"Rania."
Suara itu mampu membuyarkan Rania dari lamunannya. "Hai, Ar." Balas Rania ketika ia sudah bertatap muka dengan pria itu.
Setelahnya, tak ada yang bersuara. Keduanya saling bertatapan, seolah bisa menyelami perasaan masing-masing lewat tatapan tersebut. Tanpa sadar, wajah keduanya semakin mendekat.
Keduanya sama-sama merasakan debaran yang tak terkendalikan. Rania memejamkan kedua matanya saat wajah pria itu semakin mendekat sampai ia bisa merasakan dengan jelas hembusan napas pria itu.
Rania merasakan usapan lembut di pipi kanannya, lalu tangan pria itu menyelipkan rambut Rania ke belakang telinganya. Rania menghembuskan napasnya perlahan-lahan. Ini sungguh membuat dirinya hampir kehabisan napas! Ia butuh banyak oksigen saat ini.
Setelah hembusan napas tak lagi dirasa oleh Rania, ia pun membuka kedua matanya. Didapati pria tampan itu tengah tersenyum lebar menatapnya dengan lekat.
Rania menatap sekelilingnya, ia sedang berada di luar gedung pernihakan Darrel, ia keluar untuk mencari udara segar. Namun, tak disangka Sakha menghampirinya dan melakukan hal yang hampir saja membuat dirinya pingsan.
"Ar kamu-"
"You look so pretty, dear." Sakha tersenyum hangat lagi.
Kedua pipi Rania sontak saja langsung merona karena pujian Sakha barusan. Rania kembali berjalan mendekatkan dirinya pada Sakha. Kemudian menyandarkan kepalanya di bahu Sakha.
"Kenapa kamu ngelakuin ini?"
Sakha beralih merangkul Rania, mencoba memberi kehangatan di tengah dinginnya malam ini. "Kamu pasti tahu jawabannya." Sakha menatap Rania yang berada di sampingnya.
Rania membalas tatapan itu, kemudian tersenyum. "Sana masuk lagi, aku masih mau di sini."
Bukannya pergi menuruti perkataan Rania, Sakha justru mengeratkan rangkulannya pada Rania. "Ngga. Aku masih kangen." Ucapnya dengan ekspresi yang dibuat sesedih mungkin, membuat Sakha terlihat begitu cute di hadapan Rania.
"Ar ..."
"Please ..." Sakha menatap Rania memohon agar tidak segera menyuruh dirinya pergi.
"Oke. Kamu emang paling ngga bisa kalau aku suruh pergi." Rania tertawa pelan.
Sakha sangat nyaman berada di samping Rania saat ini. Rania memang selalu bisa membuat dirinya melakukan apa saja untuk gadis itu. Rania memang selalu membuat dirinya tak bisa melepaskan gadis itu. Butuh perjuangan yang sangat keras untuk Sakha bisa berada dalam keadaan seperti ini.
"Ngga akan aku pergi dari kamu. Kamu jelas tau itu, Rania."
Tanpa Sakha ketahui, Rania tersenyum malu. Hatinya terasa hangat saat kalimat itu terucap dari mulut Sakha. Padahal itu kalimat yang sangat sering Sakha ucapkan untuknya.
"Iya Pak Bos." Rania beralih menatap Sakha yang ternyata sedang menatapnya, "Thank you." Rania tersenyum tulus.
"Anything for you, dear." Sakha mengecup puncak kepala Rania dengan sayang.
"Kamu seharusnya ngga ambil keputusan seperti ini, terlalu sulit buat kamu, Ar."
"Ngga apa-apa. Kamu percaya aku, kan?"
"Iya. Aku ngerti apapun keputusan yang kamu ambil udah kamu pikirin dengan matang. Kamu jangan tinggalin aku. Cukup aku aja yang dulu bodoh udah nyakitin kamu."
"I promise. You're my future." Mereka kembali berpandangan. "Boleh aku masuk sekarang? Nasya pasti cari aku." tanya Sakha.
Rania mengangguk dan melepaskan dirinya dari Sakha.
"Tunggu aku. Nanti aku antar kamu pulang." Setelah mengucapkan itu, Sakha kembali melangkahkan kakinya memasuki gedung pernikahan Darrel, sedangkan Rania memilih untuk menuju basement, menunggu Sakha.
***
Hari semakin gelap, acara pesta pun akan segera berakhir. Sakha menghampiri Nasya yang sedang menggendong Clara.
"Uncle!" Clara memanggil Sakha dengan riang, Sakha pun langsung menghampiri keduanya dan ia mencubit kedua pipi Clara dengan gemas.
Nasya yang menyadari kehadiran Sakha langsung menatapnya sambil tersenyum, "Kamu dari mana?" tanya Nasya.
"Abis keluar sebentar. Ada apa?" tanya Sakha setenang mungkin.
Nasya tersenyum dan menggelengkan kepalanya, "Ngga ada apa-apa."
"Kamu pulang sama keluarga kamu?"
Nasya mengangguk. "Iya. Kak Sakha mau pulang sekarang?"
"Iya. Tapi aku mau pamitan dulu."
Nasya pun mengantar Sakha untuk berpamitan pada keluarga besarnya.
"Aku pulang dulu, ya." Pamit Sakha kepada Nasya.
"Terima kasih untuk hari ini. Kak Sakha hati-hati ya pulangnya."
"Iya sayang." Ucap Sakha lalu tersenyum dan akhirnya meninggalkan Nasya.
Sakha segera menuju basement dan langsung menghampiri Rania yang sudah menunggunya.
Setelah membukakan pintu untuk Rania, Sakha pun menuju kursi kemudinya. Ia akan menghabiskan waktu malam ini bersama Rania.
"Mau makan dulu?" tanya Sakha setelah mobilnya sudah menjauh meninggalkan gedung pernikahan itu.
"Boleh."
Sakha mengendarai mobilnya ke sebuah restoran cepat saji. Setelah sampai, ia kembali membukakan pintu mobil untuk Rania dan menjulurkan tangannya agar Rania menggenggamnya.
"Silahkan turun Ratu."
Rania tertawa melihat tingkah Sakha yang ia anggap penuh drama itu. "Lebay, Ar."
Sakha hanya tertawa, kemudian menggenggam tangan Rania memasuki restoran tersebut.
Tanpa menanyakan apa yang ingin Rania makan, Sakha langsung memesannya. Sakha sudah hapal betul menu apa yang akan Rania pesan, karena menu makanan mereka pasti sama.
Mereka berdua menikmati makanannya sambil membicarakan hal-hal menarik. Dari hal sederhana sampai hal yang serius. Sesederhana itulah mereka, tak perlu berjalan-jalan ke suatu tempat ataupun keliling dunia bersama, duduk berdua sambil berbincang saja sudah sangat lebih dari cukup. Seperti itu saja mereka sudah sangat bahagia.
Di tengah perbincangan mereka, ponsel Sakha yang diletakkan di atas meja berbunyi. Nama Nasya lah yang tertera di sana.
Sakha menatap Rania, lalu Rania mengangguk sebagai jawaban.
"Iya sayang, ada apa?" Sakha menatap wanita cantik di hadapannya itu tidak enak, namun Rania hanya bisa tersenyum memaklumi.
"Aku sudah sampai. Kamu langsung istirahat ya, aku tutup dulu panggilannya. Selamat malam." Setelah panggilan terputus, ia kembali menatap Rania yang sedang meminum orange juice.
"Rania, kamu mau pulang?" tanya Sakha.
Rania berpikir sejenak, kemudian ia menggelengkan kepalanya. "Ice cream dan coklat."
"Ngga berubah ya dari dulu." Sakha tersenyum lega lalu menggenggam kembali tangan Rania.
Setelah itu, mereka pun kembali melanjutkan perjalanannya. Sebelum mengantar Rania pulang, Sakha akan membelikan ice cream dan cokelat terlebih dahulu untuk Rania.
"Kamu mau ikut ke dalam?" tanya Sakha saat keduanya sudah berada di depan mini market.
Rania menggelengkan kepalanya, "Ngantuk."
Sakha mengusap pipi Rania lalu mengecupnya sekilas, "Yaudah bobo aja."
Rania pun menuruti perkataan Sakha dan dirinya memang sangat mengantuk saat ini.
Sakha pun turun dari mobilnya lalu memasuki mini market itu dan langsung mengambil beberapa ice cream dan cokelat kesukaan Rania. Ia tidak ingin berlama-lama meninggalkan Rania sendirian.
Sakha menaruh belanjaannya di kursi penumpang, ia kembali ke kursi kemudinya. Ia menatap Rania yang sudah memejamkan kedua matanya, menghembuskan napasnya yang teratur itu dengan tenang, wajah cantiknya tak akan pernah bosan untuk Sakha pandangi.
Sakha tersenyum bahagia melihatnya. Ia mencium kening Rania cukup lama, gadis itu benar-benar tidak terusik sedikitpun atas perlakuan Sakha.
Jantung Sakha selalu berdebar saat bersama Rania. Sakha pun menjauhkan wajahnya lalu berucap dari hati kecilnya yang paling dalam, "Thank you for staying by my side."
***