sesuatu, ya kalau Alea tidak ada dibelakangnya. Ia berdecak dan menyuruh pelayannya untuk memanggil Alea yang mungkin saja masih berada di depan rumah. "Menyusahkan!" Hansel membuka pintu ruang kerjanya, dan duduk disofa dengan helaan napas yang panjang. Tangannya dengan cekatan melepaskan jas dan dasinya yang terasa mencekiknya sejak sang kakek menuntutnya untuk menikah dengan segera. Akan tetapi, ia sedikit lebih lega karena sudah ada orang yang akan membantunya untuk mendapatkan sesuatu yang memang sudah menjadi haknya. Getaran ponsel mengalihkan perhatiannya, dengan malas ia mengambil ponselnya dari saku celana dan tertera nama seorang perempuan yang dibelakangnya di tambahkan dengan sebuah sebutan 'lampir'. "Emmm." Hansel menjawab telpon itu dengan malas. Bahkan ia hanya meletakan ponselnya diatas meja dengan mengaktifkan loud speaker pada panggilan itu. "Jangan terlalu memaksakan kehendak, karena bagaimanapun aku adalah anak sah dari orang tua kita," ucap seorang perempuan yang nama belakangnya di tambahkan kata 'lampir' oleh Hansel. "Ck, apa kau tidak memiliki kerjaan Nyonya! apa kau juga tidak mau mengistirahatkan tubuh dan tenaga mu sampai-sampai menyempatkan diri untuk menghubungi adik mu ini?" jawab Hansel yang tidak sama sekali tertarik meladeni ucapan perempuan itu yang ternyata adalah kakak Hansel, kakak tiri. "Aku ingatkan sekali lagi, kita ini berbeda. Kau hanya anak dari perempuan simpanan Ayah ku. Jadi harus tahu diri!" ucapnya dengan sangat tajam. Kemudian telpon pun berakhir. Kalau saja yang dihina seperti itu bukan Hansel, mungkin saja sudah menangis dengan meratapi nasib, tapi ini adalah Hansel. Pria yang tidak pernah mau pusing dengan ucapan seperti itu, terlebih lagi dari mulut sang kakak. "Hish! dia terlalu menganggur," gumam Hansel. Dengan kebetulan telpon yang berakhir, pintu pun diketuk dari luar. Seorang gadis masuk dengan ragu yang matanya terus melihat kesekeliling. "Duduk!" perintah Hansel yang seakan tahu siapa gerangan yang datang kearahnya. Ya, dia adalah Alea. Hanya mendengar suara langkah kaki yang pelan pun Hansel tahu kalau dia adalah gadis itu. Alea tidak duduk, ia masih saja berdiri disamping sofa, sampai ketika Hansel menoleh dan menyuruhnya kembali untuk duduk dengan hanya menggerakkan kepalanya saja. Di sana hanya ada satu sofa panjang, apa Hansel menyuruhnya duduk disampingnya? maka Alea pun duduk di paling sudut sofa yang jauh dari Hansel. "Dengar! aku meminta mu untuk menikah denganku bukan tanpa alasan. Tapi aku akan menawarkan kerja sama yang menguntungkan untukmu, juga untukku." Hansel bersuara dengan sangat serius, bahkan tatapannya benar-benar serius. "Kerja sama?" "He'um, nanti akan dijelaskan lebih detail oleh asisten ku." Tak berselang lama pintu kembali diketuk dan masuklah seorang pria yang tak salah tampannya dari Hansel, yang tak lain adalah Savian, sang asisten. "Ini Tuan." Savian menyerahkan satu buah berkas kepada Hansel yang langsung diterimanya. "Bacalah, dan pahami. Setelah itu tanda tangan!" Alea segera membuka berkas itu dan membaca isi berkas yang diberikan Hansel padanya. Sebuah kesepakatan yang tertera jelas dengan tawaran sebuah nominal yang membuat Alea membelalakkan matanya. "Hah? ini tidak salah, Tuan?" tanya Alea masih dengan rasa keterkejutannya. "Baca dulu sampai selesai, setelah itu barulah bertanya," ucap ketus Hansel. Alea membaca dengan seksama, ia bahkan beberapa kali mengulang baris tulisan untuk memahami apa yang tertulis di sana. Tapi di sana hanya ada kesepakatan dan perjanjian tidak ada penjelasan yang membuat kesepakatan itu terjadi. Alea meletakkan berkas itu ke atas meja. Menatap Hansel yang masih duduk manis dan Savian yang berdiri disampingnya. "Di sana hanya ada perjanjian tanpa penjelasan. Boleh aku tahu kenapa tiba-tiba Anda memberikan kesepakatan ini?" Alea mulai bertanya. "Begini, Nona. Tuan Hansel dituntut menikah oleh Tuan besar yang tak lain adalah kakek dari Tuan Hansel sendiri. Berhubung Tuan Hansel menyelamatkan Anda, Anda juga harus bisa membalas kebaikan beliau. Maka disana sudah tertera sejumlah nominal sebagai membalas kesediaan Anda untuk membalas budi Tuan kami." Alea terdiam sejenak, ia benar-benar dilema. Harus menerima kerja sama ini atau mengabaikan nominal yang sangat menggiurkan itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN