ZWEI (DUA)

3666 Kata
Lilo keluar dari mobil dan melihat rumah megahnya yang tertutup. Meski demikian, ia tahu di bagian dalam dan halaman belakang sudah dipenuhi atribut persiapan pesta ulangtahunnya dalam beberapa hari lagi. Diraihnya tas dan ditatapnya bodyguardnya yang membuka lebar pintu mobil. Ia melihat tangan Alois yang diperban dan ditunjuknya bagian itu dengan meringis. "Kau sudah ke dokter ya?" Alois balas menyeringai. "Ini dari kotak darurat di bagasi." Lilo menaikkan alisnya dan melangkah menuju tangga rumahnya. "Selamat beristirahat bagi kalian." Ia tahu, ketika pintu rumah terbuka, maka sudah menyambut delapan bodyguard lainnya yang akan menjaganya di dalam rumah, menggantikan tugas delapan orang sebelumnya yang berjaga sejak pagi. Bahkan sebelum Lilo menyentuh gagang pintu ganda, benda itu sudah terbuka dengan sendirinya oleh salah satu bodyguard yang berada di dalam. Tak perlu heran bagaimana mereka tahu akan kemunculan Lilo, jawabannya ada pada kamera pengawas yang ada di sudut atas teras yang terhubung pada ponsel mereka masing-masing. Isi rumah yang demikian megah menyambut Lilo berikut deretan para lelaki muda berpakaian serba hitam dengan alat komunikasi di salah satu telinga mereka. Seorang bodyguard menyambut Lilo dengan berkata sopan. "Selamat datang, Fräulein Lilo." Pintu menutup di belakang Lilo dan secara otomatis Lilo menjawab sambutan sang bodyguard. "Aku pulang." Matanya melihat hiasan-hiasan serba pink di area ruangan luas di hadapannya yang rencananya akan menjadi ruang dansa saat pesta. Dari tempat ia berdiri, Lilo bisa melihat tangga melingkar yang menuju kamar-kamar di lantai dua. Di tengah ruangan luas itu, Lilo selalu mendapatkan sambutan hangat asisten rumah tangga keluarga Dommer. Nyonya Greta. "Anda sudah pulang sekolah, Fräulein? Apakah ingin cemilan?" Nyonya Greta menatap Lilo dengan lembut. Lilo melebarkan senyumnya dan memeluk Nyonya Greta yang gemuk dan hangat. "Nanti, aku mau tahu dulu mengapa Edith ada di sini?" Lilo menelengkan kepalanya pada seorang perempuan ramping berkacamata yang berdiri tenang di samping Nyonya Greta. Edith Huber adalah sekretaris ayahnya sekaligus publisis Lilo yang ditetapkan oleh ibu Lilo. Edithlah yang selalu memeriksa isi media sosial Lilo –instagram, twitter dan f******k-, mengganti kalimat, mengatur dan menentukan apa saja yang harus dilakukan Lilo di setiap acara termasuk jadwal les bahasa inggris Lilo. Edith tersenyum mendapati pandangan curiga Lilo. "Well, bagaimana kalau kita duduk dulu?" Lilo tertawa dan menuju ke arah tangga melingkar. Dia menatap Edith melalui bahunya. "Duduk bersamamu artinya akan melihat kau membuka Ipadmu, membacakan jadwalku hari ini dan menceramahiku masalah ulah kaburku sebelum Papa atau Mama mengetahuinya." Kemudian Lilo mengetuk pelan pelipisnya. "Oh, aku ingat. Sehabis memakan cupcakeku, aku harus bersiap ke tempat les bahasa inggris dan dikawal oleh delapan men in black, seperti biasa. Setelah les, aku akan latihan balet selama satu jam, mengecek pekerjaan rumahku dan berakhir di ruang makan, makan malam sendirian dengan menu mewah dan ketika aku sudah berlayar ke pulau mimpi, Papa dan Mama baru pulang." Edith meringis mendengar kalimat sindiran Lilo. Sejenak suasana di ruangan itu sunyi, bahkan para bodyguard yang berada di sekitar Lilo tak bergerak sama sekali. Halus, Edith menyentuh lengan Lilo. "Ini bukan untuk membahas jadwal harianmu, Fräulein. Tapi ibumu memintaku untuk mencari tahu apa saja yang ingin kau tambahkan untuk pesta ulangtahunmu? Ia akan memenuhi keinginanmu." Lilo mengembangkan kedua tangannya di udara. "Bukankah sudah terpenuhi? Kalian sedang bekerja keras menjadikan ini pesta tak terlupakan. Mama sudah mengatur semuanya." Edith menghela napas. "Kau sedang marah, Lilo." Salah satu bukti kemarahan Lilo adalah agenda kabur gadis itu yang hampir terjadi setiap hari. "Aku hanya ingin Mama dan Papa meluangkan waktunya untukku walaupun hanya sekadar makan malam bersama." Lilo melontarkan kalimat tidak puasnya. "Oh, jangan dijelaskan lagi. Mereka sibuk. Selalu." "Lilo." Edith memahami perasaan remaja Lilo. Anaknya saja yang seusia Lilo menikmati masa remaja dengan gemilang. Sementara Lilo terjebak dalam tata aturan yang mengekangnya. "Kau dijaga demikian ketat demi perlindunganmu sendiri. Ayahmu seorang walikota, keselamatan keluarga harus dijaga." Membahas hal itu hanya membuang waktu bagi Lilo. Dia sudah tahu itu. Maka dengan menggembungkan pipi, ia menepis bicara Edith. "Aku mandi dulu, setelah itu akan bersiap untuk les bahasa inggris." Lilo berlari menaiki tangga, memberi tanda pada para bodyguardnya untuk berjaga di lorong saja dan bukannya tepat di depan pintu kamarnya. Kamar luas dengan nuansa pink, peralatan make up lengkap, deretan sepatu dan tas di ruang tersendiri serta ratusan baju bermerk berada di dalam lemari besar sepanjang dinding, gelang dan anting serta kalung indah, menerpa pandangan Lilo. Barang apapun sudah dimiliki Lilo. Tapi sayangnya Lilo merasa hampa. Lilo merasa sendirian. Banyaknya list kontak di ponselnya tak menjamin mereka adalah teman sesungguhnya bagi Lilo. Kemudahan dan kemewahan yang diberikan orangtuanya tak membawa mereka berada di dekat Lilo. Lilo menatap cermin. Jadi? Bagaimana jika aku berpikir untuk benar-benar kabur dari tempat sumpek ini? Pasti ada ide cemerlang yang akan muncul di kepala Lilo. Ide yang membuat Lilo menghilang sejenak dari lingkungan dan orang-orangnya. Ia pasti akan mendapatkan ide itu saat meniup lilin ulangtahunnya! Kurt Dahlheimer mengendarai mobilnya menuju keluar kota Berlin, membunyikan musik metal di dalam mobil dan membuka habis jendela hingga udara hangat sore itu menerpa kulit wajahnya. Jalan mulus dan berkelok membawa Kurt pada kawasan hijau di pinggir kota, melihat bentangan ladang bunga matahari dan pohon-pohon rindang yang menjulang tinggi. Sebuah rumah musim panas tampak berdiri kokoh di antara rindangnya pepohonan hijau, membuat mobilnya meluncur mulus di halaman berumput itu. Kurt membeli rumah musim panas itu sejak beberapa tahun lalu, menjadikan rumah itu tempat berliburnya ketika mendapat jatah bersantai dari atasannya. Seperti kali ini, Nikolaus tak bisa menolak permintaan Kurt untuk berlibur dua hari dari pekerjaan bodyguardnya. Kurt meninggalkan alat komunikasi dan ponsel canggihnya di apartemen di Berlin, dan berniat menghabiskan dua hari santainya di rumah miliknya bersama ponsel tua yang hanya memiliki daftar kontak dan permainan ular memanjang dari layar monokromnya. Lelaki berusia 29 tahun itu keluar dari mobil dan bersiul senang ketika menurunkan tas ranselnya. Kedua kakinya menapaki tangga rumah dan membuka pintu dengan lebar. Bau rumah yang terbuat dari kayu itu menerpa penciuman Kurt. Bau kayu yang mengingatkannya akan rumah masa kecilnya di salah satu desa di Munchen. Sebelum ia memutuskan untuk membersihkan rumahnya, Kurt melepas kacamata dan membawa keluar bunga kesayangannya yang dibawanya dari apartemennya. Terdapat dua buah pot bunga Snowdrop dan pansy, yang terlihat berkembang indah di dalam pot meski jumlah yang lebih banyak ada di apartemen Kurt. Salah satu hobi unik Kurt adalah bercocok tanam dan memelihara bebungaan. Di apartemennya, Kurt mengatur satu ruangan khusus untuk tanamananya dengan atap bening yang bisa terbuka menggunakan remote, hingga cahaya matahari bisa masuk dengan bebas. Kurt terkenal dengan sebutan bodyguard berwajah kecut dan sangar dengan tinggi 190 cm, paling waspada dan menguasai bela diri tinju. Namun dibalik kesangarannya, teman-teman bodyguard juga mengenal Kurt sebagai lelaki bertangan ajaib. Tanaman dan bunga apa saja dapat tumbuh subur ketika Kurt memeliharanya. Rasanya tidak dapat dipercaya, Kurt si wajah masam itu bisa berjam-jam berjongkok di halaman rumahnya, menggemburkan tanah demi menaman segala jenis tanaman hijau, memerhatikan temperatur cahaya bunga-bunganya. Tak hanya itu, Kurt juga pecinta makanan manis yang bahkan rela memenuhi toples-toplesnya dengan marshmallow, cokelat dan permen. Pembuat kopi terbaik menurut teman-teman bodyguardnya. Dengan mengatur dua pot bunga itu di dalam rumahnya, Kurt membuka jaket dan mulai mengambil alat untuk bebersih rumah. Melakukan pekerjaan rumah selama masa liburnya, bebas dari hiruk pikuk kota serta penatnya pekerjaannya, membuat Kurt bisa mengistirahatkan sejenak otaknya. Sejak mendaftarkan dirinya di kantor bodyguard bonafit Jerman di usia 20 tahun, Kurt langsung direkrut oleh Nikolaus Eberwein sebagai bodyguard elit bagi orang-orang penting di pemerintahan. Penilaian tinggi Kurt dalam masa pelatihan menarik perhatian Nikolaus yang ternyata menjabat sebagai kepala bodyguard untuk pejabat tinggi pemerintah. Untuk ukuran tinggi saja Kurt sudah melebihi batas standar penilaian, belum lagi kemampuan tinju Kurt yang diwarisinya dari ayahnya yang seorang petinju Munchen. Bisa dikatakan, selama sembilan tahun, Kurt sudah bergelut di bidang tersebut hingga dia merupakan senior di kalangan para bodyguard muda. Penghasilan sebagai bodyguard juga lebih dari cukup hingga dia bisa mengirim uang pada keluarga di Munchen. Duduk santai menikmati malam hangat dengan segelas bir di rumahnya, sendirian dan menonton pertandingan sepakbola adalah hobi Kurt. "Bahagianya." Kurt meletakkan kepalanya di sandaran sofa yang sekaligus menjadi tempat tidurnya. Biasanya ia akan tertidur hingga pagi tanpa gangguan dari panggilan darurat. Inilah surga sesungguhnya. Ya, itulah surga yang dirasakan Kurt hingga 3 jam kemudian ponsel tuanya berdering nyaring, membangunkannya dari tidur nyenyaknya tepat tengah malam. Kelopak mata Kurt sangat berat untuk