“Gue nggak suka minta maaf. Itu salah lo, tatapan lo bikin gue nggak enak. Suka sama gue?” tuduhan itu cukup terdengar jelas di telinga Nigi. Nigi yang semula tercengang akhirnya bisa kembali menguasai diri. “Su-suka? Ngaco lo ya? Gue nggak mungkinlah suka sama pemuda yang kesambet setan kutub kayak lo! Sekarang, cepetan minta maaf!” Bukannya memenuhi keinginan Nigi, Saba malah melengos tanpa kata, tetap sibuk men-drible bola basket dan memasukannya ke keranjang. Blushhh—satu bola masuk dengan hitungan three point. Pemuda itu kembali menoleh pada Nigi setelah menangkap bola yang terpantul ke arahnya. “Minta maaf!” Mata Nigi menyorot tajam. “One on one... Dalam sepuluh menit lo bisa masukin bola satu kali aja ke ring itu,” tunjuk Saba pada ring basket tempatnya memasukan bola tadi. “Gue

