James mendengar suara keributan di bawah, lantas James keluar dari kamarnya dan turun ke bawah. Tepat di anak tangga, James melihat mama dan papanya sedang bertengkar hebat. Saat itu James masih berumur 8 tahun tapi James selalu melihat papa dan mamanya bertengkar di depan matanya. James tidak mengerti kenapa mereka setiap hari bertengkar.
Dan kali ini James melihat mamanya membawa sebuah koper besar.
"Aku nggak bisa kaya gini terus mas, pokoknya aku mau kita pisah!"
"Kenapa! Apa kamu nggak bisa hidup miskin hah! Disaat saya lagi terpuruk karena perusahaan bangkrut, kamu mau pergi! Istri macam apa kamu! Apa kamu mau cari laki-laki lain yang lebih kaya?"
"Iya! Aku nggak bisa hidup miskin. Aku mau kita pisah, sebentar lagi rumah ini juga bakal di sita kan? Jadi buat apa aku tetap bertahan sama kamu."
"Oke, silahkan! Silahkan kamu pergi! Silahkan kamu cari laki-laki yang kaya raya. Saya kira kamu benar-benar tulus mencintai saya, tapi ternyata saya salah, kamu hanya mencintai harta saya."
Papa James membiarkan istrinya pergi, dia benar-benar tidak bisa mempertahankan rumah tangga mereka lagi. Istrinya lebih memilih bersama laki-laki lain di saat keadaannya sangat terpuruk.
James berlari turun dari tangga melihat mamanya mau pergi dari rumah, dia tidak akan membiarkan mamanya meninggalkannya dan juga papanya
"Mama? Mama mau kemana? Mama jangan pergi." James menarik tangan mamanya.
"Lepasin James, mama harus pergi!"
"Nggak! Mama nggak boleh pergi. Mama jangan tinggalin James ma, James sayang sama mama."
James menangis, dia tidak mau melepaskan tangan mamanya, James harus mencegah mamanya pergi.
Mamanya James, sebenarnya dia sangat sakit harus meninggalkan anaknya, tapi dia harus melakukannya. Mama James melepaskan tangan James dengan kasar membuat James jatuh tersungkur lalu dia pergi dari sana.
"Mama! Mama jangan pergi! Mama jangan tinggalin James! Mama!"
James meraung, kenapa mamanya tega meninggalkannya, apa mamanya sudah tidak menyayanginya? Apa salahnya?
Papa James mendekati James, dia membantu James untuk berdiri.
"Papa, mama mau kemana? Kenapa mama ninggalin kita?"
Papa James memeluk James, dia tidak bisa menceritakan apa masalah mereka, James masih terlalu kecil dan tidak seharusnya juga dia membiarkan James juga melihat pertengkarannya dengan istrinya.
"James jangan sedih, ada papa. Papa yang akan jagain James!"
James menggeleng, dia melepas pelukan papanya dengan kasar. James ingin menyusul mamanya. Dia berlari keluar dari rumah.
"James!"
Di luar James melihat mamanya sudah menaiki taksi dan pergi dari sana. James mengejarnya, dia berlari cepat bahkan tanpa alas kaki yang membuat telapak kakinya harus menginjak kerikil-kerikil kecil. James bahkan tidak perduli jika kakinya perih karena jalannya yang sangat panas. Yang terpenting adalah mamanya kembali kepadanya.
"Mama! Mama! Mama!" James mengejar taksi yang di tumpangi mamanya. Tapi karena taksi itu berjalan cukup cepat, James tidak bisa mengejarnya karena dia juga masih kecil.
James terjatuh di aspal, lututnya juga telapak kakinya berdarah. Rasanya sangat perih, tapi rasa perih itu tidak sebanding dengan rasa perih karena mamanya meninggalkannya.
******
"Ma! Mama! Ma! Mama! Mama!"
Nai terbangun saat dia mendengar James mengigau dari tidurnya. Nai sangat panik, sepertinya James mimpi buruk.
Nai menyentuh pipi James, "James, bangun! James kamu kenapa? Jangan bikin aku panik. James!"
James terbangun dengan nafas terengah-engah, tubuhnya banjir keringat. James mengusap wajahnya dengan kasar. Mimpi itu lagi! Beberapa hari ini James selalu bermimpi buruk tentang mamanya.
Dia melihat Nai yang menatapnya dengan raut wajah panik.
"Nai?"
James memeluk Nai dengan erat. Dia butuh ketenangan, hanya Nai yang bisa membuatnya tenang.
Nai membiarkan James memeluknya, dia membiarkan James menangis di atas dadanya. Nai sering melihat James seperti ini, James pasti bermimpi buruk tentang mamanya. Semalam James sudah menceritakan semuanya, walaupun saat ini James membenci mamanya, tapi Nai yakin jauh di lubuk hati James, James masih sangat menyayangi mamanya. Dan berharap mamanya akan kembali kepadanya suatu hari nanti.
Nai mengusap lembut punggung telanjang James, "Lo pasti mimpi buruk lagi kan?"
"Jangan tinggalin gue Nai, gue nggak mau orang-orang yang gue sayangi ninggalin gue untuk yang kedua kalinya."
"Gue disini James, gue nggak akan ninggalin lo."
James semakin memeluk Nai erat, ia tidak mau kehilangan lagi. Cukup mamanya, dan sekarang James hanya punya Nai. Walaupun masih ada papanya, tapi papanya tengah sibuk bekerja di perusahaannya yang berada di luar negeri.
James mendongak, "Apapun yang terjadi, jangan pernah tinggalin gue, please. Gue cinta sama lo Nai dan gue nggak mau kehilangan lo."
Nai tersenyum dan mengangguk, dia juga mengelus pipi James, "Gue janji."
Mereka saling memeluk erat, sampai akhirnya mereka kembali tertidur.
*****
"James, hari ini temenin ke toko buku yuk."
James mengoles selai strawberry di rotinya. Pagi ini, mereka sedang sarapan di meja makan.
"Ngapain?"
Nai menghela nafas, "Beli buku lah, masa iya beli semen. Emang lo pikir toko matrial?"
James menatap datar Nai,"Oke."
"Lo nggak ada acara apa-apa kan sama cewek-cewek itu?"
James menggeleng, "Nggak."
Nai tersenyum senang, bahagianya tau kalo suaminya tidak ada acara dengan cewek-cewek centil itu. Karena biasanya saat weekend James akan sibuk dengan mereka.
"Hm, lo udah nggak papa kan?" Tanya Nai, dia harap James sudah bisa lebih tenang dan tidak memikirkan mimpi buruknya lagi.
"Gue nggak papa. Kita berangkat!" James beranjak dari duduknya.
Nai mengernyit, "Ini masih pagi James, ntar siang lah."
"Gue mau ajak lo ke suatu tempat dulu."
"Kemana?"
"Kita jalan-jalan?"
James mengangguk mengiyakan.
"Oke, kalo gitu aku siap-siap dulu."
James tersenyum, dia senang melihat Nai bersemangat karena ia ajak jalan-jalan. James memang jarang mengajak Nai jalan-jalan setelah mereka menikah. James malah merasa bersalah karena mau di ajak jalan perempuan lain sedangkan dia tidak pernah mengajak istrinya jalan-jalan.
James dan Nai sudah berada di suatu tempat. Nai mengernyit bingung kenapa James membawanya kesini. Ia kira James akan membawanya ke tempat romantis, tapi ternyata James membawanya ke tempat bermain anak-anak.
"Lo kenapa bawa gue kesini James?"
"Kenapa? Lo nggak suka?"
"Bukan gitu, gue bingung aja. Emang waktu lo jalan bareng sama cewek lo, lo juga kesini?"
James tersenyum tipis, dia memandang lurus ke depan. Tangannya ia masukkan ke dalam saku celananya, "Nggak ada seorang pun yang gue ajak kesini, kecuali Lo."
Nai menatap James, "Oh ya?"
James mengangguk, dia menghadap Nai dan berkata, "Di sini banyak banget kenangan kita berdua waktu masih kecil, menurut gue ini adalah tempat paling spesial, makanya gue cuma mau ngajak lo kesini, bukan sama yang lain."
Nai tersipu, James memang bisa membuatnya malu-malu. Nai berdehem, "Jadi, lo bawa gue kesini buat mengenang masa lalu?"
James menarik tangan Nai dan membawanya duduk di sebuah ayunan. Ada dua ayunan, satu untuk Nai dan satu lagi untuk James.
"Gue baru sadar, kalo dulu lo udah jahat banget sama gue James."
Flashback.
Nai mengajak James untuk bermain ayunan. Dia ingin sekali menaiki ayunan.
Nai duduk di salah satu ayunan, sedangkan James sudah bersiap dia belakang Nai untuk mendorongnya, "Aku yang dorong yaa.."
"Iya, tapi hati-hati jangan tinggi-tinggi, Nai takut jatuh."
James mengangguk, dia mulai mengayunkannya dengan pelan-pelan, Nai sangat menikmatinya tapi kemudian semakin lama James mendorongnya semakin cepat dan mengayun lebih tinggi. Disitu, Nai mulai panik
"James, jangan kenceng-kenceng dorongnya. Nai takut." Nai ketakutan, dia mengeratkan pegangan tangannya di tali.
"Nggak papa Nai, jangan takut."
"James stop! Nai takut!"
James tidak mendengar omongan Nai, dia terus mendorong Nai. Sampai akhirnya Nai terjatuh. Tangan dan lutut Nai berdarah.
James langsung membantu Nai untuk berdiri, dia sungguh merasa bersalah.
"Nai, aku minta minta maaf."
"Kan Nai udah bilang, jangan kenceng-kenceng dorongnya, tapi James kenapa nggak dengerin Nai? Nai takut jatuh, dan sekarang Nai jatuh. Tangan sama lutut Nai sakit.." Ucap Nai dengan menangis.
James membawa Nai untuk duduk, "Aku minta maaf, udah bikin Nai sakit. Aku obatin ya?"
Nai mengangguk, "Jangan kaya gitu lagi."
James tersenyum, dia membersihkan tangan dan lutut Nai yang kotor, kemudian meniupnya agar tidak perih.
Flashback off.
James tertawa, Nai memanyunkan bibirnya melihat James, "Kenapa lo ketawa?"
"Lucu aja, inget itu gue ngerasa bahagia. Karena waktu itu gue masih punya mama, papa, dan juga elo. Tapi nggak lama setelah itu, mama pergi ninggalin gue sama papa."
James tersenyum kecut, kalo saja mamanya tidak memilih laki-laki lain, pasti sampai sekarang mereka bisa hidup bahagia. Mungkin itu sudah takdirnya.
Nai berdecak, "Lo bawa gue kesini buat seneng-seneng kan? Kenapa malah jadi sedih gini si?"
Ah iya, kenapa James memikirkan perempuan itu? Perempuan yang sudah membuatnya dan papanya menderita.
"Oke, gue minta maaf."
"Nggak perlu minta maaf. Mending sekarang lo beliin gue eskrim." Nai mengedip-ngedipkan kedua matanya.
James mengangguk, mereka beranjak dari sana dan menghampiri penjual eskrim keliling.
Setelah mendapatkan eskrim, mereka kembali ke tempat bermain dan duduk di kursi yang sudah tersedia di sana.
"Oh ya, tumben cewek-cewek lo nggak ngajak lo jalan?"
"Gue udah bilang sama mereka kalo gue mau habisin waktu liburan sama istri gue."
Nai menggigit bibir bawahnya, tidak seperti sebelum-sebelumnya. Dulu James selalu jalan saat weekend, dan Nai akan menghabiskan waktu untuk menonton drama sendirian di kamar. Tapi sekarang, James ingin menghabiskan waktu liburannya bersamanya.
"Iya deh."
James melihat bibir Nai clomotan karena eskrim, kemudian dia mendekatkan wajahnya.
Nai terdiam saat James mendekatkan wajahnya, "James, lo.. lo mau ngapain?"
James menatap bibir, dia semakin mendekatkan bibirnya, dan setelah sudah sangat dekat, James menjilat bibir Nai yang clomotan karena eskrim. Hanya beberapa detik, lalu James menjauhkan wajahnya.
"James, lo gila ya! Main cium-cium gue. Kalo ada yang liat kita bisa ketangkep karena dikira berbuat m***m di tempat umum."
James tidak tau saja kalo saat ini jantung Nai berdegup sangat kencang karena ciumannya.
"Gue bahkan nggak takut kalo kita gituan disini." Ucap James mengedipkan salah satu matanya.
Nai membelalakan matanya, dia menabok lengan James dengan keras, "Sembarangan banget tuh mulut kalo ngomong."
"Sakit Nai."
"Biarin, wlekk." Nai menjulurkan lidahnya mengejek James.
James membalasnya dengan menggelitiki pinggang Nai, Nai tertawa kegelian.
"James udah, geli! Hahahaha!"
Sampai akhirnya ponsel James berbunyi membuat James berhenti menggelitiki pinggang Nai.
James mengangkatnya teleponnya.
"Halo?"
"......"
"Gue nggak bisa."
"....."
"Oke, sebentar lagi gue ke sana."
James menutup teleponnya. Dia melihat Nai yang tengah mengernyit menatapnya.
"Siapa yang telepon?" Tanya Nai.
James bingung harus menjawab apa, tapi dia juga tidak bisa menyembunyikannya dari Nai.
"Siapa James?"
James menatap Nai, "Bella."
*****
"Jadi, Bella itu temen kakak Ipar lo?"
Nai mengangguk saat Mario bertanya kepadanya. Ah ya, sekarang Nai sedang bersama Mario, mereka berada di toko buku langganan Nai. James meminta Mario untuk menemani Nai pergi ke toko buku karena dia ada urusan dengan Bella. Katanya Bella sudah sampai di Indonesia dan meminta James untuk menjemputnya. Nai sebenarnya kecewa karena James tidak menepati janjinya untuk menemaninya ke toko buku dan lebih mementingkan perempuan itu, alhasil Mario yang menemaninya.
Katanya, James mau menghabiskan waktu liburannya dengan Nai tapi James mengingkarinya. Awalnya Nai ingin Marko yang menemaninya, tapi dengan jelas James menolaknya. Ia tidak mau Nai bersama Marko, apalagi Marko menyukai Nai dan James tidak ingin mereka kembali dekat.
"Kenapa James bisa kenal sama dia?"
Nai mengendik, "Katanya, mereka pernah ketemu di Swiss waktu itu. Dan sekarang mereka jadi dekat gini kan?"
"Lo nggak takut kalo sampai cewek itu suka sama suami lo?" Tanya Mario, ia kira perempuan itu memang sudah menyukai James.
"Gue udah tau kalo Bella emang suka sama James."
Nai sudah tau karena James memang sudah memberitahunya. James sudah berjanji untuk tidak menyembunyikan apapun darinya.
"Jadi?"
"Lo tau kalo James banyak di sukai sama cewek-cewek kan? Ya wajar aja sih kalo Bella emang suka sama dia."
Mario menggeleng, dia bingung dengan sikap Nai yang terlalu menganggap hal seperti ini adalah hal yang sepele. Mario takut kalo suatu saat rumah tangga mereka akan mendapatkan masalah gara-gara perempuan lain.
"Terus, lo udah tanya apa James juga suka sama Bella atau nggak?"
"Dia-"
Nai menggantungkan kata-katanya, Nai ingat kalo hari itu James belum sempat menjawab apa dia juga menyukai Bella atau tidak karena James mendapatkan telepon dari temannya. Sampai sekarang, Nai belum menanyakannya lagi karena lupa.
Nai menggelengkan kepalanya, "Gue belum tanya lagi, tapi gue yakin kok James nggak suka sama Bella."
"Yakin?"
"Ya..kin."
Mario menyipitkan matanya menatap Nai, "Kok lo kayak nggak yakin gitu?"
Nai berdecak, dia beranjak berdiri dan mengambil beberapa buku yang mau ia beli, "Udah sore, mending sekarang kita pulang. James pasti udah nungguin di rumah."
Nai pergi dan membawa buku itu untuk di bayar di kasir. Setelah selesai, mereka pergi meninggalkan toko buku.
Mario mengantarkan Nai pulang ke rumah. Saat Nai turun dari mobil, rumah terlihat masih sepi. Mobil yang di bawa James juga belum terparkir, apa James belum pulang?
"Makasih lo udah mau nemenin gue beli buku Yo."
Mario tersenyum, "Sama-sama. Hem, kayaknya James belum pulang."
"Paling sebentar lagi juga pulang kok."
"Kalo gitu, gue pamit pulang dulu Nai."
"Oke. Hati-hati."
"Sip."
Setelah mobil Mario meninggalkan pelataran rumah Nai, Nai langsung masuk ke dalam. Nai lantas menyimpan buku yang sudah ia beli di perpustakaan kecilnya. Salah satu keinginan Nai adalah Nai bisa mempunyai perpustakaan sendiri walaupun tidak besar tapi setidaknya Nai bisa menyimpan buku-buku n****+ yang ia sukai.
Setelah itu Nai mandi. Beberapa menit kemudian, Nai sudah kembali rapi. Nai duduk di sisi ranjang, dia menghela nafas panjang, sudah hampir maghrib tapi James belum kembali juga?
Nai tiba-tiba mempunyai ide untuk memasak sebelum James pulang. Nai sudah belajar sedikit, semoga saja di berhasil dan James menyukainya.
Nai pergi ke dapur dan menyiapkan semua bahan-bahan yang akan ia masak untuk makan malam.
Hampir satu jam, akhirnya Nai selesai memasak. Nai bahkan mencium aroma wangi dari masakannya. Ini pasti akan sangat enak dan James akan menyukainya. Nai menutup makanannya dengan tudung saji kemudian kembali ke ruang televisi
Hampir jam 8 malam, James belum pulang juga. Nai sudah sangat bosan menunggu James. Masakannya pasti sudah dingin.
Tok tok tok tok.
Nai beranjak ketika mendengar seseorang mengetuk pintu. Itu pasti James.
Nai membuka pintu, dia melihat James masuk.
"Lo kemana aja si James, kenapa-"
Nai terdiam saat ia tau James tidak sendirian, dia melihat perempuan yang bersama James. Cantik, tinggi dan putih.
"Maaf Nai,tadi waktu gue jemput Bella, jalanan macet banget, jadi gue pulangnya agak malam."
"Ah iya nggak papa kok. Lo pasti Bella kan?" Tanya Nai pada perempuan di samping James.
Bella mengangguk, "Iya."
Nai menatap James, dia ingin bertanya kenapa dia membawa Bella ke rumahnya?
"Ya udah, masuk dulu."
Mereka masuk ke dalam rumah. Bella melihat sekeliling rumah James. Rumah James ternyata besar juga. Apa James hanya tinggal berdua dengan Nai di rumah yang sebesar ini?
Mereka semua duduk di ruang tamu.
"Jadi gini Nai, malam ini Bella mau nginep di rumah kita, nggak papa kan?"
Nai mengernyit, apa maksud James berkata seperti itu?
"Cuma semalam aja kok Nai. Besok baru cari apartemen."
Nai tersenyum tipis, dia ingin menolak keputusan yang diambil secara sepihak oleh James, tapi dia mengurungkan niatnya. Hanya semalam tidak masalah untuknya.
"Kalo gitu, Bella tidur di kamar tamu aja ya."
Bella mengangguk. Kalo saja dia bisa menginap selama di mau, pasti Bella sangat senang. Tapi Bella yakin, istri James pasti tidak akan menyetujuinya.
"Oh ya, gimana kalo kita makan malam dulu?" Ucap Nai.
"Sebenarnya gue sama Bella udah makan, lagian lo nggak bisa masak kan? Apa lo delivery order?"
Nai menghela nafas, dia tersenyum kecut. Hati Nai terasa sakit saat James mengatakan dia tidak bisa memasak di depan Bella. Kenapa James harus berkata di depan Bella? Apa dia mau mempermalukannya di depan Bella?
Dan yang pasti Nai merasa sia-sia karena sudah masak kalo akhirnya James sudah makan bersama perempuan lain.
Nai berdiri, sumpah demi apa Nai ingin menangis sekarang, tapi dia mencoba untuk menahannya.
"Gue capek mau ke kamar dulu. Oh ya James, lo anterin Bella ke kamar tamu ya."
Setelah itu, Nai menaiki tangga dengan cepat dan segera masuk ke dalam kamarnya. Dia tidak bisa lagi menahan air matanya yang akan jatuh. Di dalam kamar, Nai menangis. Kata-kata James benar-benar melukai hatinya.
Setelah mengantarkan Bella ke kamar tamu, James langsung menuju ke kamarnya. Saat membuka pintu, dia melihat Nai tengah duduk di tempat tidur dan terlihat sedang membaca buku.
James naik ke tempat tidur, dia ikut duduk di samping Nai.
"Itu buku yang baru lo beli?"
"Iya."
"Beli berapa buku?"
"3."
"Oh."
Mereka sama-sama diam. Dari apa yang James lihat, Nai sepertinya marah karena dia tidak jadi menemaninya ke toko buku. Nai menjawab pertanyaan seadanya. Biasanya Nai banyak bicara.
"Gue minta maaf. Lo pasti kesel karena gue nggak jadi nemenin lo beli buku."
"Nggak."
"Atau lo marah karena malam ini Bella nginep di sini?"
"Biasa aja."
Nai menutup bukunya. Dia tidak mau berbicara dengan James, hatinya masih sakit jika mengingat apa yang sudah di katakan James di depan Bella.
Nai tidur membelakangi James, menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. Tak terasa air matanya kembali menetes, dengan segera Nai menghapusnya.
James tau Nai marah. Nai mungkin perlu waktu untuk menenangkan dirinya. James mengerti, dia tidak ingin mengganggu Nai.
James merasa haus, dia lantas pergi ke dapur untuk mengambil minum. Di dapur, James melihat ada tudung saji di atas meja, biasanya juga tudung saji tidak ada di sana karena Nai atau James tidak pernah menyimpan makanan di sana. Lantas, James membukanya. James terdiam saat melihat beberapa makanan, ada ayam goreng, cah kangkung, udang crispy. Makanan itu sepertinya sudah dingin.
Apa jangan-jangan Nai memasak?
Jadi tadi Nai mengajaknya makan malam karena dia sudah memasak? Apa jangan-jangan Nai juga belum makan malam?
James mengambil piring lalu menaruh nasi dan lauk untuk di bawa ke kamar.
Di kamar. James membangunkan Nai yang sebenarnya belum tidur. Nai menangis saat James keluar dan berhenti menangis dan berpura-pura tidur saat James kembali.
"Gue tau lo belum tidur Nai. Ayo bangun, lo pasti belum makan malam kan?"
"Gue nggak lapar." Jawab Nai dengan mata masih terpejam.
"Lo jangan bohong. Ayo bangun, atau gue paksa."
Nai membuka mata. Dia duduk bersenderan di kepala ranjang. Dia melihat James membawa piring berisi nasi dan makanan yang ia masak. Nai lupa memasukkan makanan itu ke lemari. James pasti membuka tudung saji di meja.
"Gue tau lo belum makan. Sekarang gue suapin dan lo harus mau."
Nai menerima suapan dari James. Rasanya enak, Nai senang karena sudah bisa memasak walaupun menu sederhana, tapi sayangnya James bukan orang pertama yang menyicipi makanannya.
"Gue udah makan sama Mario."
"Makan siang kan?"
Nai mengangguk, "Tapi gue masih kenyang."
"Nggak usah ngeles. Lo nggak mau makan malam karena gue udah makan sama Bella, iya kan?"
Nai terdiam, James kembali menyuapinya.
"Kalo lo bilang lo udah masak, gue pasti bakal makan masakan lo Nai. Nggak papa kalo gue makan malam dua kali."
"Bukannya lo bilang kalo gue nggak bisa masak ya? Lo bahkan ngomong gitu di depan Bella. Awalnya gue mau buang masakan gue, tapi takut mubadzir. Biar besok gue angetin lagi dan makan sendiri."
James baru sadar kalo kata-katanya sudah menyinggung Nai. Tapi sungguh James tidak bermaksud seperti itu. Nai pasti sudah salah faham.
"Nai, gue minta maaf-"
"Lo nggak perlu minta maaf, lo bener kok. Gue emang nggak bisa masak kan?"
Nai memaksakan untuk tersenyum, tapi lama-lama dia tidak bisa lagi memaksakan senyuman palsunya karena air mata Nai tumpah saat itu juga.
"Gue... Gue tau.. kalo gue nggak bisa masak James. Tapi.. apa lo harus bilang gitu di depan Bella? Lo bikin gue ngerasa malu di depan Bella karena sebagai istri gue nggak bisa masak."
James menggeleng. Dia tidak berniat sama sekali untuk mempermalukan istrinya di depan Bella. James hanya refleks mengatakan itu. James tidak tau kata-katanya akan menyakiti hati Nai.
"Apa lo emang ingin mempermalukan gue di depan Bella?"
"Nggak. Jangan ngomong gitu, gue nggak ada niat sedikitpun bikin lo malu di depan Bella."
James menggenggam tangan Nai, "Percaya sama gue Nai. Gue minta maaf udah bikin lo sakit hati karena kata-kata gue."
James menarik bahu Nai dan memeluknya, "Maafin gue."
Nai mengangguk, dia memaafkan James. Walaupun Nai masih belum bisa melupakan kata-kata James, tapi Nai berusaha untuk tidak mengingatnya lagi.
James melupakan pelukannya, dia juga menghapus air mata di pipi Nai, "Jangan nangis lagi."
"Ini beneran lo yang masak Nai?"
Nai mengangguk, dia menundukkan kepalanya,"Harusnya lo yang pertama kali makan masakan gue, tapi justru gue dulu yang makan."
"Kata siapa lo dulu yang makan?"
Nai langsung mendongak, "Maksud lo?"
"Gue yang pertama kali makan masakan lo di dapur. Gue mau tau masakan lo beneran enak apa nggak, dan ternyata enak."
James memang sudah memakan masakan Nai walaupun hanya sedikit, ia tidak mau menyakiti hati Nai karena tidak memakan masakan buatan istrinya itu. Nai pasti sudah berusaha keras untuk itu.
Nai tersenyum, ternyata dia berhasil. Makanannya enak, dan James menyukainya. James juga yang pertama kali memakan masakannya.
"Gue janji, gue bakal berusaha biar gue bisa masakin lo makanan yang enak-enak James." Ucap Nai dengan semangat. Nai jadi tambah semangat untuk belajar memasak.
"Karena lo udah masakin gue makanan enak, gue punya hadiah buat lo."
"Oh ya, apa?"
James mengeluarkan dua lembar tiket di saku kemejanya. Nai merebutnya, "Tiket nonton?"
"Hem, besok kita nonton film. Ada film bagus, lo pasti suka."
Nai mengangguk dengan semangat, dia langsung memeluk James dengan erat, "Makasih James."
"Peluk doang?"
Nai tersenyum malu-malu, kemudian dia mengecup pipi James, tapi James malah menghadap Nai dan membuat Nai berbalik mengecup bibir James. Saat ingin melepaskan, James justru menahan kepala Nai agar tidak melepaskan ciumannya.
******