terbuka namun dering tersebut demikian bandel hingga sambil menyumpah serapah, Kurt menyambar ponselnya yang tergeletak di lantai. Di sela rasa pedas matanya, Kurt membaca nama Nikolaus di layar monokrom tersebut. "Ada apa!" Kurt melontarkan tanya dengan keras, sengaja melupakan siapa Nikolaus itu. Atasannya itu sudah berjanji takkan mengganggu dua hari liburnya dan ternyata melanggar janji itu. Wajar saja Kurt dongkol setengah mampus. "Kembali ke kota! Sekarang!" suara Nikolaus terdengar tegas. Alis Kurt melengkung tajam dan bibirnya yang melekuk tipis semakin menjadi setipis kertas. "Kau berjanji padaku..." "Tak ada janji! Ini perintah! Segera berkemas dan kembali ke kota, langsung ke rumah walikota!" Itu suara seorang pemimpin yang amat dikenal Kurt hingga secara otomatis, seluruh syaraf di tubuh Kurt menegang dan dengan gerakan cepat, ia melompat dan menyambar jaket kulitnya. Sambil menempelkan ponsel di bahu dan telinga, Kurt membasuh wajahnya di curahan air keran wastafel dengan tangan lainnya. "SOS? Fräulein kabur lagi di acara ulangtahunnya?" hanya itu yang ada di otak Kurt sambil dia meraih kunci mobilnya, dan masih menyempatkan diri menghidupkan sebatang rokok. "Lebih dari itu! Perintah untuk kau kembali secara resmi diucapkan walikota! sich beeilen, Dahlheimer!" (cepat!) Jika Nikolaus sudah berteriak seperti itu, artinya itu adalah sebuah perintah yang amat mendesak. Kurt memakai sepatu dan membuka pintu rumah, menguncinya dan mendesah dalam hati bahwa ia terpaksa meninggalkan Snowdrop dan Pansynya sementara waktu. "Baiklah, aku sudah berada di mobil. Setidaknya katakan padaku perintah seperti apa ini? Apakah terjadi sesuatu?" "Fräulein Lilo mengaku dirinya hamil." Rokok di mulut Kurt terjatuh di atas pahanya, membuatnya mengumpat pelan dan mengambil benda itu. "Kau bercanda! Kapan dia melakukan 'itu'? Di sela penjagaan ketat kita?" "Hanya Tuhan yang tahu! Sudahlah, Dahlheimer! Kembali saja secepat mungkin!" dan hubunganpun terputus. Alis Kurt berkerut amat dalam. Hamil? Sejak kapan anak itu lepas dari pengamatan? 3 jam sebelumnya. "Happy birthday, Lilo!!!" suara ledakan kembang api terdengar keras di halaman belakang rumah Lilo, puluhan tamu undangan yang terdiri teman-teman sekolah, les, serta anak-anak para pejabat berkumpul di rumah megah pada malam itu. Pesta ulangtahun yang mengusung tema pesta kebun itu terlihat amat meriah. Kue ulangtahun setinggi lima tingkat didorong mendekati Lilo yang amat cantik malam itu. Khusus malam itu, sang walikota dan isterinya ada di pesta tersebut, berdiri di sisi sang puteri yang melebarkan senyumnya dengan gembira. Barisan para men in black terlihat berjaga ketat di seputar keluarga walikota, beberapa pemburu berita mendapatkan akses untuk memasuki acara asalkan memiliki kartu pass dari kantor majalah mereka yang mendapat ijin sang walikota untuk meliput acara ulangtahun Lilo. Lilo senang mendapati ibu dan ayahnya hadir di acaranya dan begitu bersemangat ketika melihat kemunculan kue ulangtahunnya yang besar dan tinggi, hingga ia mendengar bisikan sang ayah yang mengatakan akan kembali ke ruang kerja karena ada pertemuan tertutup bersama beberapa orang penting di pemerintahan, sementara sang ibu menerima telepon dari salah satu pelaksana acara musikal untuk kegiatan seni keesokan harinya. Keduanya memberikan kecupan pada pipi Lilo yang melongo, melambai dan menyerahkan jalannya acara pada Edith dan beberapa asisten, meninggalkan acara peniupan lilin yang amat berarti bagi Lilo. Tak ada yang menyadari betapa sedihnya Lilo ketika melihat punggung ayah dan ibunya yang berlalu bersama ponsel mereka, tepat kue ulangtahun itu berada di depannya. Lagu Happy Birthday berkumandang dengan ceria, sinar kamera menyambar wajah Lilo yang tersenyum kaku. Airmatanya nyaris tumpah jika saja sentuhan Edith memberinya kesadaran bahwa ia ada di hadapan orang banyak, tepat di depan beberapa kamera yang siap meliput acaranya, dan Lilo akan melihat berita dirinya di halaman utama majalah remaja mereka. "Make a wish, Fräulein." Edith berbisik lirih, menepuk punggung Lilo dengan lembut. "Ucapkan keinginanmu." Lilin memancarkan cahayanya yang gemerlap. Ada 16 banyaknya, berpendar cantik di atas kue sang princess yang berwarna pink. Pesta ulangtahun yang tak terlupakan! Lebih tepatnya Lilo yang dilupakan! Ia memajukan wajahnya, menghirup udara dalam-dalam sebelum mengembuskannya dengan keras. Lilo ingin pergi dari Berlin! Menghilang dari kedua orangtuanya. Bukan bermaksud bunuh diri! Lilo masih ingin menikmati hidup. Tapi ia ingin bebas dan memberikan pesan apakah keberadaannya berarti bagi kedua orangtuanya. Ia akan bersembunyi dari semua popularitas memuakkan ini dan berkata dia sedang hamil! Senyum Lilo terkembang ketika ide gila itu menerjangnya. Ya, jika dia mengaku hamil, hal itu akan membuat ayahnya menyembunyikannya dari masyarakat. Itu berita memalukan. Remaja 16 tahun yang bahkan tak tahu siapa yang menghamilinya. Dengan pengakuan gila itulah satu-satunya kesempatan bagi Lilo pergi dari kota yang menyesakkan dadanya. Kalau perlu lempar saja dia ke bulan! Entah mengapa, Lilo ingin sekali pergi ke bulan, melayang-layang dengan tabung oksigen dan melihat bumi dari kejauhan. Pasti menyenangkan berada di angkasa, lepas dari semua tekanan yang menderamu sepanjang hari. Lilo bosan tersenyum pura-pura di balik rasa tidak percayanya pada sekitarnya, Lilo lelah selalu makan sendirian di rumah besarnya, dan Lilo putus asa mengharapkan perhatian ayah dan ibunya dari semua kesibukan mereka, dan Lilo muak dengan semua kemewahan serta semua bodyguard yang menjaganya selama 24 jam. Lilo meniup seluruh lilin ulangtahunnya, mendapatkan sorakan keras dari teman-temannya, balon-balon yang melayang tinggi serta musik keras di sepenjuru rumah yang diyakini Lilo takkan tembus ke ruang kerja ayahnya yang kedap suara. Ia melaksanakan pesta ulangtahunnya dengan riang dan berdansa dengan teman-temannya, memakan banyak kue dan minuman manis hingga pesta itu berakhir menjelang tengah malam. Seluruh pelayan dan bodyguard saling bekerja sama membereskan semua bekas pesta, hadiah-hadiah yang menumpuk dan Lilo melepas mahkota bunganya dari puncak kepalanya. Dia menendang lepas kedua sepatunya dan memutar tubuh dari halaman belakang dan masuk ke dalam rumah. Ia tahu saat itu ayahnya berada di kamar kerja bersama Edith yang sedang melaporkan hasil pesta ulangtahun Lilo sementara ibunya sudah masuk ke dalam kamar tidur. Dari balik pintu yang terbuka, Lilo mendengar percakapan Ayahnya dan Edith yang membahas jalannya acara pesta Lilo diselingi hasil pertemuan ayahnya dengan beberapa orang penting yang dikatakannya ketika meninggalkan Lilo. Lilo mengembuskan napasnya dan masuk ke dalam ruang kerja sang ayah. Walikota menatap Lilo yang berada tepat di tengah ruang kerjanya, melipat kedua tangan di atas meja kerjanya yang mengilat. "Bukankah kau seharusnya beristirahat, Lilo?" Lilo membalas tatapan ayahnya. Apakah Papa tak menyadari bahwa sejak awal tak mengucap selamat ulangtahun pada Lilo? Bahkan ketika Lilo terbangun di pagi hari? Tiba-tiba Lilo sesegukan dan itu mengejutkan sang walikota dan Edith. "Lilo? Ada apa?" Lilo memang menangis secara jujur karena sedih namun kalimat yang meluncur dari bibirnya justru bukanlah sebuah pengungkapan kesedihan hatinya yang sesungguhnya. Ia mencampurnya dengan kebohongan paling gila yang pernah diucapkannya. Tapi ia harus melakukannya. "Papa! Aku hamil!" "Apa!!" Walikota berdiri dari duduknya dan sang sekretaris nyaris pingsan ketika mendengar ucapan Lilo. Edith terpaksa berpegangan pada tepian meja sang walikota, menatap horor pada Lilo yang menangis, wajah merah sang walikota dan kepalanya seperti dikerubungi lebah ketika memikirkan cara memberitahu sang nyonya atas kabar mengejutkan itu. Herr Dommer memegang bahu Lilo dan menguncang keras tubuh anaknya. "Kau bercanda, Lilo!" (*Herr artinya adalah Tuan/Mr. dalam bahasa Jerman) "Aku hamil!" Lilo menyerukan kata itu dengan lantang, menunggu reaksi sang ayah. Herr Dommer menekan pelipisnya, menoleh Edith yang pucat pasi. "Panggil Nikolaus sekarang juga! Dan jangan sampai berita ini bocor dari kamar kerja ini. Berita ini akan berdampak buruk pada reputasi keluarga ini di mata masyarakat!" "Bukankah sebaiknya kita mengecek kebenarannya, Herr?" Edith mencoba membela Lilo, pasti ada kesalahan. Lilo melongo melihat reaksi ayahnya yang lebih mementingkan reputasi daripada Lilo. Jika Lilo sungguh-sungguh "hamil" maka seperti itulah sikap ayahnya! Ketika dia mendengar kata-kata Edith, Lilo berkata keras. "Aku tahu aku hamil! Tak perlu mengeceknya!" "Di mana? Dan mana bukti testpacknya?" Edith menyodorkan tangannya, melotot pada Lilo dan berharap ini hanyalah satu dari lelucon Lilo. "Pokoknya aku tahu aku hamil!" Lilo bersikeras. "Bukti!" Edith mendekat dan Lilo mundur. "Sudah! Panggil Nikolaus sekarang juga dan cari bodyguard terbaik untuk menjaga Lilo selama masa kehamilannya!" "Eh?" Lilo dan Edith berseru secara serempak dengan maksud berbeda. "Apa maksud anda?" Edith memegang lengan Lilo. "Jika Lilo berkata dia hamil, maka dia harus disembunyikan dari semua orang. Ini berita memalukan dan kesempatan bagi musuh politikku untuk menjatuhkanku. Dia akan berada di suatu tempat dan dijaga 24 jam dengan satu bodyguard terbaik yang dimiliki Nikolaus!" Bodyguard lagi? Lilo merintih di dalam hati.Yang benar saja! Demi karirnya, ayahnya bahkan tak memikirkan bantahan Edith akan berita "kehamilan" ajaib yang dialami Lilo. Edith menatap Lilo dan berdesis dari sela-sela giginya. "Katakan kau sedang bergurau, Lilo Dommer." "Aku tak bergurau." "Hasil testpack!" "Sudah kubuang!" "Aku akan membawamu ke dokter..." "Edith! Panggil Nikolaus dan daftar seluruh bodyguard! Ini harus dibereskan selama 24 jam sebelum paparazzi mengendusnya. Dan isteriku tak boleh tahu! Dia bisa pingsan." "Apa yang anda rencanakan?" Herr Dommer menatap tajam pada Lilo. "Aku akan mengatakan bahwa Lilo mendapat beasiswa keluar negeri dan aku akan mengurus surat menyuratnya." "Tapi Lilo hamil...well...jika benar..." Edith melirik Lilo yang pucat. "Kau akan memberi pengumuman bahwa Lilo mendapatkan beasiswa setahun penuh di luar negeri. Batas waktu hanya 24 jam dan selama waktu yang ada, aku akan mengatur segalanya untuk Lilo." "Herr Dommer!" "Panggil Nikolaus!" walikota berkata tegas dan kini beralih pada Lilo. "Dan kau masuk ke dalam kamar. Datang jika Papa memanggilmu." suara walikota terdengar garang. Lilo mengepalkan kedua tinjunya dan memutar tubuhnya, keluar dari ruang kerja ayahnya. Dia akan bebas. Ternyata ayahnya hanya memikirkan karir. Memang tak ada salahnya Lilo mengambil keputusan gila itu. "Yang benar saja!" Kurt yang duduk di ruangan luas milik Nikolaus bersama sembilan belas bodyguard inti, menatap kertas yang mencetak namanya di urutan pertama yang dipilih oleh walikota sebagai bodyguard pilihan untuk menjaga Lilo Dommer selama kehamilan mendadak gadis remaja itu. Bahkan rasanya Kurt masih tidak percaya bahwa penjagaan selama ini membuat Lilo kebobolan. "Herr Dommer memilihmu, Kurt. Laporanmu paling bagus. Keahlian bela dirimu yang terbaik dan kewaspadaanmu di atas rata-rata." Nikolaus membuka dua kancing teratas kemejanya. Kurt yang hanya mengenakan kaos tanpa lengan di balik jaket kulitnya, melempar jaketnya ke sofa yang didudukinya bersama dua temannya yang lain. "Kenapa aku? 19 orang lainnya juga memiliki laporan paling baik. Bahkan Otto adalah ahli dalam wushu!" ia menoleh lelaki berambut merah yang menyeringai di sebelahnya. "Sayangnya kaulah yang mendapatkan penghargaan itu, Kurt. Aku berterima kasih." Otto tertawa, menepuk lengan bertato Kurt. "Selamat." "Tak hamil saja gadis itu membuat kita semua kelabakan apalagi sekarang dia sedang hamil," ucap yang lain dengan pelan. Kurt menatap Nikolaus. "Apakah sudah yakin bahwa dia memang hamil? Aku masih tak percaya! Siapa yang bertanggung jawab?" "Fräulein Lilo tak mau menyebutkan satu namapun." Nikolaus menghela napas. "Hanya kau yang bisa menjaganya Kurt. Ini menurut Herr Dommer." Seketika kepala Kurt berdenyut-denyut sakit, wajahnya semakin sangar dan tak enak dipandang. "Sebutkan alasan yang membuatku percaya bahwa aku satu-satunya pilihan Herr Dommer." "Karena kau tak pernah menjaga Lilo." "Nah! Aku tak tahu seperti apa tabiat si nona aneh itu!" Bantah Kurt. "Dan kau berwajah sangar." Nikolaus mengabaikan bantahan Kurt, mendengar tawa kecil anak buah lainnya. "Hah?" Kurt mengerutkan dahinya. "Itu bukan alasan otentik." Nikolaus menegak bir yang ada di depannya. "Well, dua alasan itu sangat tepat. Lilo tak pernah melihatmu dan wajahmu sangar. Alasan yang tak bisa membuatnya berulah seperti yang dilakukannya pada para juniormu." Tepukan keras dirasakan Kurt dari dua teman lainnya. "Ayolah, Kurt. Setahun penuh menikmati suasana pedesaan di Swiss dengan besar gaji dua kali lipat. Hanya setahun menjaga Fräulein Lilo. Aku yakin dia takkan bisa menciptakan kecelakaan kecil untukmu. Dia takkan berani mengusikmu." Kurt menoleh dengan sengit. "Aku masih belum memutuskan..." "Kau sudah memutuskannya." Nikolaus memotong kalimat Kurt, melempar satu berkas tepat di paha Kurt. "Pelajari data Fräulein Lilo yang ada di sana." "Kubilang aku belum memberikan keputusan!" Kurt melotot. "Ya, kau sudah." Nikolaus melambaikan surat perintah resmi dari walikota atas penunjukan Kurt Dahlheimer sebagai bodyguard penuh bagi Lilo Dommer selama masa persembunyiannya. "Dalam kurun waktu 24 jam kalian akan meninggalkan Berlin menuju Gruyere dengan pesawat pribadi." Surat perintah itu sungguhan dengan stampel resmi sang walikota. Berkas yang bertuliskan Lilo Dommer seakan berubah menjadi batu besar di paha Kurt. "Gruyere?" "Ya, desa asal keju Gruyere di Swiss. Desa yang indah dan cocok bagi gadis hamil." Nikolaus tersenyum lelah. "Oh, aku tak percaya anak itu hamil. Jika aku tahu siapa yang menghamilinya, aku akan menonjok pemuda itu." Kurt mendengus dan menghela napas berat, membuka lembar pertama Lilo dan bergidik ketika membaca hobi sang nona yang tergila-gila dengan semua yang berbau pink, boyband korea, dan ice cream. Dengan tinggi 173 cm, Lilo berbakat di dalam balet, satu-satunya kegiatan normal yang dilakukan Lilo disamping hobi-hobi ajaib lainnya seperti bisa tidur di mana dan kapan saja, dan tidak bergerak sama sekali saat tidur seperti mayat serta senang bergulingan di karpet bulu kamarnya seperti anak anjing. "Dari mana semua data ini didapat?" Kurt nyaris membanting berkas itu. "Edith Huber." Nikolaus meringis. "Percayalah, dia anak yang manis, Kurt. Ia hanya kurang kasih sayang." "Well, dia gemar membuat tekanan batin bodyguardnya." Kurt berdiri dari duduknya, menyambar surat perintah di tangan Nikolaus. "Hanya setahun saja kan? Hidupku terjamin di desa itu? Gaji dua kali lipat?" "Menjaga Lilo Dommer dengan taruhan nyawamu." Nikolaus menambahkan. Wajah Kurt berubah kecut. "Ini pertama dan terakhir aku menerima tugas menjadi penjaga mahluk bernama Lilo Dommer. Oke, di mana Stitch?" Kurt memutar bola matanya. "Stitchnya itu kau, bung!" Otto berkelakar dan pecahlah tawa mereka di ruangan itu, setidaknya hal itu membuat jantung tegang mereka cukup tenang. Meski putri sang walikota adalah pembuat onar bagi para bodyguard, namun sebagian dari mereka yang pernah menjaga Lilo menaruh rasa simpati dan sayang pada gadis remaja itu. Nikolaus yakin bahwa suatu hari Kurt akan merasakan hal yang sama seperti mereka terhadap Lilo yang nakal namun sangat manis itu. Karena Nikolaus paling mengenal siapa Kurt Dahlheimer. Di balik sikap kasar dan wajah sangarnya, Kurt adalah orang yang paling perhatian terhadap sekelilingnya, apalagi jika diberi tanggung jawab dalam menjaga seseorang. Mengingat bahwa Lilo disembunyikan, Nikolaus percaya, Lilo berada di tangan yang tepat. Kurt akan menjaga Lilo dengan taruhan nyawa. Lihat saja, Kurt sudah tenggelam dalam membaca data Lilo yang ada di tangannya bahkan di saat mereka sedang berbincang sebelum mendapatkan panggilan lagi dari walikota.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN