Keenan menatap sebuah undangan dari salah satu universitas yang tergeletak di atas meja kantornya. Jika dia tak salah, ini adalah ketiga kalinya universitas tersebut mengirimkan undangannya. Sebagai Ceo muda dengan karir yang tengah gemilang, dia mendapat banyak tawaran untuk mengisi seminar dari berbagai universitas. Namun karena jadwalnya yang padat, dia tak dapat hadir hingga melewatkan berbagai undangan.
Meneliti undangan tersebut, dia akhirnya berdiri, dengan mengangkat telepon kantornya. "Bella, kosongkan jam pagiku hingga siang ini karena aku akan menghadiri salah satu undangan seminar dari salah satu universitas."
Bella, yang tak lain sekretaris Keenan, langsung membuka buku kecil di atas mejanya lalu menandai beberapa pertemuan penting yang akan Keenan tunda selama Keenan menghadiri undangan tersebut. "Tapi Tuan, akan ada beberapa pertemuan penting yang tertunda jika-"
"Tunda semuanya," putus Keenan sambil menutup teleponnya.
Menggunakan lift khusus miliknya, Keenan turun ke lantai bawah tempat mobilnya berada. Dia mengemudikan mobilnya menuju salah satu universitas yang akan di datangi. Selama perjalanan, dia mendapati telepon genggamnya berdering dan mendapati nama Devanya tertera di layar ponselnya.
"Jangan menghubungiku jika kau tak ingin karirmu hancur!" peringat Keenan langsung saat dia mengangkat telepon itu.
Di ujung sana, Devanya tampak panik. "Keenan, aku benar-benar minta maaf. Aku pikir hubungan kita-"
"Kau lebih tahu dari siapa pun. Devanya, aku kita hanya memiliki hubungan kerja sama. Kau artis peeusahaanku, dan aku sebagai sponsormu. Namun jika kau berani melakukan kesalahan, maka aku tak segan menghancurkan karirmu."
"Keenan,"
"Aku selesai,"
Keenan mematikan teleponnya dan fokus menatap jalanan. Rasa kesalnya memuncak saat mengingat Devanya telah meracuni minumannya dua bulan lalu yang menyebabkan dia kehilangan kendali lalu sebuah malam yang tak bisa dia lupakan terjadi. Matanya tampak dingin saat lampu merah menyala meski jarak universitas yang dia tempuh sudah sangat dekat. Dia menatap, deretan pejalan kaki yang mulai menyeberang jalan dengan ramai. Hingga sosok cantik itu lewat di depan matanya. Membuat tatapannya membeku dengan rasa terkejut yang tak biasa.
Keenan tak mengedipkan matanya sama sekali selain mengikuti sosok cantik Clarissa yang baru saja menyebrangi jalanan menuju universitas yang tengah ia tuju. Dia membeku, saat melihat wajah cantik itu dengan balutan celana jeans hitam pendek dan sebuah T-shirt yang di ikat salah satu ujungnya hingga memperlihatkan pinggang ramping dan sedikit perut rata yang mulus. Tubuh ramping itu terlihat sangat putih dengan rambut panjang bergelombang bagian ujungnya yang sengaja di gerai hingga menutupi punggungnya. Dengan sedikit sinar matahari pagi, kulit halus itu tampak sangat cerah hingga matanya tak berkedip sama sekali sampai suara klakson mobil di belakangnya membuatnya tersadar dan menoleh. Dan pada akhirnya, dia kehilangan sosok cantik tersebut saat matanya menatap kembali arah terakhir dia melihat Clarissa.
"Bukankah itu dia?" gumamnya tanpa sadar. Ingatannya berputar dan wajah cantik itu lagi-lagi terbayang.
"Benar. Itu terlihat seperti dirinya."
Keenan sama sekali tak menyangka bahwa akan ada hari pertemuan antara dirinya dengan wanita yang dia anggap sebagai sebuah kesalahan. Selama dua bulan, dia hanya tahu wanita yang dia tinggalkan itu tak mengambil cek yang dia tinggalkan. Hingga hari ini, dia tak pernah memutuskan untuk mencari tahu lebih banyak tentang wanita yang menghabiskan satu malam dengannya, tapi karena pertemuan tak sengaja ini, rasa ingin tahunya tiba-tiba melesak dan mengambil seluruh keinginannya.
Melaju, Keenan membelokkan kemudinya menuju area parkir universitas dan segera menemui pimpinan di sana. Selama perbincangan ringan, dia hanya mendapati seluruh pikirannya tersedot keluar sampai dia berada dalam sebuah kelas yang di hadiri banyak peserta. Matanya jelas menatap satu persatu peserta untuk memastikan penglihatannya tadi pagi dan tatapan matanya akhirnya jatuh pada pintu yang baru saja terbuka dan sosok cantik itu duduk di bagian belakang diikuti salah satu teman wanitanya.
Keenan ingin sekali berteriak, namun yang terasa bibirnya terkunci rapat hingga kelas pun dia mulai dan matanya sesekali menatap gadis cantik di belakang sana yang sama sekali tak pernah menatapnya. Atau mungkinkah, gadis itu sudah lupa pada dirinya? Memikirkan hal ini, dia sama sekali tak tahan untuk mengakhiri kelas lalu menyeret gadis itu bersamanya. Dan saat dia memiliki pemikiran itu, logikanya menghempaskannya jauh.
Harumi sama sekali tak mengalihkan matanya saat wajah tampan di depan sana mendapatkan banyak sambutan. Dia terus saja tersenyum manis dan sangat tertegun saat melihat Keenan sering menjatuhkan tatapan matanya. Namun Clarissa berbeda. Tubuhnya tak bergerak dan terasa kaku untuk beberapa saat setelah matanya mendapati pria yang berdiri di depan sana adalah pria yang sama dengan menghancurkan hidupnya. Namun kali ini, dia akan mengabaikan semuanya dan memilih untuk tenang. Apapun itu, saat ini, dia tak akan membiarkan pria itu mendekatinya apa lagi sampai tahu bahwa dirinya mengandung.
Saat kelas itu udaiu, Clarissa masih tak bergerak hingga memastikan pria itu benar-benar pergi tanpa mengenalinya. Tak menghiraukan kata-kata takjub Harumi, dia memilih menenteng tas di pundaknya lalu bergegas keluar.
"Cla, Cla, tunggu."
"Aku ada urusan. Kau bisa menyelesaikan kelasmu sendiri," ucap Clarissa dingin. Jelas itu terdengar seperti peringatan bahwa dia hanya ingin pergi sendiri.
Clarissa berjalan dengan sedikit tergesa. Dia tak ingin melihat pria itu lagi. Melewati keramaian namun tiba-tiba tangannya tertarik paksa hingga membuat tubuhnya terseret memasuki sebuah ruangan. Sebelum dia menyadari semuanya, pintu ruangan itu terkunci.
"Oh, itu benar-benar dirimu,"
Suara dingin yang menyejukkan. Dengan intonasi sedikit berat namun terdengar ringan. Terasa menusuk bagai jarum salju yang runcing. Dengan tubuh kuat yang terbungkus setelan jas hitam rapi. Mengungkung tubuh Clarissa dalam dua sandaran tangannya pada pintu yang terkunci. Mata tajam nan sayu itu menatap Clarissa panas bagai lahar api yang mengalir.
"Ka-kau,"
Satu sudut mulut Keenan tergerak tipis. "Aku benar-benar tak menyangka bisa bertemu denganmu lagi, wanita satu malamku."
Clarissa mencoba mendorong tubuh Keenan keras. Namun nyatanya Keenan sama sekali tak bergeser selain makin mempersempit jarak di antara mereka. Pria itu benar-benar berdiri dengan dua tangan yang mengurung tubuhnya. Dengan wajah yang menunduk untuk menyetarakan wajah mereka. Mata hitam kecoklatan yang gelap, dengan hidung menjulang tinggi. Dia bahkan bisa melihat bulu-bulu alis yang tumbuh rapi di antara jurang keduanya. Saling tertaut dan berhubungan. Terlihat sangat hitam dan cantik dengan bulu mata lentik.
"Terpesona?" tegur Keenan menyadarkan Clarissa. Dia tersenyum sangat tipis saat melihat api kebencian membara di mata cantik di depannya.
Clarissa mendengus, dia menolehkan wajahnya lalu menunduk badannya. Berniat pergi dengan melewati bawah tangan Keenan yang mengukungnya. Namun ternyata pria itu juga menurunkan tangannya. Menghalangi niatnya dan semakin menempelkan tubuhnya.
"Menyingkir,"
Keenan tersenyum tipis lagi. Dia mengingat bagaimana wanita cantik ini memaki hingga memohon untuk dia lepaskan. Dia mengingat bagaimana wajah cantik itu merona merah saat dia memperlakukannya dengan lembut hingga mereka sampai pada pelepasan. Memikirkan hal-hal yang terjadi pada malam itu, entah kenapa minatnya menggebu. Dia tiba-tiba merasakan tenggorakannya mengering meski dia tidak merasakan haus. Dan tubuhnya, tubuhnya merespon sangat cepat hingga jantungnya berpacu cepat dengan aliran darah yang terasa panas.
"Jika aku tak ingin?" tawar Keenan terus terang. Sebenarnya dia bukanlah pria yang suka banyak bicara apa lagi menggoda. Namun gadis di hadapannya ini berbeda. Benar-benar berbeda hingga dia merasa harus merubah caranya untuk mendekatinya.