Di tengah situasi genting, kepanikan akan menimbulkan sebuah rasa yang tidak menyenangkan. Ketakutan akan menyebabkan masalah kepada orang lain membuat hati kita gemetar, lalu apa yang akan keluar dari mulut kita akan menjadi senjata tak terasah yang tidak enak didengar.
“Jadilah Tierra yang kami semua harapkan,” katanya. “Tolong lindungi orang-orang, aku akan melangkah lebih maju. Kakakku, Varoon dan juga Denallie akan segera kehabisan tenaga. Selain itu waktu kami hanya tinggal dua menit, jika kau melihat ke belakang, semua orang sudah siap dengan senjata mereka.”
“Apa ini pertama kalinya?” tanya Arfeen. “Apakah ini pertama kalinya mereka harus turun tangan seperti sekarang?”
“Tidak, tetapi ini adalah pertama kalinya sejak enam puluh tahun.”
Arfeen dan Isolde berhenti berbicara ketika lolongan Althaia yang mengelilingi Derwin tidak lagi terdengar seiring dengan tumbangnya dua Kasdeya. Makhluk bersayap itu ditelan oleh kabut hijau dengan dua anak panah Denallie yang menancap di leher mereka.
“Denallie! Bawa Derwin pergi, cepat!” seru Varoon.
Sayangnya sebelum Denallie benar-benar menyentuh Derwin, salah satu Kasdeya menyerang tangan kanannya dengan sangat cepat sehingga cakar di tangan mereka melukai Denallie dengan cukup hebat.
“Sial!” teriak Arfeen. Dia kemudian berlari, berlari secepat yang dia bisa sekalipun jantungnya berpacu dengan sangat cepat dan dadanya terasa akan meledak. Tiba-tiba secuil keberanian yang sudah lama tersimpan di dalam dirinya muncul sehingga tanpa pikir panjang, dia berlari tanpa menghiraukan teriakan Isolde yang memintanya kembali.
Dia datang ke negeri ini, dia menanggung harapan banyak nyawa dan dia juga adalah makhluk yang sudah diramalkan kedatangannya. Arfeen menatap kedua Kasdeya itu secara bergantian, hanya sebentar sebelum kemudian dia memilih mendekat kepada Denallie yang terluka cuup parah di bagian lengan kanannya.
“Tierra!” teriak Varoon. “Apa yang kau lakukan? CEPAT SELAMATKAN DIRIMU! PERGI!”
“Bagaimana lukamu?” tanya Arfeen kepada Denallie, tetapi perempuan itu malah terlihat sangat terkejut dengan keberadaannya. “BAGAIMANA LUKAMU?” teriak Arfeen tidak sabar.
Denallie tergagap. “A-aku.. aku hanya-“
“ARFEEN TIERRA!” teriak Varoon lagi. “APA YANG KAU LAKUKAN?”
“Varoon, lihat mereka!” seru Isolde yang sudah menyusul, dia tidak lagi menggunakan kekuatannya untuk menetralkan racun Kasdeya. “Mereka berhenti menyerang.”
Semua orang menyaksikan itu. Mereka semua menyaksikan bagaimana untuk pertama kalinya Kasdeya, monster beracun yang berasal dari luar negeri mereka berhenti mengeluarkan racun dan hanya diam di udara.
“Tidak bisakah kau menggunakan kekuatanmu untuk membawa Derwin pergi?” tanya Arfeen pada Denallie, dia tidak peduli dengan monster jahat itu lagi. “Dia kehilangan banyak energi sihir dan tenaganya.”
Tetapi Denallie tidak bereaksi, dia sibuk mendongak dan takjub dengan apa yang dilihatnya. Bahkan Derwin yang tergeletak lemah juga terkesima dengan apa yang dilihat matanya untuk pertama kalinya dalam ratusan tahun terakhir.
“Mereka melihat ke arahmu,” ucap Denallie dengan suara berbisik. “Mereka berhenti mengeluarkan racun dan bahkan berhenti mengepakkan sayapnya. Mereka berdua menatapmu, Tierra.”
“Arfeen Tierra?” panggil Isolde. “Kau membekukan mereka?”
Arfeen mengernyitkan keningnya. “Apa? Apa maksudmu?” tanyanya kebingungan.
“Mereka membeku,” jelas Isolde lagi, karena itulah Arfeen langsung mendongakkan kepalanya ke arah di mana semua orang sedang menatap.
Dua Kasdeya yang tersisa itu membeku di udara. Mereka hanya bisa menggerakkan bola matanya tetapi tidak ada racun yang keluar dan juga kedua sayap yang tidak lagi dikepakkan. Arfeen menatap kedua mata Kasdeya itu selama beberapa detik dan keduanya langsung jatuh dan menghantam bebatuan di bawah mereka sebelum kemudian hancur seperti sebuah patung yang tercerai-berai.
Karena terkejut, Arfeen langsung mundur dan jatuh dengan cara yang lucu. Matanya terbelalak, dia terlihat benar-benar ketakutan dengan apa yang dilihatnya.
Sial, ke mana larinya keberanian secuilnya itu tadi?
“Mereka menjadi batu,” bisik Varoon. “Mereka persis sama seperti sebuah batu yang mudah sekali dihancurkan. Tapi kenapa..”
Isolde mendekati Denallie, dia menyentuh lengan Denallie yang diserang oleh Kasdeya, membaca mantra sihir dan menghentikan keluarnya darah berwarna biru dari lengan kanan itu. “Lukanya akan menimbulkan bekas. Tetapi maaf, aku tidak bisa menghilangkannya.”
“Tidak apa-apa,” balas Denallie, dia mengangguk sopan. “Terima kasih.”
Penyihir wanita itu juga melakukan hal yang sama kepada Kakaknya sehingga Derwin bisa kembali duduk dan Althaia yang mengelilinginya tadi mulai bisa mengeluarkan suara kembali. Melihatnya membuat Arfeen takjub karena ternyata Derwin benar-benar memiliki pengaruh terhadap hewan-hewan besar di sekelilingnya.
“Ini belum pernah terjadi sebelumnya,” ungkap Varoon, terlihat jelas sekali bahwa dia sedang kebingungan. “Aku tidak pernah mendengar cerita tentang Kasdeya yang membeku dan berubah menjadi batu lalu hancur begitu saja. Mereka adalah golongan monster-monster hebat, lalu kenapa?”
Derwin menatap Arfeen. “Apa yang kau lakukan tadi?” tanyanya. “Itu kau bukan? Kau yang membuat mereka menjadi batu.”
“Apa? Tidak, aku tidak melakukan apapun!” elak Arfeen, dia benar-benar tidak mengetahui apapun. “Aku bahkan tidak memiliki kekuatan apapun, jadi bagaimana bisa kau mengatakan bahwa aku yang melakukannya?”
“Karena kau Tierra,” sahutnya. “Itu adalah jawaban yang sangat sederhana. Hanya ada satu penyihir yang bisa mengubah makhluk-makhluk yang dikehendakinya untuk menjadi batu. Hanya ada satu dan itu adalah Tierra.”
“Tetapi bagaimana dia bisa melakukannya?” sanggah Denallie. “Aku hanya melihatnya berlari dan dia tidak melakukan apapun lagi selain menanyakan keadaanku.”
Isolde yang sudah selesai menutup lubang yang diciptakan oleh empat Kasdeya tadi dengan kekuataan esnya mendekati Arfeen. Penyihir wanita terkuat dari Tyrion itu mengamati Arfeen dari atas sampai bawah.
“Matanya,” katanya pada akhirnya.
“Matanya?” sahut Derwin, Varoon dan Denallie bersamaan.
“Apa maksudmu?” tanya Arfeen. “Mataku?”
“Kau menatap kedua Kasdeya itu sebelum kau benar-benar mendekati Denallie, bukankah begitu? Tatapan pertamamu membuat mereka membeku di udara dan tatapan keduamu membuat mereka sepenuhnya menjadi batu dan jatuh lalu hancur begitu saja.”
“Tatapan matamu bisa membekukan Kasdeya?” tanya Varoon tidak percaya. “Kalau begitu.. kalau begitu ramalan itu benar? Kalau begitu kau akan benar-benar menyelamatkan kami dan membasmi semua Kasdeya yang ada di Niscala? Kau akan mengembalikan Marven seperti semula?”
“Tunggu, aku-“
“Kau benar-benar hebat!” puji Varoon, dia memeluk Arfeen. “Kau benar-benar hebat, kawan! Kau benar-benar harapan kami yang sudah datang!”
“Tunggu,” Arfeen melepas pelukan Varoon. “Kalian salah, aku benar-benar tidak melakukannya.”
“Lalu siapa lagi jika itu bukan dirimu?” tanya Derwin.
“Aku tidak tahu tetapi itu benar-benar bukan aku!”
“Tuan? Nona?”
Mereka berlima berhenti berdebat ketika ada tiga orang laki-laki yang sudah lanjut usia mendekat. Mereka bertiga tersenyum sopan, terutama kepada Arfeen.
“Terima kasih,” katanya. “Terima kasih karena sudah menyelamatkan kami berkali-kali.”
“Ah..” Arfeen mengedip-ngedipkan matanya. “Y-ya.”
“Kami semua tidak pernah melihat kejadian seperti tadi, ini adalah pertama kalinya bagi kami. Tolonglah kami, Tuan, tolong bebaskan Marven dan Niscala.”
Pada akhirnya di hari pertamanya menapakkan kaki di Niscala, Arfeen sudah menerima banyak sekali pujian dan ungkapan rasa terima kasih dari bangsa-bangsa Niscala, entah dari golongan Tyrion atau Marven.
“Tanggung jawabmu menjadi tiga kali lebih sulit setelah ini,” bisik Derwin di telinga Arfeen. “Jika benar kau memiliki kemampuan itu, maka artinya benar-benar ada Tierra di dalam dirimu.”
“Sudah aku katakan kalau aku tidak melakukannya, aku bahkan tidak mengetahui atau merasakan apapun.”
“Kenapa kau berlari ke arah kami?” tanya Varoon ketika mereka sudah kembali ke ruangan awal. “Aku bersumpah kalau aku melihat kakimu gemetar, kau jelas sangat ketakutan tetapi kenapa kau berlari ke arah kami?”
“Aku juga tidak tahu,” ucap Arfeen jujur. “Aku benar-benar tidak tahu kenapa aku bisa melakukannya, aku hanya merasa.. aku hanya merasa kalau aku harus melakukannya karena Denallie terluka dan kau bertarung sendirian.”
“Jika Kasdeya tidak membeku dan berubah menjadi batu, kau tahu kau hanya akan membebaniku, bukan? Kau tidak memikirkan sampai sejauh itu?”
“Tetapi aku tidak membebanimu,” sahut Arfeen dengan wajah polosnya. “Tetapi aku tidak akan melakukannya lagi lain kali.”
“Wah.. kau-“
“Diamlah, Varoon!” tegur Derwin.
“Aku yakin kalau kau yang melakukannya, entah secara sadar atau tidak,” keukeuh Isolde. “Masalahnya, Arfeen, seperti yang dikatakan Kakak, hanya ada satu penyihir yang bisa melakukan hal seperti tadi. Tyrion adalah kerajaan batu dan menurut sejarah hanya Tierra yang diberkati dengan kekuatan sihir seperti itu.”
TTAK!
Arfeen sangat terkejut ketika sebuah anak panah lewat tepat di depan wajahnya dan menancap pada pintu.
“Apa kau sudah puas menguping pembicaraan kami, Virendra?”
***