Chapter 04

1202 Kata
Kantor sangat begitu sibuk. Kedatangan tamu penting membuat Nadia harus siaga satu jam dari jam seperti biasanya. Ingin rasanya menggerutu, namun apalah dayanya yang hanya anak magang. Apa lagi, kepala divisinya, sangat kolot dengan kebebasan untuknya. Nadia berdiri di depan loby, dengan senyum selebar b****g kuda menyambut mobil Alpard hitam yang berhenti di depannya. Dengan segera, wanita itu mendekati mobil, untuk menyambut pemilik mobil keluar. Dapat Nadia lihat, mulai dari ujung kaki hingga ujung kepala terlihat sungguh gelamor. Sepatu berkelas, dengan harga yang fantasis, Nadia tau. Dan juga beludru yang menghias baju miliknya sangat begitu mencolok mata. Belum juga topi bulu ala - ala bangsawan Eropa. Ingin sebenarnya menertawakan fashion wanita di hadapannya, yang menurut Nadia maaf saja, norak. Namun, dia pasti bisa di pasung di menara Burj Khalifa jika dia sampai lepas kontrol. "Buenos días hermoso." (Selamat pagi, cantik) Nadia menyengir kuda dan mengerjapkan matanya. Dia mengerutu dengan sangat dalam. Kenapa tidak briefing jika tamu terhormat mereka adalah orang asing? "Mampus gue, bisa mati muda kalau gini caranya," gumam Nadia merutuki nasibnya yang sangat sial. Wanita itu masih dengan santai menatap Nadia. Bahkan menambah asam lambung Nadia naik sepertinya. "¿Por qué no respondes a mis palabras? ¿Tiene úlceras bucales?" (Mengapa Anda tidak menanggapi kata-kata saya? Apakah Anda menderita sariawan?) Kaki Nadia gemetar semakin saat wanita di depannya berkomat - kamit dengan lancar. Peluh di dahinya seakan menghibah lancar diatas kening Nadia. Membuat Nadia merasa d***o seketika. Dia dengan penuh keyakinan, tertawa kecil. "No Spanyol, No No Spanyol haha." Wanita itu mengibaskan kipas bulunya didepan wajah dan mengibas - ngibas manja dan raut tak bersahabat. "Ah, resulta que no hablas español. entonces porque me das la bienvenida? Apesta." (Oh, ternyata kamu tidak bisa bahasa Spanyol. Jadi, mengapa Anda menyambut saya? Bau.) "Buenos días Sra. Manriko. Gracias por venir a nuestra oficina." (Selamat pagi Bu Manriko. Terima kasih sudah datang ke kantor kami.) Tiba - tiba Felix datang dan menjabat tangan wanita penuh bulu itu. Wanita itu nampak senang dengan sambutan langsung dari Felix selaku pemilik perusahaan. Nadia, yang melihat Felix merasa lega. "Pak Felix, syukur datang." Felix melirik tajam Nadia, dan lalu tak merespon apapun selain membawa tamu perusahaannya masuk ke dalam kantor. Sementara Nadia? Entah. Dia memajukan bibirnya sebal karena diabaikan, dan masih berdiri di loby dengan tangan yang bersedekap. "Emang seharusnya dulu gue lahir jadi mermaid aja deh, kagak pusing mikir bahasa - bahasa. Cuma uak uuk uak uuk kali." Nadia masuk menyusul Felix ke dalam. Bagaimana pun juga dia yang di suruh untuk menyambut tamu asing perusahaan. Dia tersenyum menyengir dan duduk bergabung di samping Felix. "Para nuestro acuerdo inicial, la empresa de golf de la que soy propietario ha acordado la parte de ingresos del trato. ¿Entonces, qué debemos hacer?" (Untuk kesepakatan awal kami, perusahaan golf yang saya miliki telah menyetujui bagian pendapatan dari kesepakatan tersebut. Jadi apa yang harus kita lakukan?) Felix tersenyum, dia menganggukan kepalanya dan lalu menyerahkan dokumen untuk dia berikan kepada wanita bernama Manriko. "El contrato se enviará por correo electrónico desde la secretaria de la Sra. Manriko. Pero, antes de eso, déjeme ver los puntos de acuerdo más completos. Porque ayer fue una imagen del cincuenta por ciento de acuerdo. Por favor." (Kontrak tersebut akan dikirim melalui email dari sekretaris Ms. Manriko. Tapi, sebelum itu, izinkan saya melihat poin-poin kesepakatan yang lebih lengkap. Karena kemarin itu gambar setuju lima puluh persen. Silahkan.) Nadia seperti patung hidup yang hanya mengangguk - angguk kurang paham. Seharusnya, dia lah yang mencoba melakukan pekerjaan yang Felix lakukan, namun... Entah, malah sang pemilik perusahaan yang melakukannya. "Nggak papa deh, aji mumpung gue. Dia yang kerja, eh gue yang dia gaji haha," batinnya. Wanita bernama Manriko itu mengecek dokumen yang di berikan oleh Felix. Sementara Nadia yang penasaran, menyenggol bahu Felix pelan. "Pak, emang bisa bahasa Indonesia tamunya? Kok di kasih berkas suruh baca?" Felix memutar bola matanya. "Kamu pikir otak saya kayak kamu? Jelas saja ada salinan terjemahan dengan bahasanya, Nadia. Jangan bikin saya naik darah pagi - pagi ya." Nadia meringis, "Eh iya Pak, ampun. Jangan marah hehe." "Bien. Estoy de acuerdo Sr. Felix. Estoy esperando la carta de contrato a través de mi secretaria." (Baiklah. Saya setuju Pak Felix. Saya menunggu surat kontrak melalui sekretaris saya.") Wanita itu berdiri dan mengulurkan tangannya. Lalu, Felix dengan senang hati menjabat tangan wanita itu. "Gracias por su cooperación, Sra. Manriko. Esperamos que nuestra cooperación continúe a largo plazo." (Terimakasih atas kerjasamanya Bu Manriko. Semoga kerjasama kita terus berjalan dalam jangka panjang.) "Cierto. Me despediré entonces Sr. Félix." (Tentu. Saya pamit jika begitu Tuan Felix.) "Déjame sacarte." (Mari saya antar keluar.) Nadia yang sadar dia masih duduk langsung sigap berdiri sebelum negara api menyerang. Dia tersenyum memasang senyuman lebar karena tau penderitaan dia akan berakhir karena mungkin tamunya akan pulang. Felix dan wanita itu pergi keluar. Nadia pun mengintil saja itung - itung menjalankan pekerjaannya. Felix dan dirinya mengantar wanita itu hingga naik ke dalam mobil. Mobilnya pun mulai menjauh halaman kantor Felix. Nadia hanya melambai tangan dengan senyum mengantar kepergian wanita itu. Saat dia asik sedang melambai tangan, Felix sudah menatapnya dengan horor. Nadia yang sedang melambai tersedak oleh salivanya karena terkejut. "Uhuk!" Dia cepat menurunkan tangannya dan mengontrol dirinya. Dia mengerjapkan mata dan menatap Felix dengan menyengir. "Hehe, ke-kenapa Pak Felix lihat saya kayak gitu? Saya kan bukan Lady Gaga, jangan di lihat ih. Ntar saya ternyata Selena Gomez gimana?" "Bagus. Bagus." Sudah mulai mencekam. Horor sudah ketika Felix mulai mengatakan kata, 'Bagus. Bagus.' "Pak, saya minta maaf. Bukannya saya miss atau lupa mengenai hal tentang tamu kita. Tapi-" "Memang kamu ini lelet sekali! Apa kamu tadi pagi tidak di briefing oleh kepala atasan kamu! Ini adalah tamu besar Nadia. Kenapa kamu selalu menggampangkan pekerjaan kamu?!" Nadia terkejut bahkan sampai tanpa sadar memundurkan kepalanya. Dia benar - benar seperti di eksekusi mati oleh Felix saat ini. Eh, tunggu... Briefing? Oh tentu saja tidak! Dia bahkan tidak di briefing sama sekali bahwa tamu mereka adalah orang asing berkebangsaan Spanyol, lalu salahnya disini siapa? Nadia? Oh tidak! Nadia mulai menatap Felix dan menghela napas. "Orang saya itu nggak di briefing Pak. Gimana saya mau tau, Bu Nara nyuruh saya nyambut di loby doang, terus habis itu udah. Nggak ada omongan apa - apa. Yang mau di pahami apa coba Pak?" kesalnya. "Kalau pun Nara lupa briefing kamu, seharusnya kamu inisiatif untuk tanya mengenai ada atau tidak briefingnya. Karena ini tamu penting, Nadia! Kamu pikir jika saya tidak turun untuk mengambil berkas, saya bisa tau? Dan mengambil alih kamu yang tidak becus?!" Nyes... Memang Felix adalah satu diantara semua pacar dakjal yang ada. Nadia hanya diam, percuma saja. Felix adalah kerasa kepala, susah untuk dibantahnya. Nadia memilih untuk mengalah. "Yaudah, saya minta maaf. Saya tidak becus, seharusnya memang saya lebih berinisiatif Pak Felix. Maaf." "Gaji kamu bulan ini saya potong! Terserah, kamu mau komplain atau tidak. Hitung sebagai hukuman kamu yang lalai!" Setelah itu Felix pergi membuat Nadia berdecak kesal. "Ck! Mainnya potong gaji mulu. Awas aja udah nikah, gue potong burungnya. Biar tau rasa tuh!" ---- Gais kabar gembira, cerita ini udah turun kontrak, dan bakal aku update rutin mulai minggu depan.. Jadwal updatenya 3x seminggu ya, Jumat Sabtu sama Minggu... Jangan lupa follow author yaa--
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN