Pagi harinya, tak ada matahari yang terlihat. Musim hujan nampaknya telah turun. Seorang wanita dalam selimut tebalnya mendengkur dengan keras, karena merasakan nyamannya hangat berada didalam selimut. Tapi, tidak untuk seorang pria berpawakan tinggi yang tengah menatap tajam ke arah wanita itu sambil bersedekap.
“Nadia, bangun.”
Suaranya memiliki nada yang rendah, namun tak menghilangkan aura tegas dalam getaran suaranya. Mendengar suara bas pria itu, Nadia, malah semakin mengeratkan tubuhnya pada selimut seperti anak itik.
Telah habis kesabaran pria itu melihat Nadia, dia dengan sigap menarik selimut wanita itu hingga tubuhnya bergeser, dari diatas kasur yang empuk, menjadi dibawah lantai yang dingin.
“Argh… Sakit…”
Masih dengan kesadaran yang setengah, Nadia mengusap bokongnya dan menghela napas. Dia membuka matanya yang masih lengket, dan menatap sebal ke arah pria itu.
“Felix! Ini itu tanggal merah. Jangan ganggu aku tidur!”
Nadia bangkit dan kemudian naik kembali ke posisi tidurnya seperti semula. Felix memejamkan mata sambil mengusap pangkal hidungnya.
“Mamah mau datang.”
Mendengarnya, Nadia langsung membuka lebar matanya dan menatap terkejut pria itu. “Apa? Kok dadakan banget?!”
Felix melihat ke arah jam yang melingkar dipergelangan tangannya. Lalu menatap ke arah wanita itu dengan datar, “Bukannya mendadak, tapi Mamah sudah bilang kepada kita, jika Minggu ini dia kembali ke Jakarta. Dua puluh menit lagi Mamah akan sampai. Jangan sampai Mamah naik darah, dan mencoret kamu dari daftar menantunya.”
Nadia panik melihat jam, dan memukul kepalanya keras. Ternyata dia lupa karena semalam keasikan begadang sambil menonton drama korea. Dengan terburu – buru, dia lalu turun dari tempat tidurnya dan berlari mengambil pakaian secara random, dan pergi menuju ke kamar mandi.
Felix yang melihat kekasihnya itu hanya bisa menggelengkan kepala saja. Saat dia akan pergi dari kamar kekasihnya, dia tak sengaja menginjak sesuatu dan menoleh ke bawah. Dia mengambilnya dan mengerutkan keningnya, bersamaan dengan suara rusuh dikamar mandi yang membuat Felix memalingkan muka ke arah kamar mandi.
Nadia dengan mata yang melotot berlari dan mengambil sesuatu yang Felix pergang dan menyembunyikan dibelakang tubuhnya. “Aish! Kenapa bisa jatuh….” gumamnya.
Nadia lalu kembali berlari dengan memabawa pakaian dalam miliknya, dan masuk ke dalam kamar mandi dengan malu. Sementara Felix yang melihatnya merasa aneh. “Memang apa yang dia jatuhkan? Pipinya sangat merah tadi?” gumamnya.
***
Setelah membersihkan diri, Nadia langsung duduk didepan meja riasnya dan dengan cepat memoles wajahnya agar tak terlalu pucat. Sentuhan terakhirnya adalah blash on berwarna soft pink. Kemudian merasa puas, dia menghela napasnya, dan menaruh helaian rambutnya dibelakang daun telinga.
“Sudah cantik. Pasti Mamah Gisel bakal seneng punya menantu kayak gue, secara dong…”
Nadia bangkit dan keluar dari kamarnya. Saat dia keluar dari kamarnya, dia berpapasan dengan Felix, dan menyengir kuda. “Morning Beybeh…” kata Nadia dibuat alay dihadapan Felix.
Felix melengos saja dan turun ke bawah. Nadia yang dicuekin, dia kemudian menyusul pria itu untuk turun. Saat mereka turun, ternyata dibawah sudah ada seorang wanita dengan jaket bulu khas nyentrik yang dia gunakan. Dengan menjinjing tas brendit miliknya ditangan kanan.
“Putraku, Astaga….”
Wanita itu memeluk Felix dengan erat, membuat Felix yang dipeluk biasa saja menerima. Lalu, setelah selesai memeluk Felix, wanita itu bergantian mendekati Nadia, dan memicingkan mata.
“Bocah nakal, saya kira kamu bakal berulah lagi terhadap putraku.”
Nadia yang sudah kebal, menyengir kuda memperlihakan deretan gigi putihnya. “Hehe, Tante calon mertua… Apa iya calon mantu Tante ini pembuat masalah. Kan nggak mungkin.”
Giselda, menaikan alisnya sebelah dan menatap Nadia, “Hoho, memang itu faktanya. Bulan lalu kamu membuat onar kantor dengan alaram kebakaran, masih tidak saya sebut pembuat onar, Nadia Bramantyo?” tanyanya.
Tempo lalu memang kantor Felix dibuat heboh dengan kelakukan Nadia. Nadia, yang penasaran dengan alat yang aneh membuat imbasnya adalah satu kantor berantakan lari keluar gedung karena ulah wanita itu.
Nadia yang mengingat menyengir. “Kan kemarin Felix udah ngasih hukuman buat aku Tante Mamah,” cicitnya.
Felix menghela napasnya dan menatap Mamahnya datar. “Udah lah Mah, udah berlalu juga. Sekarang mending Mamah duduk, biar Felix siapin teh hangat buat Mamah.”
Gisel menoleh dan mengangguk mendengarkan putranya. “Baiklah.”
Gisel memutuskan duduk dan bersantai disofa. Nadia menghela napasnya lega, lalu tersenyum senang ke arah Felix. Dia membentuk mulutnya dengan kata terimakasih tanpa bersuara. Felix hanya biasa saja menanggapinya, dan menuju ke dapur.
Nadia, wanita itu yang melirik kearah Gisel bergidik ngeri dan memutuskan menyusul kekasihnya ke dapur. Dia sampainya didapur, melihat Felix sedang menggelung lengan bajunya dengan sedikit kesulitan.
Dengan jiwa calon istri yang membara, Nadia mendekat dan kemudian mengambil alih pekerjaan pria itu dengan dia yang menggelung lengan Felix. Felix hanya diam ketika Nadia membantunya untuk menggelung lengannya. Dia memperhatikan detail bagaimana wanita itu perlahan menggelung lengannya dengan tangan mungilnya sambil memajukan bibirnya gemas.
“Selesai!”
Nadia menatap ke arah Felix dan tersenyum, “Itu tugas calon istri. Calon suami tugasnya buat nyenengin istri hehe.”
Felix merasa tersentuh dengan apa yang wanita itu lakukan. Dia tersenyum tipis dan kemudian melanjutkan pekerjaan yang sempat dia tunda tadi, membuatkan teh untuk Mamahnya.
Nadia mengamati bagaimana cara Felix menuangkan air ke dalam gelas berukuran sedang, membuat hatinya sangat berbunga – bunga. Pria itu selalu tampil tampan dan mempesona setiap saat dimatanya.
“Nggak sia – sia banget gue suka sama Felix. Selama itu, dan pilihan gue tepat. Dia memang sempurna banget buat gue,” batin Nadia.
Felix yang merasa diperhatikan oleh Nadia, berhenti menuangkan air, dan menatap wanita itu. “Kamu yakin bengong di dapur sepanjang hari nanti?”
Nadia tersadar dan meringis. “Nggak bengong dih….”
“Kamu bawakan cemilan untuk Mamah.”
Felix lalu pergi lebih dahulu meninggalkan wanita itu. Nadia, mengambil cemilan yang sudah Felix siapkan untuk Mamahnya. “Ayo kita upgrade wajah didepan calon mertua…”
Nadia dengan semangat membawa cemilan itu menuju ke ruang tamu. Lalu meletakan diatas meja, didepan Gisel.
“Silahkan dinikmati, Tante calon mertua…”
Gisel yang mendengarnya berdecih, “Cih! Dasar anak nakal, bisa saja cari muka didepanku,” gumamnya.
Gisel lalu menikmati suguhan yang disiapkan oleh Felix dan juga Nadia. Dia merasa segar dan lebih rileks setelah meminum teh hangat. Tubuhnya menjadi hangat, apalagi dia berkunjung saat musim hujan.
Gisele berdehem, dan menatap Nadia, lalu berakhir menatap putranya, Felix. “Sudah lama sekali, kapan kalian akan menikah? Mamah sudah tidak sabar menggendong cucu…”
Nadia merasa senang mendengarnya, dia tertawa penuh karena merasa apa yang diucapkan oleh Gisel seperti lampu hijau dan kode untuknya. Nadia akan menjawab, namun, Felix sudah lebih dahulu menjawab ucapan Gisel.
“Ketika Nadia sudah menjadi wanita karir Mah. Lagi pula, kita masih memiliki waktu luang. Kenapa harus terburu – buru?”
Ada desiran didada Nadia seolah tak suka dengan jawaban Felix. Memang sejak awal, Felix meminta Nadia untuk sukses berkarir terlebih dahulu, dibandingkan memprioritaskan hubungan mereka. Bagi Felix, memiliki status satu sama lain sudah cukup untuk mereka.
Tapi jujur, Nadia tidak puas. Karena apa? Hubungan mereka backstreet. Tak ada siapapun yang tau jika Felix dan dirinya memiliki hubungan. Tak ada yang tau keduanya memiliki ikatan. Tak ada yang tau, jika keduanya sudah dimiliki orang lain.
Sungguh, dulu dia menyesal menyetujui pria itu untuk menjadi wanita karir lebih dahulu, baru hubungan serisus ke jenjang berikutnya.
Gisel, menghela napasnya dan menatap ke arah Nadia, “Anak nakal, kamu benar menginginkan hal yang sama? Kamu tidak takut jika kalian berpisah, mungkin karena orang ketiga?”
Nadia menggigit bibir bawahnya, dan berusaha tersenyum, “Aku percaya Felix Tante. Dia tidak mungkin melakukannya. Begitu dengan cinta kita.”
Tidak…
Didalam hatinya berkata lain. Bagaimana bisa dia percaya dan tenang? Lihatlah paras kekasihnya yang menjadi incaran para kaum hawa. Apalagi harta miliknya yang berlimpah, membuat Nadia tak bisa tenang sebelum hubungan mereka terpublish.
Gisel, mengangguk, “Baiklah. Saya akan menunggu. Anak nakal, jangan mengecewakan saya paham?”
Nadia menganggu dan dengan semangat menjawab,, “Siap Tante calon mertua!”
Gisel yang mendengarnya berdecih dan mengusap telinganya, “Dasar anak nakal… Telinga saya bisa tuli karena teriakan kamu!”
Nadia meringis, “Hehehehe, maafin Nadia hehehe.”
“Dasar, bagaimana bisa putraku memilihmu,” guamamnya sambil memutarkan bola matanya.