49

1702 Kata
Sebelum baca, jangan lupa tekan love *^^ Selamat membaca, gais! *M a t a h a r i* Bicara tentang masa depan, setiap kita pasti punya kekhawatiran. Rasa takut, kecewa, bersalah, dan lelah karena gagal. Bimbang, jalan yang sedang kita lalui ini benar, atau malah menjerumuskan. Balik lagi, kita yang berencana, Tuhan yang menentukan. Everyone loses in life. Percayalah nggak ada kehidupan yang sempurna kalau kita nggak pandai bersyukur. Meski kalah, hidup nggak berhenti sampai di situ. Dunia masih terus berputar, rezeki Tuhan nggak akan tertukar. Kalau jatuh bangkit lagi. Life must go on, gais! You're not alone! Terus berjalan, ikuti aja prosesnya. Karena Tuhan lebih tau yang terbaik buat kita. Sama seperti Ata sejak dulu. Kalau saja waktu itu, di saat ia terpuruk dalam waktu yang lama setelah kehilangan mama bahkan ayahnya tak lagi peduli padanya. Ata nggak akan tumbuh menjadi sosok setangguh ini. Di usianya yang masih menginjak tujuh belas tahun, gadis itu sudah memiliki sebuah usaha yang ia lahirkan karena rasa sukanya pada kopi. Hal itu juga tak melulu dihinggapi kesuksesan. Ata kerap kali kalah, entah itu kafe yang sepi, atau komplain dari sana sini. Namun, gadis itu tak menyerah begitu saja. Seperti kata orang, life must go on! Kehidupan nggak berhenti demikian dengan Ata, gadis itu juga nggak akan berhenti berjuang sampai menemukan titik di mana ia bisa merasa bahwa ia kuat dan bisa melalui semuanya dengan baik-baik saja. Sebab bagaimana pun juga, meski kerap kali ia mengutuk telah dilahirkan di atas bumi yang busuk ini. Ata juga tak akan mengingkari bahwa kenyataan Tuhan maha baik tak pernah bisa diganggu gugat. Cukup lama cewek itu berdiri di atap sekolah. Tepatnya hampir lima menit setelah bel istirahat berbunyi. Ata bahkan tak mampir ke kantin untuk sekedar membeli minuman setelah dua jam bergelut dengan soal soal matematika yang cukup rumit. Ia menggunyah permen karet rasa mint milik Senja yang ia comot dari saku jaket cowok itu. Sepasang mata Ata masih terarah ke bawah sana. Di mana siswa-siswi seusianya sibuk berkumpul dengan teman sebaya. Tertawa, membisikkan sesuatu yang seru, atau membahas hal-hal menyenangkan lainnya. Tanpa sadar, segaris senyum tercipta di kedua sudut bibir Ata. "Kamu beruntung," bisiknya. Tentu saja kepada dirinya sendiri. Sebab Ata tak pernah merasa kesepian dengan kesendirian yang selama ini ia ciptakan, di sekolah setidaknya. Sebab di rumah maupun kafe ia memiliki keluarganya sendiri di sana. Kedua tangan gadis itu memainkan pentolan earphone yang kini menggantung di leher. Ata sengaja melepasnya setelah mendengarkan tiga lagu favorit. Hingga suara sol sepatu yang beradu dengan lantai rooftop membuat Ata berhasil menoleh ke belakang. Gadis itu menatap Keke yang mematung di sana sambil memegang dua kaleng s**u beruang pada masing-masing tangannya. "Ngapain di situ?" tanya Ata membuat Keke menatapnya langsung pada manik mata. Ata bisa melihat langkah penuh keraguan Keke. Namun, kali ini Ata tak akan menyeret gadis itu seperti yang terakhir kalinya. Saat ia membawa Keke lari ke tengah hujan, dan tadi pagi saat Vella dan antek-anteknya membuat keributan. "Cuma mau bilang makasih," cicit gadis itu. Ia menyodorkan sekaleng s**u ke pada Ata. Akan tetapi, Ata tak segera meraihnya. Cewek itu memutar tubuh, bahkan menatap Keke secara terang-terangan saat keduanya sudah berada dalam jarak satu langkah saja. "Nggak denger." Ata agak membungkukkan tubuhnya ke arah Keke. Yang akhirnya membuat Keke juga membalas tatapan Ata. Cukup lama diam, sebelum gadis itu berkata, "Makasih banyak, Ata." Beberapa detik di serang kebisuan di antara keduanya. Ata menyambar sekaleng s**u di tangan Keke. Lalu terkekeh pelan. "Kembali kasih, Lintang Kejora." cewek itu membuka pengait kaleng s**u, lalu meneguknya dengan semangat. Karena jujur saja, Ata sudah kehausan sejak tadi. Hanya cewek itu malas jika harus masuk ke Kantin saat jam istirahat, terlalu ramai dan berdesakan. Makannya Ata memilih untuk segera naik ke atas. "Kebetulan banget aku lagi haus. Thank's, ya!" Tak ada sahutan dari Keke, seperti biasa. Cewek itu hanya diam. Turut membuka kaleng s**u dan meneguknya secara perlahan. Ia mengikuti apa yang kini Ata lakukan. Menopang siku pada pagar pembatas rooftop setinggi d**a. Sambil mengamati ke bawah. Namun, hal itu tak berlangsung lama sebab Keke lebih memilih untuk mengamati Ata yang terlihat tenang di sebelahnya. "Kok tau aku di sini?" Ata melontarkan tanya tanpa melihat lawan bicaranya. Sejenak diam, Keke hanya menghela napas pendek. "Karena kamu suka di sini," balas cewek itu. Ata kontan tertawa kecil menanggapinya. "Wow, sekarang kamu tau aku suka di sini, ya." Ata masih tertawa kecil. Ia kembali meneguk minuman di tangannya. "Kenapa kamu suka di sini?" tanya Keke kembali. Saat itu juga Ata mengendikkan bahunya acuh. Kemudian mengalihkan pandangan dari lapangan yang ramai ke arah Keke. Gadis berkacamata itu juga tengah menatapnya saat ini. Beberapa saat kemudian, Ata nyaris saja tertawa melihat ekspresi Keke yang begitu ingin tau mengapa ia suka di sini. Cewek itu secara cepat meletakkan kaleng s**u di tangannya, lalu kedua tangannya terulur menarik kaca mata yang digunakan Keke. "Kamu ngapain? Aku nggak bisa lihat jelas kalau dilepas!" sentak Keke mencoba mundur. Akan tetapi, hal itu justru memudahkan Ata untuk melepaskan kaca mata Keke. "Balikin, Ta." "Sekarang coba jamu lihat ke bawah," pinta Ata. Cewek itu menempatkan kacamata milik Keke di di kedua matanya, tapi ia malah merasa pusing sendiri. "Apa yang mau dilihat, percuma. Nggak jelas semua," balas Keke kesal. "Sama kayak hidup, Ke. Juga harus gitu. Sesekali ada banyak hal yang perlu kita abaikan karena itu nggak jelas," terangnya. Keke mengerutkan dahi mendengarnya, "Maksud jamu?" "Sudut pandang setiap manusia 'kan, beda-beda. Ada yang menurutku menarik, tapi buat sebagian orang itu biasa aja. Itu alasan kenapa aku suka ke tempat ini," jelas Ata, "lagian di sini lebih menyenangkan. Nggak terlalu ramai, aku suka." Keke termangu, menatap Ata penuh tanya. "Nggak ada hubungannya sama kamu lepas kacamataku," protes cewek itu mencoba merebutnya. Akan tetapi, Ata malah menjauhkan benda itu dari Keke. "Ada." "Apa?" "Kadang ngelihat semuanya dengan jelas itu justru jadi hal paling nyakitin, makannya sesekali kita perlu ngelepasin semuanya. Termasuk rasa sakit itu." Keduanya kembali saling pandang. Cukup lama, saling membisu. Membiarkan matahari yang bersinar dengan hangat hari ini menyoroti kulit keduanya dengan sentuhan selembut sutra. Pada sepasang manik hazel milik Ata, Keke selalu menjumpai ketenangan di sana. Gadis itu yang mendadak masuk ke dalam dunianya. Menariknya dalam segala luka, bahkan mengajari Keke caranya untuk tersenyum. Dan sekarang, Ata juga yang mengatakan padanya untuk mengabaikan semua luka-luka yang jelas tertangkap matanya. "Come 'on! Hidup cuma sekali, sayang banget kalau nggak dinikmati, Ke." Ata kembali bersuara. "Pulang sekolah kamu ke mana?" tanya Keke cepat. Untuk sesaat Ata tampak berpikir, setelah itu ia kembali menatap Keke dan berkata, "Kafe." "Aku ikut!" tegas cewek berambut panjang sepinggang itu. *M a t a h a r i* Sahabat sejatiku Hilangkah dari ingatanmu Di hari kita saling berbagi Dengan kotak sejuta mimpi Aku datang menghampirimu Kuperlihat semua hartaku Kita selalu berpendapat Kita ini yang terhebat Kesombongan di masa muda yang Indah Aku raja kau pun raja Aku hitam kau pun hitam Arti teman lebih dari sekedar materi Pegang pundakku jangan pernah lepaskan Bila kumulai lelah Lelah dan tak bersinar Remas sayapku jangan pernah Lepaskan Bila kuingin terbang Terbang meninggalkanmu hu ho ho ho Aku selalu membanggakanmu Kau pun slalu menyanjungku Aku dan kamu darah abadi Demi bermain bersama Kita duakan segalanya Merdeka kita, kita merdeka Pegang pundakku jangan pernah Lepaskan Bila kumulai lelah Lelah dan tak bersinar Remas sayapku jangan pernah Lepaskan Bila kuingin terbang Terbang meninggalkanmu ho ho ho ho ha ho Tak pernah kita pikirkan Ujung perjalanan ini Tak usah kita pikirkan Ujung perjalanan ini ho ho ho ho Ata langsung disambut dengan lagu sheila on7 berjudul sahabat sejati saat kakinya baru menapaki kafe bernuansa klasik tersebut. "Kak Ata! Welcome back!" teriak Lukman kemudian di susul tawa oleh beberapa karyawan yang juga ada di sana termasuk Senja dan Rahma yang berdiri di balik pantry sibuk dengan gelas juga persediaan kopi. Senja mengulas segaris senyum, menyaksikan kelima karyawan lelaki itu sibuk menepuk pundak Ata bahkan sesekali memeluk gadis itu secara hangat. Setelah memutuskan hiatus untuk beberapa saat, akhirnya Ata kembali. Itu berarti, Ata sudah menata kembali perasaannya. Pikir Senja yang tak mungkin salah. Sebab cowok itu sudah terlalu lama mengenal Ata. Tak pelak kebiasaan kecil dari gadis itu menjadi sesuatu yang mudah untuk ia hafalkan. "Makasih udah balik ke sini," kekeh Ata. "Ngomong apa sih, Kak? Kita yang makasih, udah buka lagi. Jadi nggak nganggur, tolah-toleh kayak manusia nggak berguna," balas salah satu cowok yang juga pernah Ata temui di sudut jalanan kota sedang memulung beberapa plastik bekas. "Udah-udah ... ngapain jadi melankolis gini coba?" tanya Senja, "hari ini, tuh, harusnya jadi hari paling bahagia karena Kafe Matahari tercinta udah buka lagi. Nggak usah mellow-mellow kenapa, sih?" Ata terkekeh mendengar Senja. Cowok itu sekarang sudah berdiri merangkul bahunya dari samping. "Intinya mulai hari ini, ayo kita kerja lebih keras lagi. Semangat!" tegas Ata. "SEMANGAT!" balas semua orang yang berada di dalam kafe sambil mengangkat tangannya ke atas. Ata terkekeh, menepuk kedua tangannya untuk memberikan aba-aba seperti biasa. "Oke, karena Kafe udah bersih dan rapi. Kita Open dulu sekarang, nanti setelah jam kerja habis, kita bahas soal perayaan kecil sekaligus syukuran karena cabang di Madiun sukses dibuka," titah Ata. "Yok, kerja! Lukman, tolong buka tanda Open. Sekalian keluarin papan menu kita, yok!" Senja ikut menimpali. "Ayah captain!" balas cowok bertubuh cungkring tersebut segera melakukan perintah yang diberikan oleh bosnya. Ata dan Senja saling tatap, membiarkan semua karyawan termasuk Rahma yang sibuk mengelap gelas kembali bekerja. "Eh, wait! Aku lupa sesuatu," teriak gadis itu membuat semua orang yang bekerja dalam ruangan itu berhenti. Lantas melemparkan tatapan tanya ke pada Ata. Cewek itu tak segera bersuara. Ia kembali membuka pintu karena tak mendapati Keke di belakangnya. Rupanya cewek itu masih menunggu di luar, segera saja Ata melongokkan kepala dan meminta Keke masuk dengan senyuman yang merekah sempurna. "Kenalin, keluarga baru kita. Lintang Kejora," ujar Ata menggandeng lengan Keke yang kini berdiri kikuk di sebelahnya. *M a t a h a r i* -B E R S A M B U N G Yuhuu! Seperti biasa jangan sungkan buat kasih kritik dan saran untuk ceritaku ya, Guys. Aku masih berproses dan belajar, jadi segala jenis Kritik & saran aku terima. Wk wk wk. Sekali lagi terima kasih guys! Sehat sehat kalian. Love u ? :v
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN