Biyan mengendarai mobil yang baru ia beli hasil dari kerja kerasnya selama ini, setelah mengantar Arkan ke rumahnya, Biyan bergegas untuk pulang.
Hari ini adalah hari liburnya, tentu saja ia tak mau melewatkan hari ini untuk bersama sang Ibu, setelah pulang pengajian, Biyan memang berjanji akan mengantar Ibunya untuk pergi arisan ke rumah kerabat mereka.
Di perjalanan, tidak sedetikpun senyum luntur dari wajah Biyan, apalagi saat mengingat gadis cantik yang baru ia temui saat di pengajian, siapa lagi kalau bukan Alya.
Biyan menghidupkan musik di mobilnya, pria yang sudah dua tahun melajang tanpa pacar itu bernyanyi mengikuti irama musik.
"Aku tak percaya akhirnya bisa menyukai seseorang lagi, setelah pengkhianatan Reni," batin Biyan.
Biyan adalah seorang anak yatim, sejak usia lima tahun ia sudah di tinggalkan oleh sang Ayah, Ayahnya meninggal dunia karena penyakit diabetes yang dideritanya, sejak saat itu sang Ibu lah yang mati-matian membesarkan Biyan dan juga menjadi tulang punggung keluarga.
Itu sebabnya Biyan sangat mencintai dan menyayangi ibunya.
Tak terasa kini mobil Biyan sudah sampai di pekarangan rumah mereka, rumah sederhana bercat kuning yang di kelilingi oleh pagar yang tingginya tak lebih dari seratus meter itu tampak asri dengan pohon dan bunga-bunga yang tampak terawat.
Biyan masuk ke dalam rumah, tampak sang Ibu sedang duduk di depan televisi.
Wanita paruh baya yang menggunakan hijab itu berdiri menyambut putranya.
"Assalamu'alaikum Bu," sapa Biyan.
"Waalaikumsalam Biyan, Ibu pikir kamu gak jadi antar Ibu ke rumah teman Ibu," ujar Salma.
"Mana mungkin Bu, mana bisa Biyan ingkar janji pada Ibu," ucap Biyan yang kini sudah memeluk sang Ibu.
Salma tertawa, ia melepas kacamata yang ia pakai.
"Kenapa Ibu merasa kamu sedang bahagia," sindir Salma.
Biyan melepaskan pelukannya dan tersenyum di depan sang Ibu.
"Iya Bu, kapan Biyan tidak bahagia saat bersama ibu," goda Biyan.
Salma tersenyum sumringah melihat putra semata wayangnya itu.
"Sepertinya hanya Ibu yang bahagia," gumam Salma.
Biyan mengerutkan keningnya, ia tak mengerti dengan maksud sang Ibu.
"Apa yang membuatmu bahagia Bu, kenapa Ibu tak berbagi padaku," ucap Biyan bertingkah seperti sedang merajuk.
Salma tertawa dan mengacak rambut tebal Putranya itu.
"Begini Biyan, sebenarnya Ibu mau menjodohkan kamu dengan anak teman Ibu, hari ini kamu mau kan bertemu anaknya Bu Rosma," bujuk Salma.
Salma akhirnya berani mengatakan hal ini, padahal niat untuk menjodohkan Biyan sudah lebih dari sebulan yang lalu, semenjak Biyan di khianati sang kekasih dua tahun lalu, Biyan sangat sulit untuk menyukai wanita, tentu saja sebagai seorang Ibu, Salma sangat khawatir mengingat usia Biyan sudah dua puluh tujuh tahun.
Salma bahkan selalu gelisah saat orang-orang mengatakan kalau pria yang pernah dikhianati wanita dan trauma rentan belok alias menjadi pria yang tak berhasrat dengan wanita dan malah menyukai sesama jenis.
Mata Biyan membulat sempurna "Apaan sih Bu?" ujar Biyan.
Ia berusaha untuk mengelak dari permintaan ibunya.
"Biyan, Ibu mohon nak, kamu kan belum memiliki kekasih, apa salahnya sih kamu lihat dulu anaknya Bu Rosma, hari ini acara arisan ada di rumah Bu Rosma, Ibu ingin kamu berkenalan dulu," rengek Salma.
Ini bukan kali pertama Salma ingin menjodohkan sang Putra, namun Biyan selalu memiliki cara untuk menolak, tentu saja hal itu membuat Salma meradang.
"Tolong lah Bu, Biyan-"
Salma dengan cepat memotong pembicaraan Putranya itu.
"Biyan, tolong lah nak, jangan buat Ibumu ini kecewa, Ibu sudah tua nak, mungkin umur ibu tak akan lama lagi," ucap Salma.
Biyan langsung memeluk Ibunya, ia tak sanggup mendengar kata-kata ibunya.
"Tolong Bu, jangan pernah bicara begitu,"
Salma menangis di pundak putranya itu.
"Kalau begitu kabulkan permintaan Ibu nak,"
Biyan melepas pelukannya.
"Baiklah Bu, aku akan melakukan keinginan ibu, tapi berjanjilah jangan paksa aku untuk menyukai gadis itu,"
Salma langsung mengangguk dan melompat-lompat kegirangan, wanita paruh baya itu bahkan melupakan sakit asam uratnya.
Biyan hanya bisa tersenyum melihat kebahagiaan Ibunya.
"Sudah Bu, jangan melompat-lompat, nanti kaki ibu sakit," ucap Biyan.
"Iya iya Nak, maafkan Ibu ya, ibu terlalu bahagia sampai melupakan penyakit Ibu, Ibu yakin sekali kalau kamu akan menyukai putri bu Rosma, dia itu lulusan terbaik di Universitas Negeri, dan sekarang dia bekerja di sebuah Perusahaan ternama," ujar Salma panjang lebar.
Biyan hanya mengangguk-angguk.
Ia tak mau lagi membantah sang Ibu, biarlah hari ini Ibunya bahagia.
Namun Biyan malah teringat pada Alya, gadis cantik yang sudah meluluhlantakkan hatinya. Tetapi tidak mungkin Biyan membicarakan masalah Alya pada Ibunya, mengingat ia baru saja mengenal Alya.
Salma melihat Putranya yang melamun.
"Nak, kenapa?" tanya Salma.
"Bukan apa-apa Bu, kalau begitu Biyan siap-siap dulu ya," ujar Biyan.
Biyan yang sudah siap berkemas terlihat tampan, ia memakai kemeja berwarna navy di padukan celana kain hitam. Tidak lupa Biyan melipat lengan kemejanya hingga ke siku, Biyan juga memakai jam tangan yang harganya lumayan mahal.
Salma terpana melihat ketampanan Putra semata wayangnya itu.
"Putra ibu sangat tampan," ujar Salma.
"Makasih Bu, kalau begitu sebaiknya kita segera pergi Bu,"
"Iya Nak,"
Anak dan Ibu itu sudah menaiki mobil baru itu, Salma tampak bahagia.
Matanya bahkan sudah berkaca-kaca, ia sangat merasa bangga melihat keberhasilan Putranya itu.
Dengan susah payah, Salma bekerja banting tulang agar Biyan bisa menyelesaikan pendidikannya hingga Perguruan tinggi.
Melihat mata ibunya yang berkaca-kaca membuat Biyan juga ikut menangis.
Saat air mata ibunya meleleh di pipi, dengan cepat Biyan langsung menghapus air mata sang Ibu.
"Kenapa Ibu menangis?" tanya Biyan.
"Maaf Nak, Ibu sangat bangga sama kamu Nak, akhirnya kita bisa naik mobil bagus seperti ini,"
"Iya Bu, ini semua karena perjuanganmu Bu, Biyan berjanji akan selalu membuat Ibu bahagia, Biyan tidak akan membiarkan air mata Ibu jatuh lagi,"
Salma mengangguk, ia menghapus air matanya dan sudah kembali tersenyum.
Mereka melanjutkan perjalanan menuju rumah Bu Rosma, Biyan sudah mempersiapkan dirinya untuk menemui Putri Bu Rosma, meskipun begitu Biyan melakukan itu hanya untuk membuat Ibunya bahagia, bagi Biyan hanya Alya lah wanita yang akan ia perjuangkan.
Setelah ia bisa merebut hati Alya, barulah ia berencana memberitahukannya kepada sang Ibu, karena kalau sekarang ia memberi tahu kalau sudah ada wanita yang mengisi hatinya, ia takut sang Ibu tak sabaran untuk bertemu Alya, padahal Biyan saja belum tahu bagaimana perasaan Alya.
"Tapi bagaimana kalau dia sudah memiliki pasangan?" gumam Biyan.
Karena terlalu pelan, Salma tak begitu mendengar ucapan Biyan.
"Apa Biyan?" tanya Salma.
"Ti-tidak Bu," kekeh Biyan.
Salma hanya menghela nafasnya pelan.