Part 4

1085 Kata
Ardian menyuruh Nayla untuk keluar dulu dari ruang Miko. Sebab, sang direktur ingin bicara empat mata dengan Ardian. Nayla pun menurutinya, dia pun juga khawatir maukah Miko menerima dia bekerja di kantor ini setelah mengetahui sekretaris baru itu adalah dia. Di luar, sekali-kali Nayla melirik keruang Miko. Langkahnya mondar-mandir serta jari jemarinya bermain."Adduuhh ... aku di terima nggak ya?" Di dalam ruangan, Ardian menghadap pada Miko. Dia siap menerima sederetan pertanyaan dari sang direktur yang tampak kurang puas dengan sekretaris barunya ini. Ardian sadar bahwa Nayla sangat terlambat dan malah meragukannya sebagai direktur di perusahaan ini. Miko menatap tajam pada Ardian."Kenapa dia yang kamu pilih? Sebagai sekretaris di sini?" "Memangnya kenapa, Pak? Ada masalah?" tanya Ardian balik."Bukannya bapak memberi saya wewenang untuk mencari sekretaris baru?" Pikiran Miko berkelana. Memang dia yang menyuruh Ardian mencari sekretaris. Tetapi Miko tidak menyangka kalau sekretaris barunya ini ternyata Nayla--sang mantan. "Kenapa harus dia sih?" Pungkas Miko kesal. Rahangnya mengeras di bahwa alis tebalnya ia melirik keluar. Tampak Nayla berdiri di luar sana. "Kekurangannya apa, Pak? Bukannya Nayla memenuhi kriteria bapak?" Ardian mengerutkan dahinya."Dia cantik, pintar, modis. Sesuai dengan pilihan Bapak." "Bapak ada masalah dengan dia?" Miko membungkam. Mendecakanan lidah, lalu meraup kasar wajahnya dan memalingkan kelain arah. Tangannya yang ada di atas meja, mengepal erat."Enggak apa-apa. Ya sudah, silahkan kamu keluar." "Baik, Pak. Permisi Pak," Ardian beranjak dari kursinya. Melangkah keluar meninggalkan ruang sang direktur--tampak aneh hari ini. Setelah berada di luar Ardian menggerakkan dagunya menyuruh Nayla memasuki ruang direktur. "Tuh, giliran kamu. Masuk gih," ujar Ardian. Nayla mengangguk. Dengan jantung berdebar ia menghadap miko yang telah menyandarkan punggungnya di kursi sorotan matanya yang tajam di bawah alis hitamnya cukup mematikan langkah Nayla. "Silahkan duduk," Miko mempersilahkan Nayla menduduki kursi yang sudah di sediakan. Nayla melempar senyum getir pada Miko yang diam tanpa ekspresi. Ia mendarat duduk di kursi yang ada di hadapan Miko. Hanya anggukan pelan yang mampu Nayla balas pada sang direktur. "Saya jadi diterima, Pak?" Alis Nayla terangkat menunggu jawaban dari sang direktur. Miko nampak menimang-nimang sejenak."Saya terima kamu bekerja di sini. Asalkan kamu bisa bersikap dan bekerja secara profesional. Bisa?" tanyanya kemudian. "Kalau bukan karena mendesak, aku tidak akan terima dia," Miko membatin. "Baik Miko," sahut Nayla, seketika bola mata Miko melotot pada wanita itu. Bisa-bisanya Nayla memanggil namanya saja. "Jangan panggil saya nama. Kamu mau merusak reputasi saya di kantor ini? Panggil saya, Pak Miko!" tegas lelaki itu sambil membelalakkan matanya. "Baik Pak," Nayla menahan kesal. Mau gimana lagi, dia butuh pekerjaan ini. Setidaknya bisa membantu biaya orang tuanya di kampung serta menyambung hidup di kota ini. Miko menyandarkan punggungnya."Saya harap kamu tidak melihat ke masa lalu. Sekarang saya bos kamu dan kamu, bawahan saya. Satu lagi yang perlu kamu ingat, bahwa saya tidak suka mempunyai karyawan yang manja. Saya butuh karyawan yang cekatan, tidak mudah mengeluh dalam pekerjaan. Bisa kamu menjadi yang saya bilang tadi?" Nayla menyipitkan matanya. Manja? Sejak kapan dia menjadi pribadi yang manja? Sedangkan dia wanita yang mandiri. Dan mau menerima pekerjaan apapun jika itu halal. "Bapak bisa lihat langsung gimana cara kerja saya," wajah Nayla terangkat seakan tidak menerima sindiran dari Miko yang mengatakan dia wanita manja. Miko mencabik seraya wajahnya berpaling dari Nayla."ekhhemm ... baiklah, buktikan ucapan kamu itu." Miko mendorong kursinya. Dia berdiri seraya menjulurkan tangan."Kalau gitu, selamat datang dan bekerja di perusahaan saya." Manik mata mereka saling pandang. Nayla tak berkedip sedikitpun melihat wajah angkuh Miko yang telah meremehkannya. Nayla tidak segan menerima jabatan tangan Miko. Setelah di terima di kantor, Nayla langsung bekerja di rungnya. Sedangkan Miko dari dalam ruangan, ia bisa melihat ke kaca pada Nayla yang sibuk dengan pekerjaan. "Aku belum percaya kalau dia jadi sekretaris di sini. Kok bisa sih? Kalau tau begini, mending aku sendiri yang cari sekretarisnya. Lihat saja nanti, jangan pikir kamu enak kerja di sini," Miko bermonolog dengan dirinya sendiri. Sorotan matanya melayang pada Nayla di bawah alis mata hitamnya yang tersusun rapi. Sedangkan Nayla, ia juga berpura-pura fokus dengan pekerjaannya. Pada hal dalam hatinya kalut. Bekerja sebagai sekretaris apa lagi atasannya adalah mantan kekasihnya sendiri, rasanya langkah Nayla terhambat. Namun semua ini harus menjadi konsekuensi kalau ingin tetap bekerja di kantor ini. Siapa yang tidak mau menjadi sekretaris? Termasuk Nayla. Setelah dapat tidak mungkin ia lepaskan begitj saja. "Sudahlah, dia hanya lelaki masa laluku. Di sini aku harus profesional. Aku harus tetap bekerja. Walau dia sendiri bos di kantor ini," Nayla menarik napas dalam-dalam. Baru juga hendak fokus dengan pekerjan, setumpuk berkas di berikan oleh seorang OB. "Apa ini?" tanya Nayla terkejut. Menaiki sorotan matanya pada OB tersebut. "Pak Miko yang menyuruh aku memberikan ini pada mbak," kata Hani--seorang OB di kantor Miko. "Oh, terima kasih. Nanti aku selesaikan," Nayla tersenyum getir. "Sama-sama Mbak. Terima kasih," Hani pamit undur dari hadapan Nayla. "Baru juga masuk kerja udah sebanyak ini pekerjaan yang harus aku selesaikan. Hhhhuuufff ...." Nayla menghembuskan napas kasar. Kepalanya terasa nyut-nyutan. Miko yang sedari tadi sengaja menguping di balik pintunya yang sedikit terbuka, lelaki itu tertawa tanpa suara."Itu belum seberapa. Itu baru pemanasan. Lihat saja nanti, aku akan menambahnya lagi." "Huuufff ..." Nayla mengangkat tangannya yang melingkar sebuah jam. Tidak berapa menit lagi jam makan siang tiba. Setumpuk berkas di mejanya juga tidak tersisa lagi. Ia rasa mampu menyelesaikan dalam beberapa menit lagi. Nayla mengulas senyum."Sebentar lagi akan selesai. Sebelum waktu makan siang." Semangat Nayla menggebu-gebu untuk segera menyelesaikan pekerjaannya. Tidak lama kemudian, akhirnya yang ditunggu-tunggu tiba. Nayla menyelesaikan pekerjaannya sebelum jam makan siang. Tersisa waktu lima menit lagi, Nayla menggeliat meregangkan otot-ototnya. "Akhirnya selesai juga. Lumayanlah hari pertama ini," Nayal bermonolog dengan dirinya sendiri. Ia berdiri dari kursi. Namun, kesenangan Nayla terbantahkan saat setumpuk dokumen di bawa lagi oleh Hani ke meja Nayla. Sontak saja manik matanya melebar. "Apa ini Hani?" tanya Nayla, bukan tidak tahu apa yang di bawa Hani. Setumpuk berkas di hadapannya lebih banyak dari pada yang pertama. Dan berkas itu akan membuat Nayla lembur hari ini. "Maaf mbak, tadi saya hanya disuruh Pak Miko membawa ini ke meja mbak Nayla,"tutur Hani, ia tidak tahu apa-apa. "Kalau gitu, saya permisi dulu ya mbak," sambung Hani, dia pun pergi dari hadapan Hani. Nayla terhenyak duduk. Seluruh tubuhnya terasa lemas dan hati mulai mendongkol. Bukan tidak ikhlas mengerjakan, tetapi ini seperti disengaja oleh lelaki itu. "Apa-apaan ini?! Baru juga masuk kerja masa aku harus lembur hari ini." Nayla mengepalkan tangannya."Iiiihhh ... awas saja nanti! Pasti dia sengaja ini, ngerjain aku." Miko di dalam ruangan menahan tawa."Rasain! Kamu pikir gampang apa kerja di sini. Aku bikin kamu nggak betah, lihat saja nanti!" Bersambung ...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN