02 TERDESAK

715 Kata
"Hai Mam." "Arkan.. udah kamu buruan pulang. Kata Papi, kamu tuh udah selesai dari dua bulan yang lalu. Kenapa gak balik ke Indonesia?" Satya menyugar rambutnya. Menatap kanal yang terlihat dari kamar hotel yang di tempatinya.  Malam ini, Maminya kembali menelepon. Sebenarnya dia tidak ingin menjadi anak yang mengabaikan orang tua. Tapi mengingat sang papi tetap bersikeras memaksakan perjodohan itu, Satya makin terdesak. Dia tidak ingin menikah dengan wanita yang tidak dia cintai itu. "Mam..Arkan ada satu Masalah." Satya mengutuki dirinya sendiri karena kali ini harus berbohong dengan sang mami. Padahal wanita yang selalu dipuja dan di sayanginya itu tidak akan pernah dibohonginya.  Hanya saat ini dia memang sudah terdesak. Kekerasan sang papi yang memaksanya untuk menerima perjodohan itu membuat Satya bingung. "Nak.. jangan buat mami sedih. Nessa juga udah kangen sama abangnya di sini." Satyatersenyum teringat adik satu-satunya itu. Gadis yang cantik dan persis maminya. Lemah lembut tapi manja. Satya kini menyibak tirai berwarna putih yang menutupi jendela. Menatap pemandangan Venesia di malam hari. Lampu-lampu warna warni membuat semarak keadaan di luar sana. Gondola-gondola yang saat ini beroperasi juga sangat cantik. Harga sewa gondola di malam hari lebih mahal dari siang hari. Sekitar 100 euro. Arkana jadi teringat wanita yang tadi merengek minta naik gondola. Wanita yang secara kebetulan juga menginap di hotel yang sama dengan dirinya. "Salam buat Nessa.  Arkan sebentar lagi juga pulang. Nanti sampai di Indonesia Arkan baru menjelaskan mam. Arkan sayang sama mami." Arkana akhirnya menghela nafas. Dia mendengar sang  mami akhirnya mengerti dan akan menunggunya. Satyamemasukkan kembali ponsel ke dalam saku celananya. Lalu dia segera menjauh dari jendela dan membuka pintu kamar. Ada yang harus di laksanakan. ***** "Kamu...eh ngapain ke sini?" Satya menatap Dewi yang tersembunyi di balik pintu kamar hotelnya. Tampak ketakutan. "Ada yang mau aku tagih." Tiba-tiba Dewi langsung keluar dari balik pintu dan kini bersedekap. "Aku gak berhutang apapun ya. Tadi kan udah aku bayar pake itu cincin. Nah iya itu 5 gram kalau di rupiahin  sekitar 3 juta. Ongkos naik gondola kan cuma 1 juta. Masih sisa 2 juta lagi. " Satya  menatap Dewi yang malam ini sudah terbebas dari jaket tebal, syal dan rajut. Membuat wajahnya terlihat jelas. Dia merogoh saku celananya dan menemukan cincin yang tadi diberikan Dewi kepadanya. "Aku gak butuh ini." Satyamengembalikan cincin itu kepada Dewi. Tapi Dewi malah melangkah mundur. "Eh enggak. Gak mau. Nanti kamu minta yang lain dari aku." Wajah Dewi terlihat lucu saat mengatakan itu. Membuat Satya  melangkah maju dan masuk ke dalam kamar. "Memang. Ada yang ingin aku minta darimu." Mendengar itu. Dewi malah kini langsung  berlari ke balik tirai. Bersembunyi di sana. Membuat Satya makin bingung dengan sikap Dewi. "Hust..hust  demi demit  demi setan demi kuntilanak." Satya  melangkah mendekati tirai dan mendengar Dewi mengatakan itu.  Dengan secepat kilat dia menyibak tirai itu dan membuat Dewi memekik. "Setaaaannn," teriakan Dewi sangat kencang.  Satya kini menyentuh kening Dewi yang membuat  wanita itu malah terdiam. "Kamu gak demam kan?" Pertanyaannya itu membuat Dewi malah terlihat bingung. Lalu mengerjapkan matanya. "Jadi kamu ke sini cuma mau nanya aku gak demam?" Satya berdecak kesal dan kini bersedekap. "Ada yang ingin aku bicarakan. Aku sudah menolongmu untuk naik  gondola. Dan menolongmu  juga untuk membayar hotel ini." Satya memang akhirnya menyewakan kamar hotel untuk Dewi karena wanita itu benar-benar ketinggalan rombongannya. Uang juga tidak punya. Antara iba dan sebal juga terus dikuntit. "Dih  mas nya nolongin  pake pamrih. Gak baik itu mas," jawab Dewi sekenanya. Dewi kini melangkah keluar dari balik tirai. Lalu berjalan ke arah kasur dan duduk di tepinya. Satya tidak mengikuti wanita itu. Dia hanya bersedekap dan menatap Dewi. "Persetan dengan urusan itu  yang pasti kamu berhutang kepadaku. Jadi kamu harus membayar," jawabnya dengan marah. Dia tidak ingin berhubungan dengan hal-hal yang merepotkan seperti ini sebenarnya. Dewi tampak memberengut. Hidungnya yang kecil mungil sekarang terlihat karena tidak tertutup syal lagi. Rambutnya tergerai panjang sebahu. "Ok ok. Jadi aku harus bayar pake apa? Tubuhku? Gak bakalan doyan deh. Alot pasti." Ucapan absurd wanita  itu membuat Arkana kini menghela nafasnya. Kalau saja dia tidak terdesak. Tidak mungkin dia akan melakukan ini. Apalagi wanita di depannya ini sudah membuatnya pusing. Hanya saja waktu sudah tidak ada lagi.  Satya kini melangkah mendekati Dewi. Duduk di sebelahnya dan menatap Dewi lekat. "Bukan hanya tubuhmu yang aku inginkan. Tapi aku ingin kamu mengandung bayiku."                
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN