5 | Obat Tidur

1319 Kata
Setelah mereka pulang dari rumah sakit, Gisa hanya mengurung diri di kamar tamu rumah Fany. Dia tidak ingin bertemu dengan siapa pun untuk saat ini. Gisa merasa semua orang mengkhianatinya.Tidak ada satu orang pun yang berpihak kepadanya. Teman, bahkan keluarganya sekali pun, semuanya terasa sangat mengecewakan. Tak terasa, Gisa pun tertidur dalam keadaan lelah batin dan lelah pikiran. Dia tidak tahu harus ke mana dan berbuat apa untuk ke depannya. Rumahnya dijual, apartementnya juga dijual, kehilangan pekerjaan, kartu ATM diblokir dan gangguan orang yang mengaku sebagai suaminya. Semuanya terlalu monoton dan melelahkan bagi Gisa. Bahkan dalam mimpinya pun, dia memimpikan hal yang buruk. Merasa semuanya menolak kebahagiaan dalam hidupnya. Semua menolak kehidupan dan kebahagiaannya, bahkan alam bawah sadarnya pun tidak membiarkannya untuk bahagia hanya dalam waktu sebentar. Gisa hanya berharap kepada mimpi di kala keadaannya sedang susah ini. Tapi alam bawah sadarnya juga tidak berpihak padanya. Sekarang, ia hanya bisa memejamkan mata sambil memikirkan segala hal yang mungkin bisa ia lakukan keesokan harinya. Namun pikirannya seketika buyar saat seseorang tiba tiba masuk ke dalam kamarnya, dan duduk di sebelah nya. Gisa yakin jika itu adalah Fany, karena itu ia hanya diam dan masih memejamkan matanya menikmati dingin nya Ac malam ini. Tiba tiba Gisa merasakan Fany tidur di sebelahnya dan masuk ke dalam selimut. Kemudian dia memeluk Gisa dengan sangat erat. Seketika Gisa sadar dengan postur tubuh dan aroma tubuh yang sangat berbeda dengan Fany. Gisa langsung membuka matanya dan melihat wajah Angga yang sedang menatapnya datar. Gisa langsung berusaha untuk bangkit dari tidurnya.Tapi semuanya hanya sia-sia karena Angga memeluk dan menarik pinggang Gisa agar semakin mendekat ke arah nya. Gisa meronta agar Angga melepaskan pelukan nya. "Lepaskan saya, pak. Bapak kenapa ada di sini?" tanya Gisa berusaha mendorong tubuh Angga agar menjauh darinya. Bukannya menjauh, Angga malah semakin mengeratkan pelukan nya. "Kamu yang tenang. Kamu pasti capek dan banyak beban pikiran, bukan? Kamu istirahat dulu ya. Nanti baru kita bicarakan masalah ke depannya." ujar Angga. Gisa terdiam sejenak, dan kemudian menatap Angga dengan tatapan tajam. Ia ingin mendengar penjelasan Angga terlebih dahulu. Berharap jika ia mendengarkan Angga, ada titik terang untuk permasalahnya yang sekarang. Siapa tahu jika ATM nya bisa digunakan kembali setelah mendengarkan penjelasan Angga. "Lepaskan pelukan nya." ujar Gisa merasa risih. "Istirahat saja." ujar Angga enggan untuk melepaskan pelukan nya. "Lepaskan dulu." pinta Gisa berusaha mendorong d**a Angga pelan. Namun tak sedikit pun pergerakan yang dilakukan Angga. Ia tetap terdiam pada posisi semula. "Kalau kamu masih ngeyel minta dilepaskan, aku akan serang kamu sekarang juga." ancam Angga. "Serang apa?" tanya Gisa dengan polos nya tak paham apa yang dimaksud Angga dengan kata ‘serang’. "Mau dipraktekan?" tanya Angga sambil menunjukkan senyum devil nya. Seketika tubuh Gisa langsung merinding setelah mengetahui maksud dari ucapan Angga. Ia langsung terdiam dan menundukkan kepalanya, takut jika Angga tiba-tiba mencium dan melumat bibirnya. Perasaan waspada seketika muncul mengingat sifat Angga yang begitu m***m dan random. "Apa harus diancam dulu biar kamu nurut begini?" tanya Angga sambil mengusap rambut Gisa lembut. "Karena saya nggak kenal bapak." jawab Gisa. "Kamu memang nggak kenal aku, tapi sekarang kamu itu istri aku." jelas Angga. Seketika Gisa langsung menatap ke arah Angga bingung. Perasaan penasaran membuat Gisa berinisiatif untuk bertanya. "Bisa jelaskan apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Gisa. Angga menatap wajah Gisa yang penuh harap, kemudian Angga langsung memejamkan matanya. Seakan ingin menghindari pertanyaan Gisa. "Jangan terlalu banyak berpikir. Tidur!" perintah Angga. "Kenapa semua orang nggak ada yang mau menjelaskannya kepada saya? Apa yang kalian sembunyikan dari saya? Saya benci semua hal yang terjadi saat ini. Banar-benar benci. Kalian semua seakan sedang mempermainkan saya. Hanya saya yang tidak tahu, sedangkan kalian bermain peran dengan sangat baik. Apakah saya semenyedihkan itu?" ujar Gisa sambil mencoba kembali mendorong tubuh Angga menjauh darinya. Tapi Angga kembali mengeratkan pelukan nya. "Belum saatnya untuk kamu tahu. Tidur, ya." ujar Angga lembut. Bahkan Gisa seketika langsung terdiam, dan menyembunyikan wajahnya di antara tubuh mereka. Kali ini Gisa tidak dapat berbuat apa apa selain pasrah. Ia lelah, hanya ingin tidur dan melupakan semuanya. Walaupun hanya sebentar, namun setidaknya ia bisa sedikit tenang. Kemudian Angga mengambil air yang ia bawa dan menyuruh Gisa untuk meminumnya. Gisa yang haus pun terpaksa meminumnya dan kembali tidur. Angga kembali memeluk Gisa dan mengusap kepala Gisa seperti anak kecil. Dan tak lama kemudian, Angga bangun dari tidurnya dan mengecek keadaan Gisa. Setelah serasa nya aman, Angga menggendong tubuh Gisa untuk di bawa ke mansionnya. "Terima kasih sudah menghubungi." ujar Angga dan langsung melajukan mobil nya untuk kembali ke mansionnya. Sesampainya di mansion, Angga langsung menggendong tubuh Gisa masuk ke dalam kamar mereka. Tanpa rasa malu dan canggung, Angga langsung menggantikan baju Gisa sendiri. Kemudian ia juga mengganti bajunya dan ikutan tidur di sebelah Gisa dan memeluknya dengan erat. Keesokan paginya, Gisa terbangun karena kilauan cahaya matahari yang masuk menembus kaca jendela. Gisa awalnya merasa sangat malas untuk bangun, tapi setelah ia sadar di mana ia berada sekarang, ia langsung bangun dan melihat sekitarnya. Memastikan penglihatannya memang tidak salah. "Ini di mana? Bukannya aku semalam di rumah Fany?" gumam Gisa. Ia mencoba memutar kembali ingatan nya semalam. Dan ingatan jika dia semalam bersama dengan Angga muncul di pikirannya. Gisa langsung turun dari tempat tidur dan berencana untuk melarikan diri dari mansion Angga. Tapi saat Gisa baru saja ingin keluar, dia melihat pakaiannya sudah berganti dari pakaian yang ia gunakan sebelumnya. Seketika ia merasa pusing dan memikirkan hal yang tidak-tidak. Gisa berjalan cepat ke arah cermin dan melihat di bagian leher dan bagian tubuhnya yang lain untuk memastikan tidak ada bercak merah. Saat sibuk mencari bekas merah, tiba-tiba Angga datang. "Aku tidak melakukan apa yang ada di dalam pikiranmu saat ini." terang Angga yang baru saja masuk sambil membawa nampan yang berisi satu gelas s**u dan juga sepiring nasi goreng. Menyadari kedatangan Angga, Gisa langsung menatapnya tajam dan was-was. "Sarapan dulu." Angga meletakkan nampan di atas meja. "Nggak, saya nggak mau. Mungkin makanan itu bapak campur dengan obat-obatan yang saya tidak ketahui." tuduh Gisa. "Huh ... Kenapa aku harus melakukan itu? Ayo sini." jawab Angga sambil memerintahkan Gisa untuk mendekat padanya. "Saya harus tetap berhati-hati. Semalam di air putih itu sudah dicampur obat tidur , bukan?" tebak Gisa tepat sasaran. Seketika Angga langsung tersenyum tipis mengakui perbuatannya. "Kalau bukan begitu kamu nggak akan mau pulang, kan?" tanya Angga. "Ini namanya penculikan, pak. Saya sudah nggak punya rumah, saya sudah dibuang sama keluarga saya. Jadi sekarang apa lagi yang bapak mau dari saya? Lebih baik bapak biarkan saya pergi dari sini." terang Gisa menjelaskan jika memang tidak ada hal spesial dari dirinya. Karena Gisa tidak kunjung menghampiri Angga, Angga berdiri dan menarik tangan Gisa untuk duduk di sebelah nya. Angga mengambil satu sendok nasi goreng dan menyodorkan nya ke mulut Gisa. "Makan dulu, baru nanti ngomel-ngomel." ujar Angga mulai geram. Gisa membuang napasnya gusar dan kembali berdiri. Tapi Angga menahan tangannya dan menariknya untuk kembali duduk. "Saya mau cuci muka dulu, pak." ujar Gisa. Angga pun menganggukkan kepalanya dan melepaskan cengkalan tangannya. Setelah usai mencuci wajahnya, Gisa menatap Angga dengan tajam dan duduk di hadapannya.  "Kenapa?" tanya Angga sambil menyodorkan satu sendok nasi goreng. "Sebelum itu saya mau tanya sama bapak, siapa yang menggantikan pakaian saya tadi malam?" tanya Gisa. "Siapa lagi? Di sini hanya ada kita berdua." jawab Angga tanpa ada rasa bersalah. Gisa syok seketika dan menyilangkan tangannya di depan dadanya dan menatap Angga parno. "Dasar m***m. Bisa bisanya bapak buka baju orang sembarangan, itu termasuk pelecehan seksual, pak." protes Gisa tak terima dengan perlakuan Angga yang seenaknya saja. "Kamu itu istri saya, dan saya adalah suami kamu. Jadi itu hal yang wajar untuk melihat tubuh satu sama lain." jawab Angga. Tangan Angga masih berada di posisi awalnya. Yaitu menyodorkan sesendok nasi goreng kepada Gisa. "Cepat ini dimakan. Tangan aku sudah capek begini dari tadi." ujar Angga. Bukannya memakan yang di sodorkan Angga, Gisa malah mengambilnya dan makan sendiri. Angga hanya bisa tersenyum tipis melihat tingkah Gisa.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN