Catatan: untuk tokoh pangeran ini, kesalahan penggunaan bahasa mauapun tata paragraf bukan kesalahan cetak, atau editor, ini sengaja dilakukan untuk penggambaran tokoh ini yang mengalami perkembangan jiwa seseorang dari keterbelakangan mental, menjadi seseorang yang berotak cerdas, secara mental dan intelektual.
*****
Senangya aku mendapat buku baru.
Warna biru
Pinsil baru.
Dan permen.
Dan dokter rut membawa buku cerita baru.
Ada gambar-gambar.
Hari ini aku senag.
Aku gatal, lalu aku mengkelupas. Dokter Rut tertawa. Aku tertawa dan menagis. Sebab rasanya gatal dan pedih.
Dokter rut berpesan, jagan terlalu gembira.
Sebab itu bisa bikin kulis aku kelupas.
Kelupas seperti ular.
Dokter rut tertawa.
Aku juga.
Tapi lalu dia menagis.
Aku juga.
*
2.
Hari ini dokter Rut cerita tentang si kancil.
Katanya aku harus seperti kancil. Bagaimana mukin aku tak punya empat kaki ya kan.
Katanya itu karena aku Lincah, dan cerdik.
Kata dokter rut aku pasti bisa.
Bisa secerdik kancil
*
3.
kata dokter Rut aku harus menulis angka tanggal. Seperti ini contohnya.
Hari ini. Selasa 29 september. Dokter Rut cerita tentang Kura-kura yang balap lari. Lucu sekali. Aku tertawa. Hingga mengelupas.
*
4.
Hari ini kamis 1 oktobe. Aku disuruh membuat puisi. Puisi adalah ungkapan hati.
Baiklah aku coba. Ini puisi pertamaku:
Aku senang Mendengar cerita.
Aku sayang dokter Rut
*
Sejak aku jatuh, aku tak bisa memegang pinsil. Baru sekarang ini aku bisa mentulis lagi. Oh. Hamper saja aku lupa bagaimana cara mentulis.
Aku sayag dokter Rut.
12 desember.
Aku tak bisa bicara seperti manusia. Tapi kata dokter Rut, kelak aku pasti bisa. Aku tahu, dia bilag begitu agar aku rajin berlatih bicara. Dokter Rut suka rajin mensuruhku bersenam mulut. Menarik lidahku, dan membersihkannya. Semula tentu saja aku selalu lari. Tapi dokter Rut selalu bawa permen yag rasanya manis yag aku suka. Dokter Rut akan beri permen itu jika aku rajin berlatih bicara. Dan jika mau diotak-atik mulutku. Dan jika dia membaca ceritaku ini. Dan jika dia suka karena aku berhasil menang dalam permaianan.
Dia juga akan memberi permen padaku jika aku menulis ceritaku ini. Dia baik? Dia tidak baik. Dia pelit. Dia cuma memberi satu permen untuk setiap usaha kerasku. Padahal aku tahu dia punya sekantung permen dalam sakunya. Berbeda dengan suster Marie, dia selalu memberikan banyak permen padaku. Tanpa memintaku melakukan apapun.
*****
'Sebelas', begitu saja panggilanKU. AKU adalah –orang- tak bernama. Hanya 2 anka yang aku punya sebagay identitasku. Tapi kmu boleh menjadi –takjub- saat kmu buka pusat data rumah tabug yayasan BEGO. Tepatnya, seperti yang dokter Rut bilang, jika Kmu punya otak untuk membobol sistem penyimpanan dokumen di sana, lalu kmu punya nyali untuk melakukannya, melihat siyapa itu si nomor '11'. Kmu akan membaca sebuah data yang sukar dijelaskan:
Kode : RAHASIA
Spesimen : 110011
Spesifikasi:1/xi/L.
Status : GAGAL
Nah! Kmu tidak mengkerti bukan? Jagan tanya padaku apa artinya itu. Aku sendiri tidak tahu, dan aku tak mau tahu.
Sekalipun disetiyap angka itu kmu lakukan penelusuran, kmu tetap tak akan mengerti, itu karma kmu bukan bagiyan dari Dewan Penting BEGO. Baiklah aku akan terjemahkan dengan bahasa yang sangat sederhana, seperti yang dokter Rut bilang:
Aku adalah 'Sebelas', dari bukan manusiya biyasa.
Munkin berbahaya. Munkin tidak. Yang jelas sangat rahasiya.
Bila saja aku berhasil dibuwat menjadi seorang –manusia buatan-, mungkin saja aku bisa hidup lebih berguna. Mungkin bisa menjadi tentara yang tangkas, mampu berpikir cepat, bertindak spontan, tanpa cacat. Bisa juga aku dijadikan sebagai orang pintar yang ditempatkan di tempat-tempat penelitian berbahaya. Dimana manusia biyasa tak mampu melakukannya. Yah, kami ini manusia buwatan, yang dibuwat agar dapat melakukan pekerjaan-pekerjaan berbahaya dan beresiko tinggi, dimana manusia biasa tak mampu melakukannya.
Karenanya, kebanyakan manusia buwatan berbangga dan merasa beruntung. Tapi kata dokter Rut itu semua mengenaskan, tragis, ironis, miris, dan membuat dokter Rut menangis.
Tetap saja aku tak mengerti.
Kata dokter Rut, aku beruntung, karena aku menjadi manusia buwatan yang gagal.
Tetap saja aku tak mengerti.
Yang aku tahu Karna aku tidak memenuhi mutu sebagai manusia buatan, aku berada dalam rumah kaca ini, sebuah hutan buwatan. Sebuah tempat kecli menyerupai hutan hujan torpis. Aku hidup bersama dengan beberapa mahluk snasib, yag menanti dalam ketidakpastiyan.
Aku tetap tidak mengerti, kenapa ada manusia gagal. Dan ada yang tidak gagal.
****
Aku tinggal di hutan buatan. Aku tak tahu kenapa disebuta hutan buatan. Kata dokter Rut karena ini semua dibuat manusia. Seperti Kmi. Kmi di sini berusaha bertahan hidup. Kmi dalam persaingan kacaw, karena kmi serba buwatan, maka hukum keseimbangan alam di sinipun buwatan, begitu yag dokter Rut bilang.
Jangan tanya padaku, rasanya seperti apa. Pagi, siyang, malam, kami dalam pengawasan. Sementara kami mencoba berlaku seperti orang 'wajar', tubuh kami yang kumpulan berbagai implan, kombinasi genetik, cangkokan organ sana-sini, membuwat kmi sulit untuk berlaku wajar.
Aku si Sebelas, adalah jenis manusia bersisik, bisa saja kulitku mengkelupas kapan saja. Sekalipun dokter Rut rutin menyuntikan suntikan pengatur hormon mengkelupas, tapi bila dalam keadaan emosi marah, mengkelupas bisa terjadi begitu saja.
Aku tidak tahu kenapa.
Aku bisa mengkelupas saat malu karena sekawanan kangguru mengintipku berjemur. Aku bisa mengkelupas saat marah karena hal sepele. misal saat berbagi jatah obat-obatan pengkendali hormon. Aku bisa mengkelupas saat tertawa terpingkal-pingkal. Bahkan aku bisa mengkelupas saat gemas karena serangga incaranku tak juga bisa aku tangkap. Sungguh memalukan, merepotkan, memilukan.
Karena kekacawan inilah, aku dicap dokter Rut sebagai mahluk yang gagal. Dan aku dikurung di sini sebagai hukuman.
Sering aku berpikir, hukuman itu apa?
Yah memang kelihatannya hutan ini di buwat untuk menghukum mahluk-mahluk gagal sepertiku. Walaw aku tetap bingun, setahuku hukuman itu untuk kesalahan. Jadi kesalahan apa yang telah aku buwat? hamya karena aku gagal menjadi manusia buwatan yang sempurna lalu aku dihukun?
Begitu?
*