"Ibu ...Ayla ..."
Alya menjerit histeris melihat jenazah Ibu dan juga adiknya terbaring di atas ranjang rumah sakit.
"Jangan tinggalkan aku Bu!" Alya tak berhenti menangis, ia hanya bisa memeluk sambil menggoyang-goyangkan kedua tubuh orang yang paling ia cintai itu.
Alya yang masih menggunakan pakaian sexy dengan riasan bold itu tak kuasa menahan kesedihannya.
Ibu dan adiknya mengalami kecelakan pukul lima pagi dini hari, sakit ginjal sang Ibu kambuh dan Ayla terpaksa membonceng sang Ibu dengan kereta dan saat itulah kejadian naas menimpa keduanya, mereka berdua menjadi korban tabrak lari dan dinyatakan meninggal dunia saat sampai di rumah sakit.
Sang Ibu memang sudah meninggal dunia di tempat kejadian, sedangkan Ayla meninggal dunia saat baru sampai di rumah sakit.
Alya yang sedang bekerja, bahkan hampir pingsan saat mendapat kabar mengerikan itu.
Alya, ia terpaksa menjadi seorang p*****r di usia yang masih sangat muda, gadis cantik itu masih berusia sembilan belas tahun saat terjun di dunia malam yang mengerikan itu, hal itu ia lakukan demi pengobatan sang Ibu dan juga untuk biaya sekolah adiknya Ayla.
Setelah dua tahun menjalani profesi menjijikkan itu, akhirnya Alya tetap harus kehilangan orang yang ia cintai.
"Maafkan Alya bu, maafkan Mbak Ayla, ini semua salah Mbak, harusnya Mbak pulang saat kamu menelpon, kenapa kalian meninggalkan aku sendiri di dunia yang kejam ini!" tangis Alya pecah di dalam ruang jenazah yang hanya mereka bertiga huni.
Alya masih belum bisa menerima kenyataan saat Ibu dan Adiknya meninggal, ia tak lagi memperdulikan penampilannya, pakaian sexy yang masih membalut tubuhnya serta riasan wajah yang sudah berantakan akibat air mata yang terus meleleh.
Gadis itu memang baru selesai melayani pelanggannya saat mendapat kabar buruk itu.
"A-ku ingin ikut bersama kalian, aku mau mati juga!"
Gubraaakkk ...
Tubuh Alya ambruk ke lantai, gadis itu pingsan karena tak kuasa menahan kesedihan, syukurnya saat itu seorang perawat masuk kedalam ruangan jenazah tersebut.
Alya pun dibawah ke kamar perawatan, gadis itu di infus dan di berikan obat penenang agar bisa tidur sesaat.
Mata Alya terbuka perlahan, bahkan air mata yang tertahan di ujung matanya menetes begitu saja.
Alya mendapati dirinya berada di atas ranjang rumah sakit, pakaian yang ia gunakan juga pakaian rumah sakit.
"A-ku dimana?" tanyanya yang masih sesenggukan.
Seorang Dokter yang merawat Alya masuk kedalam dan memeriksa keadaan gadis tersebut.
"Saya kenapa Dokter?" tanya Alya yang masih lemah, ia belum mengingat apa yang terjadi, ia masih berpikir kalau semua ini adalah mimpi.
"Kamu pingsan," ujar sang Dokter.
"Kenapa saya bisa di sini Dokter?" tanya Alya lagi sambil memegangi kepalanya yang masih terasa pusing.
Namun sang Dokter yang mengetahui keadaan Alya hanya diam, setelah memeriksa keadaan Alya, sang Dokter pun langsung keluar tanpa mengatakan apapun.
Alya masih berusaha mengingat semuanya, hingga akhirnya ia sadar kalau yang terjadi adalah kenyataan.
"Ibu- Ayla-" panggilnya.
Alya bangkit dari ranjang dan melepas infus yang terpasang di tangannya, dia bahkan membiarkan darah dari jarum infus itu meleleh.
"Tolong! jangan tinggalkan aku Bu-" tangis Alya yang sudah keluar dari kamar perawatan.
Perawat yang melihat Alya bergegas mendekati dan membantu Alya untuk berjalan.
"Dimana Ibu dan Adikku Sus?"
"Mereka sudah diantar ke alamat rumah Mbak, para tetangga sudah menerima jenazah mereka," ujar Perawat.
"Apa-?"
Alya merasakan tubuhnya kembali lemas saat mendengar kata Jenazah.
"Aku harus pulang!" pekik Alya.
Gadis itu berjalan gontai ke arah luar, namun Perawat menahan dirinya.
"Tunggu Mbak, sebelum pulang Mbak harus menyelesaikan dulu semua biaya rumah sakit," ujar Perawat.
Alya mendesah kesal, saat seperti ini pun semua orang hanya mengaitkan apapun dengan uang.
Alya kembali ke kamarnya dan mengambil ponsel di dalam tasnya.
Ia menelepon mucikari yang menaungi dirinya selama ini.
"Halo Mami?"
"Halo Kristal?"
"Mami, tolong bantu Aku Mi, tolong ke rumah sakit Anugerah,"
"Kamu kenapa Kristal? kamu sakit?"
"Aku gak bisa jelasin sekarang Mi, aku mohon Mami segera kemari,"
Tut tut tut ...
Alya memutuskan sambungan telepon itu secara sepihak.
Ia memasukkan kembali ponselnya kedalam tas.
Kristal adalah nama samarannya saat menjadi seorang wanita malam, sudah dua tahun ia menjalani profesi ini demi kesembuhan sang Ibu dan juga biaya sekolah sang adik.
Alya menunggu Mami Monic di ruang tunggu pasien, ia sudah tak sabar untuk kembali ke rumah namun pihak rumah sakit belum mengijinkan ia pulang sebelum membayar semua biaya rumah sakit, sedangkan Alya tak memiliki cukup uang karena seluruh uangnya selalu habis untuk biaya cuci darah sang Ibu.
Alya begitu panik, tangannya gemetar begitu juga kakinya, sembari menunggu Mami Monic ia hanya bisa memainkan kuku jemari yang di beri kutek merah menyala itu.
"Kristal ..." panggil Monic sambil menepuk bahu Alya, Alya adalah gadis kesayangan Mami Monic karena Alya selalu memberikan service memuaskan untuk setiap pelanggan Mami Monic.
"Mami-" jawab Alya langsung memeluk tubuh gemuk Monic.
"Ada apa? kamu kenapa disini?" tanya Mami Monic yang masih belum mengetahui apa yang terjadi.
"Tolong aku Mi, tolong bayarkan biaya rumah sakit sekarang juga, aku harus pulang ke rumah Mi," rengek Alya.
Mami Monic menelan salivanya, "Kamu ini, hutangmu sudah Dua puluh juta loh Kristal, kemarin kamu baru pinjam untuk biaya pengobatan Ibumu," gerutu Mami Monic.
Wanita paruh baya bertubuh gemuk itu, menyilangkan kedua tangannya sambil memegang tas branded di tangannya.
"Aku mohon Mi, aku pasti bayar semua hutangku Mi, Ibu dan adikku kecelakaan Mi, jenazah mereka sekarang sudah di rumah kami Mi," gumam Alya.
Mata Mami Monic membulat sempurna saat mengetahui kabar itu.
"Ja-di I-ibu dan adikmu telah tiada?" ucap Mami Monic terbata-bata.
"I-iya Mi-" tangis Alya kembali pecah.
Mami Monic langsung memeluk tubuh Alya, ia berusaha untuk menenangkan gadis itu.
"Ba-iklah, Mami akan mengurus semua biaya rumah sakit, kamu sebaiknya cepat kembali ke rumah," pinta Mami Monic.
Alya menganggukkan kepalanya.
"Terima kasih Mi, aku tidak akan pernah melupakan kebaikan Mami," ucap Alya.
Alya pun mengambil tasnya lalu berjalan tergesa-gesa keluar dari rumah sakit, meskipun masih dalam keadaan pusing luar biasa Alya tetap berusaha untuk cepat kembali ke rumah.
Ia menyetop sebuah taksi dan langsung menuju kediaman keluarganya.
Sedangkan Mami Monic yang sedang membayar biaya rumah sakit merasa sedikit gelisah.
"Bagaimana ini? Ibu dan Adiknya telah tiada, apa dia mau melanjutkan pekerjaan ini, selama ini gadis itu terpaksa melakukan pekerjaan ini demi Ibu dan adiknya," batin Mami Monic.
Wanita itu sangat cemas, ia tak akan rela bila Kristal harus berhenti dari pekerjaan kotor itu.