bc

KETIKA ISTRI TUA SUAMIKU HAMIL

book_age12+
98
IKUTI
1K
BACA
drama
twisted
serious
like
intro-logo
Uraian

Bagaimana perasaan kamu jika sebagai seorang istri yang kedua, hanya dianggap sebagai seorang pembantu saja oleh suami dan istri pertama suaminya. Begitulah yang sedang dirasakan oleh Delima. Apakah dia mampu untuk bertahan atau justru akan melawan?

chap-preview
Pratinjau gratis
Ketika Dilamar dan Dipaksa Menikah
“Mas, akhirnya aku hamil, Mas. Aku hamil.” Tanpa sengaja aku mendengar ungkapan kebahagiaan dari Mbak Silvi. Tadinya aku bermaksud mengetuk pintu untuk memberitahukan bahwa makan malam sudah siap. Namun belum sempat tanganku mendarat di pintu, terdengar lagi suara itu. “Sebaiknya kamu ceraikan saja Delima, Mas. Kita udah nggak butuh dia lagi.” Deg! Astaghfirullah alaziim. Kenapa sampai hati dia mengatakan hal sekeji itu. Padahal dia sendiri yang memohon dan memaksaku agar mau menikah dengan suaminya. Jelas-jelas aku dan Mas Raka sama-sama sudah menolak dan menganggap permintaan dia itu terlalu berlebihan dn tidak masuk akal. “Apa-apaan kamu, Silvi. Jangan seenaknya saja kalau ngomong. Kamu pikir pernikahan itu mainan? Apa kata keluargaku nanti? Juga bagaimana dengan keluarganya?” Suara Mas Raka terdengar tegas menolak. Membuatku merasa sedikit lebih tenang. “Halah. Ngapain kamu pikirin. Orang kampung begitu aja kok. Dikasi duit dikit juga udah nurut. Lagian kan kalian belum melakukan malam pertama. Dari pada nanti ujung-ujungnya dia juga hamil. Bisa-bisa keluarga kamu malah lebih sayang sama dia ketimbang aku.” “Ada-ada saja kamu, Silvi. Mana mungkin aku menceraikan dia, sedang kami menikah belum sampai satu minggu. Lagian kamu juga sih. Harusnya kamu periksa dulu ke dokter.” “Mana kutahu, Mas. Aku pikir hanya masuk angin saja. Lagian aku juga nggak mau kecewa seperti sebelum-sebelumnya.” “Tapi ya nggak bisa main cerai-cerai gitu aja, Sil.” “Halah, sudahlah, Mas. Kamu nurut aja. Bukannya selama ini semua aku yang ngatur? Atau jangan-jangan kamu udah naksir lagi sama perempuan kampung itu, makanya kamu nggak mau menceraikan dia.” “Jangan ngarang, Sil. Mana mungkin aku jatuh cinta sama wanita selain kamu.” Suara Mas Raka tak lagi bernada emosi. Terdengar jelas kalau dia begitu mencintai istrinya. Hingga mau menuruti segala apa yang diinginkan oleh wanita yang kuanggap baik selama ini. Aku berjalan gontai ke kamar. Membatalkan niat untuk memanggil dan mengajak mereka makan malam. Menangis menahan perih. Teringat saat pertama kali Mbak Silvi datang ke rumah Ibuk di kampungku. Sebenarnya Mbak Silvi juga berasal dari kampung yang sama, hanya saja rumahnya lebih dekat ke arah kota. Atas saran seseorang, dia datang dan tiba-tiba saja melamarku. “Maaf, Mbak. Saya tidak bisa. Mana mungkin saya menikah dengan laki-laki yang sudah beristri. Saya nggak mau dicap sebagai pelakor.” Aku menolak tegas. “Enggak akan ada yang ngomong seperti itu, Delima. Mbak Ikhlas.” Aku tak mengerti dengan wanita ini. Dia tidak terlihat seperi ahli agama. Memakai hijab pun tidak. Tak mungkin rasanya dia mengizinkan suaminya menikah lagi atas dasar menunaikan sunah agama. Dia pun masih terlalu muda dan juga terlihat sehat. Pasti masih sanggup melayani suaminya dengan baik. Lalu ia pun mulai menangis dan menceritakan apa sebenarnya maksudnya. Sudah sepuluh tahun dia dan suaminya menikah. Namun belum juga ada tanda-tanda kehamilan. Katanya dia ingin sekali memiliki momongan. “Kenapa nggak mencoba mengadopsi aja, Mbak? Banyak anak yatim piatu yang juga membutuhkan kasih sayang dari orang tua seperti Mbak dan suami Mbak.” Ada rasa iba di hatiku mendengar keluhannya. Semua wanita pasti ingin merasakan menjadi seorang ibu. “Pernah juga terlintas pikiran seperti itu, Delima. Tapi suami Mbak itu merupakan anak laki-laki satu-satunya. Keluarganya takut tidak akan ada penerus dari keluarga. Sedangkan adik dan kakaknya perempuan semua.” * “Kamu benar-benar ndak mau menerima lamaran wanita itu, Nduk?” Bue bertanya malam harinya. “Ada-ada saja pertanyaan Bue. Emangnya Bue mau, anak gadisnya dicap sebagai pelakor? Nggak malu?” “La, kan kamu dengar sendiri tadi. Istrinya sendiri yang melamar kamu untuk jadi madunya. Jadi kamu ndak merebut siapa pun. Lagi pula, Bue rasa ini jalan kamu untuk mendapatkan hidup yang lebih baik, Nduk. Bue ndak sampai hati melihat kamu terus-terusan kerja banting tulang tanpa memedulikan kesehatan demi Bue dan juga adik kamu. Menikahlah, Nduk.” Bue tidak salah berpikiran seperti itu. Yang wanita itu tawarkan bukanlah hal yang main-main. Seratus juta untuk mahar. Cukup untuk melunasi cicilan surat rumah yang digadaikan Almarhum Bapak sebelum meninggal. Juga jaminan sekolah untuk adikku Sidik yang sebentar lagi akan masuk SMA. Masa depanku pun kelihatannya hanya begini-begini saja. Apa yang bisa aku lakukan dengan ijazah SMP. Hanya sebentar saja aku menikmati bangku SMA, lalu tiba-tiba Bapak jatuh sakit dan aku terpaksa berhenti sekolah dan menjadi tulang punggung keluarga. Bue yang sering sakit-sakitan tak kuat lagi untuk bekerja. Tapi harga diriku sebagai wanita, jauh lebih tinggi dari itu semua. Akhirnya aku benar-benar menolak tawaran itu. Mbak silvi terlihat sangat kecewa. Tapi apa mau dikata. Tak ada kewajibanku untuk menuruti keingananya yang kuanggap tabu itu. Namun takdir sepertinya punya rencana lain. Jantung Bue kumat dan harus dirawat ke rumah sakit. Operasi pun jalan satu-satunya. Dalam tangisan dan perasaan kalut, Mbak Silvi muncul lagi dan menawarkan bantuan. Dengan imbalan pernikahan pastinya. * Satu bulan pasca operasi, aku dan suaminya akhirnya melangsungkan ijab kabul. Hari itu juga aku baru melihat laki-laki yang baru saja sah menjadi suamiku datang bersama istri dan juga keluarganya. Dia terlihat gagah dan juga tampak berwibawa. Kata Mbak Silvi usianya sudah tiga puluh empat tahun. Dua belas tahun di atasku. Tapi masih terlihat muda seperti belum memasuki usia kepala tiga. Sekali pandang, mudah untuk membuat wanita jatuh cinta. Lalu bagaimana jika aku benar-benar jatuh cinta padanya? Sesuatu yang halal memang. Tapi bagaimana dengan perasaan Mbak Silvi? Apa nantinya dia tidak akan terluka? Saat berada di pelaminan, aku sedang datang bulan. Mbak silvi sangat senang. Karena katanya setelah ini, aku bisa langsung hamil dan punya anak dari Mas Raka. Tak ada sedikit pun gurat kesedihan di wajah cantiknya. Tidakkah dia merasa cemburu mengingat kalau suaminya akan tidur dengan wanita lain? Ya, Allah. Apakah aku ini berdosa dan telah berbuat dzolim pada seorang wanita? Belum lagi kudengar para tetangga berbisik-bisik saat aku lewat ke kamar mandi tadi. Apa pun alasannya, cap pelakor akan melekat pada diriku. * “Maafkan istri Mas ya, Dek. Udah maksa kamu menikah sama Mas,” ucap Mas Raka saat kami berada di kamarku yang sudah dihias menjadi kamar pengantin. Karena aku sedang datang bulan, kami berdua pun bebas dari tuntutan malam pertama. “Ya sudah, kamu tidur duluan, ya. Mas masih mau nyari udara segar dulu. Udah lama nggak menikmati udara malam di desa.” Dia beralasan. Aku mengiyakan, dan dia tak kembali sampai pagi. Tak ingin berlama-lama, keesokan harinya, lagi-lagi Mbak Silvi langsung mengambil keputusan untuk membawaku ke rumah mereka di kota. Sampai di sana aku diperlakukan bagai adik sendiri. Selama berada di sana dia memaksa aku dan Mas Raka untuk tidur sekamar, meski aku belum bisa digauli layaknya seorang istri. Tapi Mbak Silvi bilang itu bukan masalah. Hitung-hitung perkenalan, agar tidak merasa canggung. Tapi apa pun yang aku bicarakan, Mas Raka hanya menjawab seadanya saja. Bersikap baik dan lembut, tapi tak sekali pun menatapku. Kami hanya tidur dalam kebisuan, hingga aku tak pernah melihatnya ada di sampingku saat pagi menjelang. Dia pasti pindah setelah aku tertidur. Dan entah kenapa ada rasa sakit melihat sikapnya yang seperti itu. * Aku tersentak, saat mendengar suara ketukan dari arah pintu. Aku bergegas mengusap air mata karena mendengar niat Mbak Silvi yang meminta Mas Raka untuk segera menceraikan aku tadi. Aku bangkit dan membuka pintu. Kulihat Mbak Silvi sudah berdiri di sana. “Iya, Mbak?” Aku masih berpura-pura tak mendengar percakapan mereka tadi. “Delima. Ada yang ingin Mbak bicarakan sama kamu.” Deg! Apakah malam ini juga harus dia lakukan perceraian itu? Apakah malam ini juga, aku harus segera angkat kaki dari rumah ini? *****

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
155.8K
bc

DIHAMILI PAKSA Duda Mafia Anak 1

read
40.8K
bc

Setelah Tujuh Belas Tahun Dibuang CEO

read
1.2K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
188.5K
bc

TETANGGA SOK KAYA

read
52.2K
bc

TERNODA

read
198.6K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
233.7K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook