Clarissa terdiam. Dia menatap Keenan muak. "Aku tak berharap akan bertemu b******n sepertimu!"
Keenan tersenyum kian manis. Ah, gadis di hadapannya ini selalu saja menguarkan api kebencian. Tatapan mata penuh amarah dan jijik itu, entah kenapa dia menjadi sedikit tertarik. Dia mendekatkan wajahnya, membisikkan kata-kata dengan lembut. "Jadi benar? Kau bukan wanita yang kutunggu? Karena melihatmu disini, aku jadi berpikir, apakah teman-temanmu tahu bahwa kau sangat-"
Mata Clarissa bergeser panas. "Maaf sekali jika kau kecewa! Tapi b******n sepertimu, memang pantas mati mengenaskan! Aku akan berdoa siang dan malam, agar kau di kutuk dan tak memiliki harapan untuk hidup!"
Keenan mengerutkan kedua alisnya. Dia benar-benar terkejut mendengar makian yang secara langsung di tujukan padanya. Jika dia tak salah, mungkin ini adalah pertama kalinya. Melihat gadis dalam kungkungannya itu penuh emosi dan makian yang berapi api dia menjadi sedikit dingin. Tapi dia tahu, bahwa saat ini, dia tak ingin semua berakhir di sini. "Bukankah kau terlalu kejam? Aku hanya bertanya, dan kau hanya perlu menjawab."
"Apakah itu caramu bertanya? Setelah kau menghancurkan hidupku, apakah kau berharap akan ada kata manis yang akan aku keluarkan?"
"Berapa umurmu?" tanya Keenan mengalihkan pembicaraan tiba-tiba.
Clarissa mendengus. "Simpan rasa ingin tahumu! Karena kita tak akan bertemu lagi,"
"Oh, jika begitu, bukankah kau harus memberikan aku salam perpisahan?"
"Apa?" Clarissa menarik dua sudut bibirnya tipis, matanya tergerak pelan. Dia mendengus marah. Pria yang dia temui ini, kenapa sangat tak tahu diri dan berniat menyusahkannya? "Jangan pernah muncul di hadapanku."
"Akan kupikirkan, jika...," ucap Keenan menggantung. Dia tersenyum dan mengelus wajah Clarissa lembut. Namun hal itu tak bertahan lama karena tangannya langsung terhempas menggengam udara.
Clarissa bergerak mendorong tubuh Keenan kasar. Dia harus keluar dari sini. Dari b******n seperti ini atau dirinya akan dalam bahaya. Namun Keenan memajukan tubuhnya saat dia mendorongnya. Lalu memeluk tubuhnya tiba-tiba. Terkesan sangat lembut dengan napas yang menggelitik di telinga kanannya.
"Aku lupa, bahwa ada desahan yang tertahan di bawah tubuhku," bisik Keenan pelan. Dia mengigit telinga Clarissa lembut. Tersenyum saat mendapati tubuh gadis dalam pelukannya menegang.
Tubuh Clarissa mematung. Wajahnya memerah saat kata-kata Keenan bagai menusuk sudut hatinya. Itu adalah hal yang paling dia benci. Itu adalah hal yang membuatnya ingin mengubur dirinya sendiri. Dia bahkan juga memaki dirinya sendiri. Kenapa dia bisa terlena? Kenapa tubuhnya sangat bertolak belakang dengan logikanya. Mengingat malam itu, dia ingin sekali mengubur diri sendiri.
"Desahan dan rona wajahmu, terdengar merdu di telingaku." lanjut Keenan kian berbisik pelan. Satu tangannya turun, meraba kulit perut Clarissa yang halus. Tangannya bergerak cukup cepat, membelai punggung halus Clarissa dan merasakan sensasi terbakar hanya dengan menyentuh kulit pinggang yang halus di ujung tangannya. Satu tangannya bahkan lebih cepat. Meraba perut Clarissa dan bergerak naik hingga mencapai d**a. Dia ingat, gadis ini memiliki tubuh yang mempesona. Dan dia bangga, bangga karena dapat menikmati itu semua sebagai yang pertama. "Dan aku, aku menyukai saat kau memohon untuk -"
"Hentikan!" potong Clarissa marah. Dia menepis tangan Keenan dari tubuhnya. Dia mundur dengan takut dan mendorong tubuh Keenan menjauh, namun dia tak berharap bahwa satu tangan Keenan menarik tubuhnya untuk lebih merapat. Tubuhnya membentur d**a keras Keenan dan dia bisa mencium aroma maskulin yang menabukkan. Dia bahkan merasa tubuhnya sedikit terangkat hingga dadanya menempel pada d**a Keenan.
"Aku haus, dan bibirmu seperti biasa. Terlihat menggoda dan menggelora."
Wajah Clarissa benar-benar merah padam. Dia memberontak, berusaha melepaskan diri sebelum bibir tipisnya terengut dan terhisap dengan lumatan lembut. Tubuhnya yang menolak seakan tersengat aliran listrik hingga dia menegang dan kian mencoba menjauhkan diri. Namun dekapan pada pinggangnya kian erat. Tangan pria itu seakan meremas pinggangnya dan menahan tubuhnya untuk lebih mendekat dan kian dekat. Seperti Keenan yang mengigit bibirnya untuk memaksanya menikmati ciuman yang tak dia inginkan. Seperti Keenan yang sama sekali tak mengetahui bahwa api kebencian di hati Clarissa kian tersulut dengan amarah yang tak akan padam.
Pada akhirnya ciuman sepihak itu menjadi dua pihak. Meski Clarissa tak membalas, Keenan telah menguasai bibir Clarissa dan menikmati sesukanya. Beberapa menit itu berlalu dan Keenan tersenyum saat mengakhiri semuanya. Dia mengusap bibir Clarissa yang membengkak dengan ibu jarinya. "Kau benar-benar manis seperti biasa,"
Dan Plakk!
Satu tamparan yang melayang mendarat tepat di pipi Keenan. Clarissa menahan gejolak di hatinya dengan rasa malu, kesal, marah, serta benci yang seakan sudah mengakar di hatinya.
"Kau pria terburuk yang pernah kukenal. Dan aku bahkan mengutuk malam kesalahan itu saat aku harus kehilangan kesucianku karena pria b******k sepertimu!"
Keenan terdiam, tangannya memegang pipinya pelan.
"Aku tak tahu, dari mana asal percaya dirimu untuk memberikan kelas seminar di fakultas ini. Harusnya mereka tahu, kau tak lebih dari serigala sialan yang tak pantas mendapatkan kehormatan!"
Keenan tersenyum. Membuka mulutnya sedikit untuk meredakan panas tamparan di wajahnya. "Apa hubungan karirku dengan urusan kelakianku. Sikapku, bukankah menujukkan bahwa aku adalah pria dewasa normal yang memiliki kebutuhan? Kita hanya bertemu secara tak sengaja dan saling melewati malam bersama. Jangan lupa, kau juga menikmatinya," ucapnya dengan mengedipkan satu matanya.
Clarissa menggengam erat kepalan tangannya. "Tak sengaja? Tuan, haruskah kuingatkan? Kau menyeretku memasuki kamarmu! Kau menyiksaku dan lebih tepatnya kau menperkosa gadis tak bersalah! Kau benar-benar sampah dari sekian banyaknya pria b******k di Jepang ini!"
Dan tangan Keenan dengan cepat mencengkeram rahang Clarissa kuat. Hinaan itu, dia tak bisa lagi menerimanya. "Perhatikan kata-katamu. Lalu," ucapnya menggantung. Satu tangannya bergerak menarik simpul ikatan T-shirt Clarissa hingga ikatan itu lepas. "Aku tak suka kau memperlihatkan kulit putihmu di depan umum."
"Lepaskan aku! Dan kau tak berhak melarangku! Jangan mencoba menjadi korban karena kau adalah pelakunya," tatap Clarissa tanpa takut. Pria di hadapannya ini dia benar-benar tak percaya bahwa pria b******k seperti Keenan adalah ayah dari janinnya.
Tatapan penuh kebencian itu, membuat Keenan melepaskan cengkeramannya pelan. Dia hanya bisa membiarkan Clarissa berlalu dengan aroma lembut yang perlahan juga meninggalkannya. Mengusap salah satu pelipisnya, dia tersenyum bahkan tertawa kecil saat ini.
"Apakah aku harus mengatakan, bahwa itu juga adalah malam pertama aku menyentuh seorang wanita?" timbangnya ragu.
Dia menatap pintu ruangan yang terbanting dan sosok Clarissa yang tak lagi terlihat. "Clarissa Ashalin, sepertinya kita akan sering bertemu mulai saat ini."
Keenan tak menyadari hanya karena hal kecil yang dia anggap menarik ini, dia akan mengambil tawaran Dosen yang akan fakultas berikan. Membayangkan bertemu Clarissa setiap hari, membuat minatnya bangkit dan semua terbayang menjadi menyenangkan. Sementara dia bergerak seperti yang diinginkannya, keluarganya pun memiliki rencana untuk masa depannya.