Bab 3 : Syeril Gitu Lho!

1366 Kata
Syeril dibaringkan Reval di brankar UKS. Ada petugas yang membantunya memberikan minyak angin ke badan gadis itu. Reval hanya memperhatikan dari dekat pintu sampai petugas UKS perempuan itu selesai. Reval mendekat ketika melihat petugas tersebut telah selesai. "Gimana keadaannya?" tanyanya. "Udah saya kasih minyak kok, Kak. Sebentar lagi juga sadar," jawab petugas mungil ini. "Makasih, ya." Petugas tersebut pergi setelah menjawab ucapan Reval. Pemuda ini memperhatikan Syeril yang masih menutup mata. Dia geleng-geleng, tak habis pikir saja bahwa cewek segahar Syeril bisa pingsan hanya karena melihat ulat. "Dasar manja!" cibir Reval pelan. Detik telah berganti menit, bahkan sudah terhitung setengah jam lamanya gadis itu pingsan. Reval juga masih sabar menungggu Syeril, tetapi sepertinya gadis itu belum sadar juga. Pemuda ini resah bukan kepalang. Dia meminta rekannya yang menggantikan dirinya dalam membimbing penelitian selama Syeril belum siuman. Rasanya tak enak merepotkan seperti itu. Namun, Reval tak bisa meninggalkan Syeril begitu saja. Reval memilih menunggu di luar ruangan, bersandar tembok. Sesekali ia melongok ke dalam, berharap gadis itu segera siuman. Tak disangka, Syeril yang membuat resah Reval malah terlena dalam tidurnya. Ya, sudah sejak lama bila dia pingsan selalu kebablasan. Bahkan, Reval sudah mulai jenuh. Berkali-kali dia menengok Syeril,, tetapi hasilnya masih sama. "Ini orang pingsan apa tidur, sih?" decak Reval heran. Sampai-sampai penelitian telah selesai, gadis itu baru sadar. Dia melenguh, kemudian bangkit dari tidurnya. "Di mana gue?" gumamnya kaget. Mendengar suara itu, Reval segera melongok. Dia bergerak masuk saat melihat Syeril sudah mengubah posisinya menjadi duduk. "Udah sadar?" tanya Reval ketika sudah berada di dekat Syeril. "Elo? Gue di mana?" Syeril seolah lupa bahwa ini masih di UKS tempatnya sekolah. Karena geram, Reval menjawab sekenanya. "Di hotel." "What?!" Mata Syeril membola sempurna, "Lo gila, ya? Lo apain gue? Tubuh gue, muka gue, tangan, kaki, bibir, aaaa!! Lo gak nyentuh gue 'kan?" Dia histeris sambil mmemeluk tubuhnya sendiri. Reval menggeleng, dalam hati ia ingin tertawa melihat tingkah gadis itu. Namun, dia tak ingin wibawanya hilang di depan Syeril. "Melek, lo di ruang kesehatan. Ge-er banget!" cibir Reval. Syeril keki, dia memasang wajah masam saat Reval dengan santainya mencibir. "Dih, elo aja yang ngarep. Ngapain lo pakai bohong segala? Cie ... pengen banget sekamar sama gue, ya?" Ledekan Syeril membuat Reval menelan ludah. Kejahilannya justru menjadi bumerang. "Duh, biasa aja keleus, nggak usah merah juga pipinya," tambah Syeril yang memang jago membuat ledekan. Reval mendelik, spontan dia mengusap pipi, memastikan bahwa apa yang diucapkan Syeril tidak benar. "Cieee pipinya diusap ...." Syeril tertawa. "Jangan-jangan ... lo beneran ngarep, nih. Duuh, resiko cewek cakep mah begini!" Gadis ini merapikan poni dan rambut. Bergaya ala-ala princes. Reval benar-benar dibuat skak mat di sini. Sejenak dia tersadar. "Ck! Apaan, sih? Lo gagar otak, ya? Abis pingsan malah ngelantur ke mana-mana. Apa jangan-jangan lo pura-pura?" Reval menatap penuh selidik, mencoba mengalihkan tawa Syeril yang membuatnya tak berkutik sesaat. Bisa-bisanya dia terjebak omongan gadis itu. Sial! "Ap-apaan? Ya-ya, ya, enggaklah! Gue pingsan beneran kali!" Syeril terbata-bata. "Pingsan lo mirip orang overdosis obat tidur. Lo pikir nggak capek nungguin lo?" "Siapa juga yang nyuruh lo nungguin gue? Nggak ada, 'kan?" Reval diam. Syeril memang benar, tak ada yang menyuruh Reval menunggui dirinya. Hanya Reval saja yang terlewat khawatir. Dia paling tidak bisa membiarkan seseorang susah, apalagi perempuan. "Nah, kan, lo nggak bisa jawab." Syeril beranjak. "Udah ah, gue mau ke kelas." "Udah selesai, temen-temen lo juga udah pada bubar." Jawaban Reval berhasil membuat langkah Syeril terhenti. Spontan dia balik badan dengan wajah kaget. "What? Trus praktek gue, gimana? Terancam nggak lulus dong gue?" "Itu bukan urusan gue. Oke, karena lo udah sadar, itu artinya gue bisa pergi." Reval mulai melangkah meninggalkan ruangan kesehatan. Tinggallah Syeril seorang diri yang memikirkan nasibnya karena akan terancam tinggal kelas. Belum ancaman dari kedua orang tuanya yang akan memasukkannya ke pesantren bila dia benar-benar tak lulus. Sejurus kemudian, dia menyadari bahwa Reval sudah tidak ada bersamanya. "Lah, ke mana tu cowok? Gue harus kejar dia, nih! Woy, tunggu!!" Syeril lari mengejar Reval. Terlihat olehnya punggung Reval yang berbelok dari koridor. Dia langsung mengejar pemuda berperawakan kurus tersebut. "Woy, tungguin!" teriak Syeril lagi. Namun, Reval enggan menghentikan langkahnya. Dia terus berjalan sambil mengenakan kembali tasnya. "Tungguin!" Akhirnya, Syeril berhasil mengejar Reval yang sudah tiba di kantin. Dia turut duduk dengan napas terengah-engah. "Ngapain ngejar gue?" tanya Reval sambil memanggil pelayan di kantin. "Please-lah tolongin gue, lo harus bantu gue buat penelitian." "Gue?" Reval menunjuk wajahnya sendiri. "Ogah amat!" "Elo gitu banget, sih! Lo dendam sama gue?" Syeril masih dalam sisa-sisa kegeramannya waktu itu. "Dendam? Buat apa? Gue cuma nggak mau kalau buang-buang waktu buat bantuin orang manja kek elo." "Sembarangan! Gue nggak manja, ya! Gue cuma jijik. Lagian elo aneh-aneh aja, masa penelitian pake bawa ulet segala?" "Sama aja. Gimana mau jadi anak biologi kalau liat ulet aja pingsan?" "Dih, semerdeka lo, deh. Gue cuma mau lo bantuin gue. Oke?" "Males!" Reval menyeruput teh hangat yang sudah tersaji di depannya. "Oke-oke, gue janji. Gue bakal nggak takut. Janji!" Syeril membentuk jarinya seperti huruf V. Reval menatap tak acuh. "Please ... bantu gue!" Syeril menangkupkan tangannya di depan wajah. Tak lupa wajah melas pun dia pasang sedemikian rupa. Namun, Reval masih saja tak peduli. Dia asyik menyantap bakso yang baru saja menyambangi meja. Karena merasa permohonannya sia-sia, Syeril tak kehabisan akal. Dia beranjak, memutari meja dan berdiri tepat di samping Reval. Tanpa tedeng aling-aling, dia menangis kencang sekali sambil meemeluk kaki Reval, membuat siswa yang ada di kantin menatap aneh pada mereka. Reval pun menjadi tak enak hati dipandang seperti itu, pasti mereka menduga yang bukan-bukan tentang apa yang telah terjadi. Apalagi Syeril meraung-raung seperti itu. Reval menghentikan aktivitasnya. "Lo apa-apaan, sih? Bangun nggak!" "Enggak mau! Gue nggak akan bangun, lo harus tanggung jawab!" kata Syeril. Dia tetap berteriak, seolah Reval telah berbuat assusila padanya. Reval menelan ludah, gadis ini benar-benar membuatnya stress. "Oke-oke, gue bakal bantuin lo. Tapi lo bangun dulu." Reval mencuri pandang ke sekitar, orang-orang di kantin ini saling berbisik sambil menatap ke arah Reval dan Syeril. "Enggak! Lo harus janji dulu!" "Iya, gue janji. Gue bakalan bantu elo. Sekarang bangun!" kata Reval ditahan, tetapi penuh penekanan. "Engaaak!!" "Ck! Bangun nggak? Gue serius, gue bakalan bantuin lo. Bangun!" Syeril menatap Reval, dia menangkap keseriusan dan ketakutan dari mata teduh itu. Gadis ini tersenyum, dia berhasil. "Yes! Gitu kek dari tadi. Kan, gue nggak perlu akting segala." Syeril berkata penuh kemenangan. Dia bangkit dan menepuk-nepuk telapak tangan, menyingkirkan debu yang bisa saja menempel saat dia berlutut tadi. "Lo sengaja, ya, mau bikin gue malu?!" Reval melotot. "Dih, lo serem banget, sih? Gue teriak lagi, nih!" ancam Syeril. Dia kembali duduk di depan Reval, berseberangan. "Udah, sih. Norak banget lo." "Huaaaa!!" Reval membuungkam mulut Syeril susah payah, karena posisi Syeril yang susah dia jangkau. Gadis ini benar-benar nekat! "Nggak bisa diem, ya, lo?" "Abis lo nggak ikhlas banget." "Ikhlas gue, ikhlas." Reval mengeratkan gigi. "Kok nggak senyum?" "Iya, ini senyum, hmm ...." Reval menuruti kata Syeril. Dia melebarkan senyumnya, walau Syeril tahu itu sebuah keterpaksaan. Namun, itu sudah mampu membuatnya gembira. Kapan lagi mengerjai anak kuliahan? Syeril membatin penuh kemenangan. Dengan lancangnya, Syeril juga mengambil alih semangkuk bakso milik Reval, kemudian menyantapnya tanpa merasa berdosa. "Kenapa, mau protes? Teriak lagi nih gue!" "Ck! Ngancem mulu lo!" gumam Reval, mengalah. "Udah, sana pesen lagi! Ini buat gue. Gue laper." "Lo nggak laper, tapi rakus." Reval beranjak, dia memesan bakso lagi. Syeril tak peduli, dia hanya fokus pada bakso di depannya. Melahapnya tak bersisa. Sebotol teh juga sudah bernaung di perutnya. Tanpa malu, gadis ini bersendawa di depan Reval. Keras sekali. Reval mendelik melihat aksi konyol Syeril, yang bisa saja didengar pengunjung kantin lainnya. "Cewek, tapi sendawanya kek singa." "Biarin. Masalah buat lo?" "Cewek itu yang anggun, jaga sikap di depan cowok." "Idih, ngapain juga gue jaga sikap di depan lo? Siapa elo? Pacar juga bukan. Kalau di depan cowok gue noh, baru gue jaga sikap." Reval hanya menggeleng. Gadis unik yang sukses membuat Reval skakmat, mati kutu, dan menggeleng tak percaya. "Gue udah kenyang, lo yang bayarin, ya. Atau enggak, gue ngutang dulu deh. Daaa ...." Seenak jidatnya Syeril pergi. Lagi-lagi Reval dibuat mendelik dengan tingkah laku Syeril yang ternyata begitu konyol. Reval kembali menikmati bakso yang masih mengeluarkan asap tersebut.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN