Setelah cukup lama menunggu, pintu gereja pun terbuka, dan Haru melangkah dengan anggun bersama dengan walinya. Gadis itu menatap lurus ke depan, memerhatikan Mugi yang sudah berdiri di altar menunggunya. Jujur saja, situasi yang terjadi padanya saat ini jelas tak pernah ia bayangkan sama sekali. Detak jantung Haru berpacu dengan sangat cepat, dan ia merasakan keringat dingin mengucur dari pori-pori kulitnya dengan bebas. “Kau gugup?” Bisikan itu menyapa telinga Haru, ia sontak melirik ke samping. Haru hanya mengangguk, ia tidak berani buka suara kali ini. “Tenanglah, perasaan yang saat ini kau rasakan juga dulu aku dan istriku rasakan. Kau hanya perlu mengikuti alurnya, lalu menjalani pernikahan itu dengan baik setelah ini.” Mendengarnya jelas membuat Haru hanya memilih diam dan teru

