6

952 Kata
Seusai mandi ia langsung mengenakan kaus dan merebahkan diri di pembaringan. "Mas ...." Aku tahu dia tak akan menjawab ucapanku dan kusadari percuma saja aku menggumamkan namanya, karena dalam pikirannya saat ini hanya Erika. Kuambil posisi di sebelahnya kurebahkan diri dan kami saling membelakangi, biasanya, sebelum suamiku mengenal Erika ranjang ini tak pernah sepi, selalu ada obrolan yang kami sebut ngobrol bantal, ada diskusi tentang masa depan dan candaan yang menderaikan tawa bahagia. Kini, hampir berbulan-bulan, Mas Danu tak lagi membagi kehangatannya denganku, rumah dan peraduan ini seolah olah hanya persinggahan sesaat tempat ia melepas lelah lalu pergi lagi untuk berpetualang mencari bahagia. "Ya Allah, suamiku, jangan kau sesatkan dia terlalu jauh, Tuhanku," bisikku lirih dan perlahan tanpa kusadari air mata ini menetes di bantal tidurku. Pada akhirnya jika sikap Mas Danu berlarut-larut kubiarkan maka tak bisa kuhindari jika ini adalah ambang kehancuran pernikahan kami. Begitu juga jika aku terlalu terburu-buru menyergapnya dengan tuduhan tanpa bukti tentu dia akan melawan dengan alibi yang lebih kuat, dan hal itu akan membuatku kalah telak. sebenarnya aku bisa membuat wanita itu bertekuk lutut di hadapanku akan kubuat dia menyesali semua perbuatannya atau kupermalukan dia di klub-klub sosialita kukatakan bahwa dia telah memanfaatkan suamiku untuk mendapatkan apa yang dia inginkan. Tapi itu terlalu mudah untuknya, bisa saja dia bisa memutar balikkan fakta dan membuat seolah-olah Aku adalah istri yang bersalah, seolah-olah Aku adalah wanita yang tidak becus mengurus suami tidak mengerti seluk beluk berumah tangga. Entah mengapa wanita yang cantik, mandiri dan punya banyak uang sepertinya mau mengganggu suami orang lain, tidak sadarkah dia bahwa dia pun telah tersakiti dengan statusnya yag dijandakan mantan suaminya? Tidak punya otak. **. Aku lupa bahwa sore ini ada arisan bulanan kami para sosialita istri pengusaha yang suami-suami kami saling berurusan satu sama lain dalam kerja sama. Maka tak ingin membuang waktu, setelah kusiapkan makan malam lebih cepat di meja, kupanggil asisten rumah tangga dan kuminta dia memberi tahu Laila putriku jika aku akan terlambat pulang sore nanti, kukatakan bahwa aku ada arisan. Kunaiki tangga dan menuju kamar tidur utama, kusiapkan baju yang akan dikenakan suamiku sepulang kerja di atas ranjang, lalu bergegas mandi dan menyiapkan diri. Kulirik jam dinding telah menunjukkan pukul tiga sore, dan biasanya Mas Danu sudah ada dirumah di jam seperti ini. Namun ia masih belum kunjung kembali. Aku berangkat di antar Pak Sardi supir pribadiku, dan tanpa sengaja di perempatan lampu merah kulihat mobil mas Danu di jalan yang bersebrangan dengan tempat mobilku berada. "Apa gerangan yang Mas Danu lakukan di jejeran ruko megah dengan logo brand-brand mahal luar negeri, apakah suamiku punya bisnis di sini?" batinku. Baru saja bersenandika seperti itu, tiba-tiba suamiku keluar dari salah satu store yang berasal dari Inggris Peacock. Ia terlihat membawa banyak paper bag belanjaan dan tak lama kemudian seorang wanita menyusul dan menggandeng tanganya mesra. "Astaga Erika lagi ...." Hendak kuperhatikan mereka akan kemana tapi kemudian lampu lalu lintas mendadak hijau dan meluncur meninggalkan tempat itu. "Ah, ya Tuhan," desahku sambil memijiti kepala yang mendadak berdenyut sakit. Satu jam kemudian mobilku sampai di sebuah resto bintang lima yang megah. Kumasuki lobi utama dan staf langsung menyambut setelah kuperlihatkan card anggota arisan kami. "Silakan nyonya," katanya sambil memintaku mengikutinya. Ketika melihatku para anggota langsung menyambut ramah dan berdiri untuk menyalami. "Hai Sarah, makin cantik aja," sapa mereka. Kubalas dengan seulas senyum di bibir, mereka ibu ibi cantik yang kaya terlihat saling berkedip dan saling melirik perhiasan mereka. Jika melihat ada perbandingan atau sesuatu yang baru dari seorang anggota maka akan menjadi topik bahasan dan bahan candaan anggota lain. Sebenarnya aku kurang suka bergabung mereka tapi demi permintaan suami,m menghormati koleganya, kubaurkan diri ke gabungan Nyonya-nyonya dengan ego dan gaya tinggi ini. Setengah jam kemudian wanita yang kubenci itu datang, ia berjalan penuh gaya dengan tas mewah ditangan, balutan dress ketat selutut berwarna maroon dengan model kerah sabrina membuat bahu dan dadanya terbuka dan memperlihatkan bentuk tubuhnya yang nyaris sempurna. "Hai teman semua," sapanya sambil melambai manja. "Oh hai, Ibu Erika," sapa anggota lain. "Sorry agak telat, abis nyari gaun yag oantas buat ketemu kalian," katanya dengan nada suara nyaris berbisik dan ekspresi bibirnya dibuat secantik mungkin. "Oh ya ampun , ha ha ha," timpal yang lain tertawa. "Beli dimana?" tanyaku seketika memasang wajah antusias. "Di Peacock dong," jawabnya sambil memutar tubuhnya penuh percaya diri. Yang lain berdecak kagum melihat bentuk tubuh Erika dari balutan gaun mewah itu. "Dibelikan atau beli sendiri?" kataku. "Eh, itu rahasia," ucapnya sambil menempelkan jari di bibirnya dan tertawa salah tingkah. "Berarti dibelikan," ucapku yang tertawa dan sontak membuat wajahnya memerah. "Dibelikan pacar atau calon suami?" "Calon dong ya? Hahahaha," timpal sosialita yang lain. "Calonnya single atau suami orang," sambungku yang seketika memmbuat tawa mereka berderai di udara. "Suami orang atau single penting aku bahagia, ka ya?" Ucapnya mencari dukungan. "Duh jangan gitu, kasihan istrinya," kata anggota berbaju hijau dengan gelang berlian di tangan. "Iya, dosa lho, ya, ntar karma," imbuh yag lain. "Lha, jaman sekarang ya ibu-ibu ga ada lagi yang mikirin dosa dan karma, penting mereka bahagia bodoh amat dengan derita orang lain," cetusku menyindirnya. "Hu-uhm, perempuan seperti itu harus dijambak dan disiram air panas." Wanita itu terlihat salah tingkah dan langsung terdiam seketika. "Eh, Jeng, kira-kira apa yang kalian lakukan kalo suami kalian mendadak ketahuan pacaran?" Pancingku untuk mengintimidasi wanita itu. "Gua sunat!" timpal Nyonya Rina pengusaha batu bara. "Langsung kuceraikan," tambah Bu Joko yang suaminya pengusaha properti. "Kalo aku sih, rumah pelakornya langsung kubakar, w************n seperti itu harus dimusnahkan atau bahkan kusewa sekalian pembunuh bayaran," imbuh yang lain dengan berapi-api. "Gimana kalo ternyata pelakornya sahabat kalian sendiri?" Mendadak hening dan Erika terlihat pucat dan ketakutan, buktinya ia hanya terdiam dan sesekali hanya menanggapi dengan senyuman. Nyatanya dipermalukan juga lebih menyakitkan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN