2. First Kiss

1525 Kata
"Kenapa Mei? Kok melamun?" tanya Mbak Asti keheranan. Lima menit telah berlalu, dan Mei masih ternganga di tempatnya berdiri. Gadis itu tak habis pikir dengan fakta yang dikatakan Mbak Asti. Jadi, pria muka datar itu namanya Kai. Pria itu seorang manajer penjualan dan merupakan calon CEO di perusahaan ini. Mengetahui fakta itu Mei tertawa sendiri. Menertawakan kebodohannya. Aishh! Apa sebaiknya ia menghilang saja dari Bumi? Mei menghela napasnya. Pertama, Mei telah membuat kesalahan yang begitu fatal. Kemarin malam ia muntah tepat di kemeja Kai. Kedua, ia membuat kesalahan lagi, dia telah mengira jika Kai berada di sini karna bekerja sebagai cleaning servis. Bodoh! Rasanya ia ingin tenggelam di laut saja. ***** Hari berikutnya Mei selalu bertindak hati-hati. Berusaha berlaku sesopan mungkin saat berpapasan dengan Kai. Ya, meski Kai hanya memberi respon dengan menunjukkan ekpresi muka datar itu lagi dan lagi. "Pagi Pak!" sapa Mei, kebetulan saja ia baru berpapasan dengan Kai. Seperti biasa, Kai hanya balas menatap datar. Tak berniat sedikit pun untuk membalas sapaan Mei. Hingga tiba-tiba Kai menatap Mei, Mei yang menyadari hal itu menautkan alis, "kenapa Pak?" tanya Mei. Kai menunjuk ke bawah, menunjuk lantai koridor. "Iya, lantainya kenapa Pak?" Kai melipat tangannya ke d**a "Masih kotor." "Tapi keliatannya bersih kok Pak, lagian lantainya juga barusan di sapu." "Sapu lagi!" "Udah tadi," balas Mei. "Saya bilang sapu lagi sekarang!" "Tapi tadi kan udah," ujar Mei mencoba untuk bersabar. Kai menatap jerih, "Bisa nggak sih, turuti saja kemauan saya?" "O ... oke saya sapu lagi ya?" "Dari tadi kek," ujar Kai dengan muka datarnya. Lalu segera pergi dari koridor itu. Mei yang menatap punggung Kai itu berdalih jijik, "siyi biling sipi ligi sikiring, bisi nggik si tiriti siji kimiin siyi!" Ampun dah! Mei tersenyum kecut ke arah punggung Kai. Ada ya orang muka datar yang sekalinya ngomong bawel banget. ***** "Mei, kamu bersihin koridor sebelah sana ya, yang bersih jangan sampe Pak Kai marah-marah lagi kayak kemarin," titah Mbak Asti. "Halah, baru jadi manager penjualan aja songongnya bukan main, udah songong, muka datar, suka marah-marah lagi. Ewww, jijik banget!" Mei pura-pura muntah di tempat. Mbak Asti terkekeh melihat kelakuan Mei. "Husshh jangan ngomong sembarangan, entar kualat lho!" "Iya deh, Mei minta maaf! Udah Mbak Asti pergi bersih-bersih sana, Mei juga pengen bersih-bersih di sini," ujar Mei membalikkan badan. Tidak tahu kalau Kai yang dari tadi ia bicarakan sudah berdiri menatap tajam di belakang punggungnya. "Jauhkan hamba dari manusia seperti Pak Kai ya Allah." Mei yang belum sadar akan kehadiran Kai mengaminkan doanya. Hingga akhirnya ... "Eh copot ... copot ... aduh Pak Kai kok bisa tiba-tiba di sini?!" Mei mengelus d**a, seketika gadis itu merutuk dalam hati. Kenapa Kai ada di sini? Mampus! Pasti Kai mendengar semuanya. Kai mendengus pelan, gadis menyebalkan ini lagi. Tadi apa katanya. Ah ya, gadis itu mengatakan jika ia adalah manusia muka datar yang suka marah-marah. Kai berdecak, ya kalau menurut maunya, Kai sih, ingin sekali menendang gadis menyebalkan ini ke dalam tong sampah. "Pak, omongan saya yang tadi jangan dimasukin ke hati, cuman bercanda kok, hehe ... jangan masukin ke hati ya, masukin ke jantung aja kalo bisa hehe." Sudah salah, ngeles lagi. Kai menatap Mei tajam, bisa-bisanya gadis itu bercanda di hadapannya. Mbak Asti yang menyaksikannya cuma bisa menepuk dahi. Perempuan itu ingin menolong Mei, tapi tidak tahu caranya bagaimana. Demi melihat wajah Kai yang menatap tajam itu Mei menelan ludah. Mei ingin pergi dari sini, pergi secepatnya dari hadapan Kai. Namun, sepertinya hari ini adalah hari buruknya. Naas, saat Mei ingin pergi, tali sepatunya yang tak terikat tanpa sengaja terinjak. Membuat Mei pada akhirnya terjatuh ke depan, dan sialnya hal itu membuat dirinya jadi menubruk Kai. BRUK! Ya tuhan! Demi celana dalam Patrick! Mei dan Kai sedang dalam posisi tak wajar. Keduanya tumbang dilantai, dengan posisi Mei di atas dan Kai yang berada di bawahnya. Mbak Asti yang menjadi saksi mata terperangah. Mei mematung, pandangannya terfokuskan pada satu objek yang membuat jantungnya berdetak begitu cepat. Objek itu adalah wajah Kai. Wajah Kai yang berada di bawah wajahnya. Mei tersadar, apa yang barusan ia lakukan? Ahh sialnya, bagaimana mungkin ia bisa menindih tubuh Kai di sudut koridor begini? Waktu seakan terhenti, Mei dan Kai saling tatap. Wajah mereka hanya berkisar jarak lima sentimeter, Mei bisa merasakan dengus napas Kai sekaligus debar jantung laki-laki tersebut. "Mei, kamu nggak kenapa-kenapa?" Demi mendengar suara Mbak Asti Mei segera tersadar, cepat-cepat gadis itu menjauhkan diri dari tubuh Kai yang masih terbaring di lantai. Mei menunduk, wajahnya sempurna merah padam. Kai yang ikut berdiri, segera menatap Mei tajam. Dasar gadis tidak tahu malu! Batinnya jengkel. "Pak, yang tadi itu saya nggak sengaja lho Pak. Sumpah! Saya sama sekali nggak tau kalo Pak Kai ada di belakang saya," ucap Mei memberanikan diri, wajah gadis itu masih tertunduk menatap lantai. Kai tidak menjawab, laki-laki itu malah menarik tangan Mei, membawa gadis itu pergi dari sudut koridor. "Eh, Pak ini kita mau kemana? Itu Mbak Asti masa ditinggalin sendirian disana?" "Kamu nggak usah banyak tanya, ikutin aja mau saya!" Mei diam, terseret-seret mengikuti langkah kaki Kai yang panjang. Entah kemana Kai membawanya. Tapi, saat langkahnya menginjak anak tangga, sepertinya Mei tahu jika Kai akan membawanya ke ruang kantor Manajer Ketenagakerjaan. "Pak, kenapa kita nggak naik lift? Ruang Manajer Ketenagakerjaan kan masih jauh?" Memberhentikan langkah, Kai membalikan badan."Kenapa kamu tau, saya akan bawa kamu ke sana?" Mei terkekeh, "yaiyalah, Mei kan bisa baca pikiran orang!" ujar gadis itu riang, tak ada muka cemas sama sekali. Kai kembali melanjutkan langkah, tidak memperdulikan Mei yang sibuk berseru riang. "Pak jalannya bisa dilambatin dikit nggak? Saya capek!" Tidak ada jawaban, Kai tetap berjalan cepat menaiki anak tangga. "Pak!" Tidak ada jawaban. "Pak Kai!" Kai tetap berjalan cepat. "Pak Kai g****k! Sempurna saat kalimat itu diucap, Kai membalikkan badan. Mei terkejut setengah mati, kakinya yang belum sempat menginjak anak tangga membuat badannya sedikit terhuyung ke belakang. Refleks cengkraman tangan Kai lepas. Membuat gadis itu jatuh terjengkang ke belakang. "Arghhh!" Kai melotot melihat Mei yang jatuh di anak tangga. Beruntung tubuh Mei yang tadinya menggelinding akhirnya berhenti di anak tangga kedua. Demi apapun! Tangan Mei mati-matian menahan tubuhnya agar tidak menggelinding lagi. Kai datang menghampiri Mei, tangannya terjulur membantu Mei. Namun, sia-sia, saat tangan kiri Mei terjulur menggapai tangan Kai, tangan kanan Mei yang hanya bertahan tidak kuasa menahan hukum newtoon. Finalnya, Mei tetap terjatuh di lantai dasar. Badan terasa remuk, kepala, leher, siku, lutut, semuanya sangat sakit. Mei memaksakan duduk, walau siku dan lututnya lecet-lecet. "Udah jangan sok-sokan sakit! Sekarang kamu harus ikut saya ke ruang Manajer Ketenagakerjaan!" Kai dengan muka datarnya kembali berjalan cepat. Mei merutuk dalam hati, tertatih-tatih mengikuti langkah Kai yang panjang. Mei mengernyit, langkah Kai kali ini mengarah ke lift yang berada di samping lantai dasar. "Pak, kita naik lift?" Kai tidak menjawab, langsung masuk ke dalam. Meninggalkan Mei yang masih termenung diam di depan pintu lift. "Nunggu apa lagi? Ayo cepet masuk!" Kai dengan muka datarnya memerintah. Mei segera menurut. Mereka berdua akhirnya masuk ke dalam lift, mengabaikan plang di dekat pintu lift yang berbunyi "lift sedang macet!" Mei ndlosor duduk di lantai lift. Tidak memperdulikan Kai. Persetan dengan manusia muka datar itu! Sekujur tubuhnya sekarang sedang sakit. Berselang lima menit, lampu lift berkedip dua kali, lantas tak beberapa lama lampu lift sempurna padam. "Liftnya kenapa Pak Kai? Kok lampunya tiba-tiba mati? Jangan-jangan di dalam lift ini ada han--" "Tutup mulut kamu!" Kai memotong kalimat Mei. Mei mungkin tidak tahu, jika saat ini tubuh Kai bergemetar, keringat dingin mengalir, jantung berdebar kencang, sementara telinga berdenging. Tidak! Kai menggeleng tegas. Tidak mungkin phobianya terhadap gelap kambuh lagi. Bukankah phobia itu sudah sembuh? s**l! Bagai ditusuk sembilu, dadanya terasa nyeri sementara napasnya perlahan sesak. Tidak tahan, Kai akhirnya tumbang di samping Mei. Napasnya yang sesak membuat laki-laki itu kesulitan bernapas. "Pak ... Pak kai! Pak kai kenapa?" Dalam gelap Mei berusaha membangunkan Kai yang pingsan di sebelahnya. "Pak!" "Pak Kai!" "Pak Kai g****k!" Tidak ada jawaban, d**a Kai naik turun, nafasnya semakin sesak. Mei merogoh saku, berusaha mencari handphone. s**l! Mei baru ingat jika ia meningalkan handphonenya di dalam ransel. Tombol darurat! Ya, Mei bisa menggunakan tombol darurat untuk meminta pertolongan. Gadis itu tertatih, segera bergerak meraba-raba dinding lift. Dapat! Akhirnya Mei menemukan panel tombol darurat. Panel tombol darurat ditekan. Berselang setengah menit tidak ada sesuatupun yang terjadi. s**l! Mei menghentakan kaki, tombol darurat itu pasti rusak. Mei kembali menghampiri Kai, apa yang bisa ia perbuat sekarang? "Pak ... Pak Kai jangan pingsan ya! Masa cuma karna kejebak di lift gini pingsan. Nggak malu apa sama Mei?" Kai tetap bergeming, badannya bergemetar, napasnya semakin sesak. Dengan sisa tenaga laki laki itu menarik tangan Mei. "Eh, kenapa Pak Kai?" "Ok ... sii ... gen!" "Ha? Gimana? Gimana?" Jika situasinya berbeda Kai ingin sekali menjitak kepala Mei. "To ... lo ... long!" Mei menggaruk tengkuk, perlahan canggung mendekati Kai. Laki-laki ini sesak napas, bagaimana cara menolongnya? Haruskah ia memberi napas buatan? Tidak ada waktu, tangan Kai mencengkram kuat pergelangan tangan Mei. Final, Mei menempelkan bibirnya ke mulut Kai, memberikan laki-laki itu napas buatan. Kai merasakan bibir gadis itu manis. Sejenak ia bisa lebih tenang. Tunggu, bibirnya tak lagi perjaka, Kai mengutuk diri sendiri. Bukankah itu first kiss pertamanya?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN