Aku Bosnya!

1053 Kata
Semenjak hubungan mereka putus, Naila dan Miko tidak lagi pernah bertemu. Tidak saling terdengar kabar. Namun, masih berkenan luka di hati Miko mengenai pengkhianatan Naila. Tidak menyangka mereka di pertemukan kembali setelah sekian lama di perusahaan yang di pimpin Miko sendiri. Dan anehnya ini, sekretaris yang semenjak tadi di tunggu kedatangannya ternyata Naila, sang mantan kekasih. Tentunya mata yang sudah lama tidak bersitatap, begitu membeku di hati masing-masing saat pandangan itu kembali memanah. Sebagai mana sulitnya bagi Miko melupakan Naila, tetap saja kenangan itu tidak akan pernah hilang seutuhnya. Terlebih, Naila cinta pertamanya. Cinta pertama itu kata orang, sulit di lupakan. Itulah yang di rasakan Miko selama ini. Sudah lama tidak menghirup udara yang sama, kini ia malah berbagi udara kembali di dalam ruangan kerjanya sendiri bersama mantan kekasihnya itu. Hanya ada sesak dalam hati Miko, kala bayangan pelukan Jordan dan Naila melintasi benak otaknya. "Kamu ngapain ada di sini?!" Miko mengerutkan dahinya. Ia masih terperangah dengan kehadiran Naila. "Ya, kerjalah!" timpal Naila ketus."Kamu ngapain juga ada di sini?" "Ya aku juga kerjalah di sini!" Miko mengibaskan jasnya. Naila tidak percaya dengan yang dikatakan Miko. Apa lagi ia mencari ruangan bos untuk mengkonfirmasi pekerjaannya. Manik matanya mengedar keseluruh ruangan, ruangan yang ia lihat itu sangat luas. Tidak seperti ruangan karyawan yang lain. "Tunggu! Ini ruangan bosnya, bukan? Lalu, kamu kenapa duduk di ruangan bos? Sekarang dia di mana? Aku di tunggu dia nih. Tolong panggilkan bosnya," ujar Tika, ia benar-benar segera bertemu dengan atasan perusahaan itu. Melupakan sejenak tentang kisahnya bersama Miko. Tujuannya bekerja, sedangkan dia dan Miko adalah masa lalu. Alis Miko terangkat, seiring sudut bibirnya memyunggingkan senyuman. Pertanyaan macam apa yang ia dengar ini? Sedangkan yang berdiri di hadapan Naila, ia sendiri sang direktur itu."Aku bosnya!" Suasana seketika hening. Naila berusaha mencerna perkataan Miko. Sedetik kemudian gelak tawa Naila berderai."Hahahaha ... Hei! Jangan mentang-mentang kamu pakai jas dan dasi, terus kamu ngerasa bisa membohongi aku, kalau kamu bos di sini?" Miko menarik napas dalam-dalam. Merasa di remehkan oleh Naila dengan posisinya sebagai direktur perusahaan itu."Tapi aku memang bos di sini!' ucapnya sambil menunjuk meja kerjanya sendiri. Pastilah Naila merasa tidak percaya dan menganggap Miko melantur. Miko tidak pernah menceritakan perihal keluarganya. Mereka menjalin hubungan di saat Miko belum mengelola perusahaan sang Papa. Ia mengatakan pada Naila, dia hanyalah supir dari keluarga kaya. Mobil biasa yang di pakai Miko menjemput Naila di tempat kuliahnya, atau pergi jalan-jalan bersama, mengatakan itu mobil bosnya. Naila saat itu masih berstatus mahasiswi di salah satu universitas. Miko melakukan itu untuk menguji sebesar apa cinta Naila padanya, bisakah gadis itu menerima keadaannya sebagai supir atau tidak. Naila memang menerima Miko apa adanya. Tidak penting lelaki itu berasal dari kalangan kaya atau hidup sederhana. Hanya suatu keadaan yang membuat Miko menarik kesimpulan bahwa Naila telah berkhianat darinya. Dan itu juga yang menjadi penyesalan bagi Naila. "Adduuhh ... aku serius, Mik! Aku nggak ada waktu untuk bercanda! Ayolah," keluh Naila, ia lagi di buru waktu. Tetapi lelaki itu malah membuatnya semakin lama untuk bertemu dengan sang direktur. Miko memijat pelipisnya. Bagaimana ia menjelaskan pada Naila? Sedangkan ia adalah direktur di perusahaan ini."Sekali lagi aku katakan, aku adalah bosnya!" Naila mulai kesal, ia menganggap Miko sedang bercanda. Kakinya memebntak ke lantai,"Tidak ada gunanya bicara sama kamu!" paparnya. Dengan raut wajah kesal, Naila meninggalkan Miko. Ia kembali keluar dari ruangan itu untuk mencari direktur yang sebenarnya. Ia akan bertanya pada kepala HRD, mungkin melalui dia Naila bisa bertemu cepat dengan atasan di kantor ini. "Eh, tu--" Miko mendengus kesal. Hanya mematri kepergian Naila keluar dari ruangannya itu. Ia menggusar wajahnya dengan kasar. Jantungnya di buat berdegup kencang, berdebat dengan Naila malah membuat dia berkeringat dingin."Masa dia jadi sekretaris aku? Yang benar saja!" Bunyi hentakkan high heels milik Naila saling berbenturan di lantai, menuju ruangan kepala HRD. Naila merasa waktunya sudah terbuang sekian menit, karena berdebat dengan Miko. Ia juga kesal, kenapa Ardian mengarahkan ia pada ruangan itu, yang jelas-jelas bukan bertemu dengan bos, ia malah bertemu dengan Miko--mantan kekasihnya yang dia anggap lelaki itu bukanlah bosnya. Sesampainya di ruangan Ardian, Naila mengetuk pintu. "Silahkan masuk!" ujar Ardian, segera Naila membuka pintu. Ia melangkah lebar mendekati meja Ardian."Ada apa, Naila?" "Pak, itu benaran ruang bosnya? Pak Ardian gak salah?" tanya Naila kurang percaya. Mungkin saja Ardian salah memberitahu ruangan sang direktur. "Iya itu ruangan bos. Mana mungkin aku salah memberitahumu. Kenapa sudah ketemu?" tanya Ardian. "Tapi Pak, di sana gak ada bosnya. Malah yang ada orang mengaku-ngaku sebagai bos," papar Naila, ia tidak percaya bahwa Miko--bos di kantor ini. "Ah, masa? Ngaco kamu!" tungkas Ardian. Mana mungkin ada orang yang mengaku-ngaku sebagai bos. Selain Miko di dalam sana. "Pak, gini deh ... Kalau Pak Ardian nggak percaya, ayo ikut saya!" Naila menarik tangan Ardian untuk segera keruangan sang direktur. Ia ingin membuktikan bahwa ucapannya tidak salah. Dan matanya tidak salah lihat. "Masa sih?!" Ia tidak percaya, Ardian mengerutkan dahinya. Seiring bokongnya berdiri dari kursi, sebab tangannya di tarik paksa oleh Naila menuju ruangan direktur. Mengikuti langkah kaki Naila. Naila sudah tidak sabar menunjukkan pada Ardian. Ia sangat kesal pada Miko yang sudah mempermainkannya. "Pak Ardian gak percaya. Benaran Pak! saya gak bohong. Bosnya gak ada." Sampailah Naila dan Ardian di ruangan tersebut. "Ini Pak orangnya yang ngaku-ngaku sebagai bos!" Sambung Naila seraya menunjuk Miko yang masih terperangah. Mata Ardian melotot pada Naila. Giginya saling bergesakkan."Kamu gimana sih, Naila. Emang pak Miko, bosnya!" ada penekanan kata di setiap ucapan yang di lontarkan lelaki itu. Mata Naila membeliak penuh kaget."Be-benaran, Pak?" "Astaga!" gerutu Ardian."Memang Pak Miko bosnya, Naila!" Naila membalikkan tubuhnya. Menutup wajah dengan sepasang tangannya. Naila mengigit bibir bawah, menyadari kebodohan yang ia lakukan. Ia merasa malu atas tindakkan yang di lakukan tadi. Ia sampai mendesak Miko untuk memanggilkan sang direktur yang ternyata lelaki itu sendiri."Astaga mati aku!" gumamnya dalam hati. Miko mengangkat kaki ke atas kakinya satu lagi. Memainkan jari jemarinya yang saling bertaut di pangkuannya. Seraya menyunggingkan sudut bibir, sehingga membentuk lengkungan senyuman. Wajah terkejut Naila menjadi bahan tertawa bagi Miko. Namun, di tahan baik oleh lelaki itu."Kagetkan kamu! Di kasih tahu ngeyel."batinnya. Perlahan Naila kembali menghadapkan pandangan pada Miko. Dengan senyuman cengingiran di raut wajahnya. Ia tidak tahu harus bertingkah seperti apa. Malah ia terlihat salah tingkah. Miko menggedikan alisnya. Seraya mengusap lembut dagu yang di tumbuhi bulu-bulu halus. Tatapan dingin Miko semakin membekukan tingkah Naila di depan lelaki itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN