Jika kata maaf dapat memberikan
Perdamaian,
Lantas kenapa tidak kau usahakan.
*********
Aku terus berjalan di belakangnya tanpa aku sadari aku menginjak sendal yang dia pakai.
Brukk
Apa-apaan ini?
Tangannya mencoba meraih pegangan, namun tanpa sengaja dia meraih tanganku. aku yang tidak siap akan hal itu pun ikut terjatuh dengan posisi yang menurutku itu sangat memalukan.
Kami terjatuh tepat di pintu masuk aula, orang-orang yang ada di sana tertuju kepada kami, sepertinya kejadian ini sungguh lebih memalukan dari kejadian sebelumnya, kenapa? Karena aku terjatuh di pintu masuk aula persis seperti orang yang sedang mengintip, lebih memalukan lagi di aula sudah ada umi, abi, dan pengurus santri lainnya yang salah satu dari pengurus santri putra aku mengetahuinya dia adalah ustadz alif orang yang telah menghukum ku.
Aku melihat si sosok halu ini berdiri dan merapikan baju koko nya. Melihat itu aku pun bangun dan hendak merapikan kerudungku yang sedikit berantakan. Namun aku tidak sengaja menginjak ujung gamis yang aku kenakan, beginilah posisiku sekarang tersungkur di depan kaki si sosok halu.
Aku mendengar si sosok halu mendengus kesal dan orang-orang di dalam aula tertawa. Ah, benar-benar hari yang sangat memalukan.
"Syila! sini nak duduklah dekat umi." Alhamdulillah suara umi menghentikan tawa para pengurus santri.
Aku mengangguk dan segera menghampirinya mengambil posis duduk di sebelah umi.
"Ada yang sakit?" Lanjut umi menatapku.
Aku hanya menganggukkan kepala.
"Nanti umi akan suruh ustadzah nia mengantarmu ke klinik pesantren setelah acara ini selesai." ucap umi tersenyum ke arahku.
"Lutut mu pasti sakit." lanjutnya.
"Bukan umi, tapi ini" ucapku memegang bagian d**a.
"Hehe, malu gitu maksudnya umi." ucapku kepada umi namun di balas gelengan serta tawa dari umi dan orang-orang yang ada di ruangan aula ini.
"Candaan mu tidak lucu!" suara khas laki-laki yang tidak lain si sosok halu itu berkata dengan wajah datarnya.
"Maaf kak saya tidak bercanda seperti yang diucapkan kakak barusan, saya hanya berkata jujur saya malu. Bukankah kakak lebih tau dan paham bahwa jika kita menyaksikan seseorang yang tertimpa hal memalukan lantas kita menahan untuk tidak tertawa itu jaminannya surga." ucapku padanya karena dia menganggap aku sedang mempermainkan orang tuanya.
Orang-orang yang ada di sana hening seketika setelah aku berkata demikian. Apa ucapan ku salah? Namun begitulah keterangan yang pernah aku dengar.
"Umi, abi dan juga para pengurus santri di sini saya memohon maaf bila ucapan saya barusan salah. Umi syila minta maaf syila tidak bermaksud berlaku tidak sopan pada umi barusan." ucapku dengan menunduk.
Entah angin apa yang merasuki tubuhku sehingga mendapat keberanian untuk berkata seperti itu di depan semua orang. Sudahlah, aku tidak tau yang aku tau aku telah berbuat kurang baik itu saja dan harus minta maaf.
"Tidak, kamu tidak salah. Apa yang kamu ucapkan itu nyatanya memang benar. Jadi abi mewakili semuanya meminta maaf kepada kamu syila." kini gilaran abi yang berbicara.
Aku hanya membalasnya dengan anggukan kepala.
"Begini syila kenalkan ini anak abi namanya Atha Hafizh Alfarezi Irawan biasa di panggil hafizh. Dan ini Muhammad alif Al-Fath biasa di panggil alif, dia anak sahabat abi namun sudah abi anggap anak abi sendiri sekaligus alif ini sahabat hafizh dari kecil" ucap abi mulai berbicara.
"Mungkin kamu merasa bingung kenapa abi memanggil kamu kesini, iya kan?" sambungnya kembali dan di balas anggukan olehku.
"Untuk itu silahkan alif biar kamu yang menjelaskan" jelas abi.
Tapi aku masih belum mengerti, otak ku belum seribu persen pulih setelah kejadian barusan, aku masih menyimpan rasa malu namun sudahlah jangan terlalu di pikirkan.
Terkadang egoku lebih tinggi daripada rasa malu.
"Terimakasih abi. baiklah, begini ukhty syila saya minta maaf karena sudah menghukum ukhty.
Hmm saya tidak tau kalo ukhty ini santri baru disini dan belum tau peraturan di pesantren kami. Sekali lagi saya minta maaf!" jelasnya kepadaku dengan wajah menyesal.
"Saya tidak pernah mempermasalahkan itu ustadz. saya juga mengerti hal itu, jadi wajar kalo ustadz berbuat demikian. Insyaa Allah sudah saya maafkan." ucapku dengan mantap.
Aku melihat ustadz alif tersenyum lega ke arahku. Lama sekali kami semua berkumpul di aula dan sedikit berbincang tentang perkembangan pesantren, yang jelas aku hanya menjadi pendengar setia di antara mereka karena aku memang tidak tahu tentang hal itu.
Sekitar satu jam lebih kami disini, akhirnya selesai juga dan aku pamit kembali ke kamarku.
**********
Hafizh Pov
Aku duduk di balkon kamarku menatap langit yang yang menampakan bintang-bintang. Melihat itu pikiranku jauh menerawang kemasa lalu.
Tiba-tiba aku mengingat gadis itu, gadis polos yang baru saja masuk ke pesantren ini. Syila namanya, itulah yang aku ketahui saat umi memanggilnya ketika dia pingsan.
Aku geli mengingat dimana kepolosannya saat dia memanggil aku dengan sebutan 'sosok halusinasi' sungguh dia benar-benar polos, jika santri wati lain akan malu bertemu dengan ku dia justru berlaku seperti anak kecil.
Aku benar-benar tidak habis pikir dengan gadis itu kenapa dia bisa memanggilku dengan sebutan sosok halusinasi setelah kejadian dia jatuh saat mau ke kamar mandi. Apalagi kejadian beberapa jam lalu saat dia menginjak sendal yang aku pakai dan berujung aku yang tidak sengaja menarik lengannya, dia yang ikut terjatuh sepertinya memang sangat malu terlihat dari pipinya yang memerah namun aku suka itu. Astagfirullah.
Mengingat kejadian itu teringat sekali perkataannya
"Maaf kak saya tidak bercanda seperti yang diucapkan kakak barusan, saya hanya berkata jujur saya malu. Bukankah kakak lebih tau dan paham jika seandainya tadi menahan tawa saat melihat seseorang di landa sesuatu yang memalukan itu jaminannya surga"
Perkataan nya itu seperti sebuah tamparan, ya perkataanya memang tidak salah dia benar sekali. Aku malu dan tidak dapat berkata lagi, aku malu dengan syila yang berkata seperti itu. Abi sudah sering membahasnya namun aku jarang sekali mengamalkan hal itu. Astaghfirullah.
"Hayooo melamunkan apa?"
Aku melirik orang yang tiba-tiba datang di sebelahku ternyata dia alif sahabatku.
"Tidak, ana hanya memantau Santri dari jauh saja, sudah malam dan di karenakan pengajian belum efektif. santri baru juga belum pada datang takutnya ada santri yang masih berkeluyuran di luar." jelasku, aku tidak berbohong aku memang sedang memantau para santri dari jauh dan terpikir akan gadis polos itu.
"Besok para santri datang. kita bertugas untuk tes dan menguji mereka besok" ucap alif
"Iya benar sekali, dan ana belum mempersiapkan apa-apa." Ucapku di susul tawa dari alif.
"Ana juga belum." jelasnya.
"Ana kira antum sudah." namun hanya di bales gelengan oleh alif.
Kami sedikit mengobrol di balkon kamar, tidak lama alif pamit untuk beristirahat di kamarnya. Abi menyiapkan asrama khusus untuk para pembimbing yang tidak jauh dari rumah abi.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.