Langit malam itu gelap pekat. Awan hitam menggantung rendah, menutupi bulan yang seharusnya menerangi malam. Di mansion keluarga Ardelino, suasana terasa hening dan sedikit menyeramkan. Hanya deru angin yang sesekali berhembus, melintasi pohon-pohon besar di halaman depan.
Dina melangkah ragu melewati pintu gerbang mansion yang menjulang megah. Ia mengenakan gaun sederhana berwarna krem yang membalut tubuh rampingnya. Rambut hitam panjangnya dibiarkan tergerai, sedikit berantakan karena tiupan angin malam. Tangannya meremas tas kecil yang ia bawa, berusaha menenangkan kegugupan yang terasa semakin kuat.
Ia sadar, mungkin ini bukan waktu yang tepat untuk datang. Tapi keinginan untuk bertemu Rangga terlalu besar. Pria itu baru saja kembali dari perjalanan bisnis, dan Dina ingin memberi kejutan kecil. Hubungan mereka sudah berjalan cukup lama, dan rencana pernikahan mereka semakin dekat. Dina yakin malam ini adalah saat yang tepat untuk menunjukkan perhatiannya.
Namun, siapa sangka, malam ini justru akan mengubah segalanya.
---
Reza Ardelino berdiri di ruang tamu mansion dengan ekspresi datar. Pria berusia 28 tahun itu mengenakan kemeja putih yang lengannya tergulung hingga siku, memperlihatkan otot tangannya. Tatapannya terarah ke jendela besar, mengamati taman gelap yang tampak sunyi.
Malam itu, ia hanya berniat menunggu Rangga. Adik tirinya itu terlambat pulang, seperti biasanya. Hubungan mereka memang tidak pernah dekat. Bagi Reza, Rangga hanyalah pengingat dari masa lalu yang ingin ia lupakan—hasil dari pernikahan kedua ibunya yang menghancurkan keluarganya.
Meski begitu, Reza tetap tinggal di mansion ini. Entah karena rasa tanggung jawab, atau sekadar tidak ingin tempat ini kosong tanpa pengawasan. Tapi malam itu, sesuatu yang tidak pernah ia duga justru terjadi.
---
Dina membuka pintu depan mansion perlahan. Lampu-lampu di ruang tamu hanya menyala sebagian, menciptakan bayangan yang bergerak di dinding. Ia melangkah masuk dengan hati-hati, memastikan langkah kakinya tidak menimbulkan suara.
"Dina?"
Suara itu terdengar dalam dan tegas. Dina tertegun. Ia menoleh ke arah suara itu, melihat siluet seorang pria berdiri di dekat jendela. Cahaya redup dari luar membuat wajahnya samar terlihat.
"Rangga?" Dina bertanya ragu.
Pria itu tidak menjawab. Hanya berdiri diam, menatapnya dengan pandangan yang sulit ditebak. Dina mendekatinya, yakin bahwa itu adalah Rangga.
Tanpa berpikir panjang, Dina berdiri di ujung jemarinya dan mengecup bibir pria itu.
---
Reza terkejut. Bibir Dina yang lembut menyentuh bibirnya, hangat dan manis. Ciuman itu sederhana, tapi seolah mengaduk sesuatu dalam dirinya.
Awalnya, Reza ingin menarik diri. Ia tahu Dina adalah tunangan Rangga, calon adik iparnya. Tapi rasa penasaran yang selama ini ia abaikan terhadap Dina mendesaknya untuk membalas ciuman itu.
Perlahan, ciuman itu berubah menjadi lebih dalam. Reza menyentuh wajah Dina, sementara Dina seolah kehilangan kendali atas dirinya.
Namun, semua terhenti ketika Dina tiba-tiba menarik diri. Ia menyalakan lampu di dekat mereka, membuat ruangan itu langsung terang benderang.
Dina menatap Reza dengan mata membelalak. "Reza?"
Reza tetap tenang, meskipun ia masih merasakan kehangatan dari ciuman tadi.
"Kamu..." Dina menggigit bibir bawahnya, wajahnya memerah. "Aku pikir kamu Rangga."
Reza mengangkat alisnya, tersenyum tipis. "Sayangnya, aku bukan dia."
Dina merasa jantungnya berdegup kencang. Ia tidak percaya baru saja mencium Reza—pria yang selama ini membuatnya merasa kecil setiap kali mereka bertemu.
"Maaf... aku harus pergi." Dina buru-buru berbalik, tapi langkahnya terhenti ketika Reza meraih pergelangan tangannya.
"Kamu akan pergi begitu saja?" Reza bertanya. Tatapannya tajam, penuh arti.
"Aku tidak seharusnya di sini," ucap Dina gemetar.
Reza mendekat, jarak mereka semakin sempit. "Tapi kamu sudah di sini. Dan kamu sudah melakukan sesuatu yang tidak seharusnya."
Dina menunduk, merasa malu sekaligus marah pada dirinya sendiri. "Aku benar-benar minta maaf."
Reza tersenyum kecil. "Itu yang menarik, Dina. Kamu tidak tahu, tapi tetap melakukannya."
Dina mencoba menarik tangannya, tapi genggaman Reza terlalu kuat. "Lepaskan aku," katanya pelan.
Reza melepaskannya, tapi sebelum itu ia berbisik, "Aku tidak akan melupakan malam ini."
Dina merasa tubuhnya merinding. Ia berbalik dan buru-buru keluar dari mansion, meninggalkan Reza yang masih berdiri di tempatnya, menatapnya dengan pandangan penuh teka-teki.
---
Beberapa menit kemudian, Reza membawa Dina ke sebuah klub malam. Dina mengikuti pria itu dengan ragu.
"Kenapa kita ke sini?" tanya Dina sambil memandang sekeliling, merasa tidak nyaman.
"Kamu akan tahu sebentar lagi," jawab Reza singkat.
Mereka berjalan melewati kerumunan orang. Dina melihat banyak pasangan yang tengah bermesraan, bahkan melakukan hal-hal yang tidak pantas di tempat umum. Wajahnya memanas, dan ia berusaha menghindari pandangan itu.
Langkah Reza berhenti di depan sebuah ruangan. Dina tidak menyadari itu hingga ia menabrak punggung Reza.
"Maaf," ucap Dina sambil mundur sedikit.
Reza membuka pintu ruangan itu sedikit, memperlihatkan apa yang ada di dalam. Dina tertegun. Matanya langsung memanas saat melihat Rangga, pria yang ia cintai, sedang bermesraan dengan seorang wanita lain.
"Masih yakin dia setia?" tanya Reza dingin.
Dina menggigit bibirnya, menahan air mata yang hampir tumpah. "Kenapa kamu tunjukkan ini padaku?"
"Supaya kamu tahu siapa dia sebenarnya."
Dina terdiam. Perasaan sakit dan kecewa mulai menyelimuti hatinya, sementara Reza tetap berdiri di sampingnya, memberikan senyuman tipis yang sulit diartikan.