Chapter 3. Harta Yang Paling Berharga

1593 Kata
“Besok kau pergi ke kantor. Pimpin rapat dengan seluruh dewan direksi dan perkenalkan dirimu sebagai penggantiku.” Itu adalah apa yang pertama kali James Goldman ucapkan saat membuka mata dan melihat Nero sedang duduk di sampingnya. Tadinya, Nero merasa sedikit menyesal saat melihat ayahnya yang terbaring tidak berdaya di atas tempat tidur karena terjatuh dari kuda ketika sedang mengunjungi Vermont. Ayahnya terlihat tua dan rapuh. Sangat berbeda dengan yang Nero kenal selama ini. Dulu, Dad adalah pria besar yang kekar dan terlihat sangat berwibawa. Bukan berarti saat ini kewibawaannya hilang. Pria itu masih sama seperti dulu, bahkan mungkin semakin berwibawa seiring usia yang bertambah. Namun, tubuhnya yang besar dan kekar itu kini terlihat sedikit kurus dan lelah. Dad sendirian di rumah besar mereka, dan tidak ada yang mengurusnya selain para pelayan. Dengan sifatnya yang terlalu banyak mengatur, Nero yakin jika banyak pelayan yang selalu salah di mata pria itu. Tidak adanya istri maupun anak yang bersamanya di masa tua, membuat Nero merasa sangat bersalah sebagai satu-satunya anak yang James miliki. Sebagai pewaris tunggal Goldman Company, Nero tahu jika pada akhirnya semua harta Dad akan menjadi miliknya. Sementara, selama bertahun-tahun ini, Nero tidak pernah mau mengurusinya dan selalu menolak setiap kali Dad memintanya pulang. Bukankah ia terlihat sebagai anak yang tidak tahu diri dan hanya ingin menikmati kekayaan ayahnya saja? Akan tetapi, ketika ia mendengar kata-kata yang keluar dari bibir Dad, rasa simpati yang tadi dirasakan Nero, hampir lenyap. Tidak ada hal lain, selain perusahaan yang Dad pikirkan. Bahkan tidak dirinya sebagai anak satu-satunya, yang selama ini tidak pernah pulang ke New York untuk menemuinya. Apa memang selamanya hanya perusahaan yang penting bagi Dad? Apa kepergiannya selama bertahun-tahun dari sisi Dad tidak membuat pria itu merasakan kehilangan sesuatu yang berharga? Memangnya, harta berlimpah yang Dad miliki itu mampu membunuh kesepiannya? Apa semua itu jauh lebih berharga daripada keberadaan Nero dan Mama? Setelah berpisah dengan Mama, Dad tidak pernah menikah lagi. Dekat dengan seorang wanita pun tidak pernah Nero lihat sejak ia masih kecil hingga dirinya memutuskan pergi ke Singapura. Untuk apa alasan kenapa Dad melakukan itu, Nero tidak pernah tahu. Ia tidak pernah bicara dengan Dad tentang hal-hal seperti itu. Oh, ia memang jarang sekali bicara dengan Dad tentang hal apapun. Hubungan mereka dingin, dan terlalu tenang. Dad hanya akan bicara tentang apa yang harus Nero lakukan agar menjadi pria yang berhasil seperti dirinya. Selain hal itu, tidak ada yang mereka bicarakan sama sekali. Apalagi mengenai kehidupan pribadi ayahnya. Mungkin, Nero menyimpulkan sendiri, tidak ada wanita gila lain yang mau diatur oleh Dad meskipun diberi harta dan materi yang begitu banyak. Atau kemungkinan kedua, Dad masih mencintai Mama. Walaupun Nero tidak pernah tahu bagaimana cara Dad yang dingin itu mencintai. Dulu, ketika dirinya masih kecil, mungkin Dad memang pria yang seperti itu. Ia bisa menangkap cinta yang begitu besar di antara kedua orang tuanya. Ia bisa melihat senyum curi-curi pandang dan kode rahasia yang saling orang tuanya tukar ketika berada di tempat umum. Mereka berdua jelas sangat saling mencintai. Namun, itu dulu. Dulu sekali ketika mereka belum sekaya sekarang. Itu terjadi ketika Dad hanyalah seorang bankir investasi biasa. Harta dan kedudukan yang perlahan meningkat, membuat semua cinta yang Dad miliki untuk Mama dan dirinya lenyap tanpa bekas. Tidak ada lagi sapaan ramah ketika Dad pulang dari kantor. Tidak ada lagi pelukan hangat yang Nero terima setiap malam. Tidak ada lagi jalan-jalan ke taman hiburan di akhir pekan. Juga makan malam yang ceria di rumah. Semuanya hilang seiring obsesi yang dimiliki Dad untuk sukses dan menjadi pria terkaya di Amerika. Hati Dad seakan membeku seiring semakin banyaknya harta kekayaan yang dimilikinya. Jika terlalu banyak hal yang harus dikorbankan demi uang dan kesuksesan, kenapa semua orang selalu ingin meraihnya? Apa benar jika sebuah keluarga yang hangat tidak cukup untuk membuat hidupmu bahagia? Bahkan jika harta yang kau miliki tidak seberapa, apa cinta dan kasih sayang orang di sekitarmu sama sekali tidak berarti? Nero sering sekali merasa iri dengan keluarga Muti. Setiap kali ia datang berkunjung, Tante Dina, ibu Muti, akan selalu menyambutnya dengan riang, dan bahkan memasakkan berbagai makanan kesukaan Nero. Bahkan seringnya, Tante Dina membawakan makanan-makanan itu untuknya karena tahu jika Nero hanya tinggal bersama pelayan di rumah. Om Surya, ayah Muti, juga selalu menyambutnya dengan ramah. Mereka sering mengobrol tentang berbagai hal. Dari mulai yang remeh hingga tentang politik yang terjadi di Indonesia. Juga Bintang dan Langit, kedua saudara Muti yang selalu mengajaknya bergabung setiap kali kakak adik itu bermain basket di halaman rumah mereka. Mereka semua merangkulnya seperti ia adalah bagian dari keluarga itu. Itu adalah kehangatan keluarga yang selalu Nero impikan sejak mamanya pergi. Keluarga Muti tidak hidup dengan harta yang berlimpah. Akan tetapi, mereka semua bahagia dan saling menyayangi satu sama lain. Walaupun bentuk kasih sayang itu mungkin lebih sering terlihat dalam pertengkaran Muti dan Langit, juga omelan Tante Dina pada satu-satunya anak gadis yang ia miliki itu. Kehangatan keluarga Muti menjadi bukti bahwa harta tidak akan selalu menjamin hidupmu bahagia. Ia bahkan merasa iri dengan lirik lagu yang selalu didengarnya dari sebuah film yang sangat terkenal di Indonesia. Bahwa harta yang paling berharga yang dimiliki adalah keluarga. Tidak peduli jika kau tidak memiliki kekayaan. Nero sampai hapal semua lirik lagu itu, dan selalu memutarnya di ipad miliknya. Bukan uang, bukan harta, tetapi keluarga. Sesuatu yang tidak ia miliki. Dan mungkin tidak akan pernah bisa ia miliki sampai kapanpun. Ia adalah pria yang dingin seperti ayahnya, dan mungkin Muti akan menjadi gadis terakhir yang pernah ia cintai. Rasanya begitu ironis kan? Ia tidak pernah kekurangan uang dan semuanya yang berhubungan dengan materi. Namun, ia tidak bisa membeli sebuah keluarga yang hangat dan penuh cinta dengan uang tersebut. Semua yang ia miliki seakan tidak ada artinya tanpa orang-orang yang mencintainya dan selalu ada di sisinya. “Aku tidak tahu apa-apa soal perusahaan, Dad. Bukankah sudah ada Paman Stevan yang melakukan semuanya dengan baik? Mungkin…” Ayahnya mendengkus hingga Nero tidak melanjutkan perkataannya. Satu dengkusan itu adalah tanda jika Dad tidak ingin dibantah. “Kau satu-satunya penerus Goldman Company kalau aku meninggal. Dan kau harus mulai belajar sekarang. Sudah terlalu lama kau mengulur-ulur waktu. Bekerja di perpustakaan sekolah?” James mencibir. “Kau pasti sudah gila! Apa yang kau dapatkan di sana? Buku? Kantor kita juga memilikinya jika hanya itu yang kau cari,” lanjut Dad dengan sinis. “Tetapi kau masih hidup,” jawab Nero tenang. Nero memilih untuk mengabaikan kesinisan itu. Ia tahu pasti semua gerak-geriknya selama ini tidak pernah lepas dari pengawasan anak buah ayahnya. Dad hanya memastikan ia baik-baik saja selama tinggal jauh darinya karena tidak ada lagi pewaris lain yang James miliki selain dirinya. Jika terjadi sesuatu yang buruk pada Nero, perusahaan tidak akan memiliki pewaris lain berdarah Goldman. Dan Dad pasti tidak menginginkan itu terjadi. “Apa yang kau cari di sana, Nero? Masih mengejar gadis itu? Sudah berapa kali Dad katakan jika cinta hanya akan membuatmu lemah? Lihat apa yang kau dapat? Tidak ada apa-apa kan? Gadis itu bahkan tidak pernah membalas perasaanmu.” Jemari Nero mengepal saat mendengar ayahnya membicarakan Muti dengan kesinisan yang sama. “Setidaknya aku bahagia bersamanya.” James mendengkus. “Mencintai seseorang yang bahkan tidak mencintaimu itu gila. Lebih baik kau menikah dengan seseorang yang bisa kau bayar, dan memberikan cucu untukku. Tidak usah jatuh cinta lagi. Kau hanya perlu memberi pewaris untuk menjaga harta kita.” Lagi-lagi, Nero hampir tidak bisa menahan diri untuk melampiaskan amarahnya. Sialan! Ia begitu marah kepada ayahnya, tetapi tidak ada apapun yang bisa ia lakukan. Bahkan tidak dengan mengatakan sesuatu yang kasar karena kondisi ayahnya yang tidak sehat. Jika Dad tidak sedang terbaring di ranjang rumah sakit seperti ini, bisa dipastikan mereka akan bertengkar lagi seperti yang selalu terjadi. “Jangan memancing pertengkaran atau aku akan pergi lagi ke Indonesia.” Dad hanya melotot padanya tanpa bicara apa-apa. Namun, Nero tahu dari tatapan itu bahwa apa yang sudah diputuskan ayahnya tidak bisa diganggu gugat lagi. Lagipula, tujuan dia pulang memang itu kan? Untuk mengurus perusahaan sementara ayahnya masih belum bisa bangun dari tempat tidur seperti ini. Nero menghela napas kalah setelah beberapa saat mereka berdua hanya saling melotot. “Baiklah. Aku akan datang besok, tetapi aku tidak bisa menjanjikan apa-apa padamu. Karena kau sudah bangun, aku mau pulang dulu untuk mandi dan berganti pakaian.” Ia bangkit dari duduknya dan berbalik tanpa menunggu jawaban ayahnya. “Nero,” panggil James sebelum ia membuka pintu. Nero menoleh dengan setengah hati. Mengira jika panggilan itu hanya akan membuatnya semakin kesal. “Ya, Dad?” “Tinggallah lagi di sini. Kau tahu Dad sendirian. Aku sudah tua. Apalagi sekarang kondisiku tidak akan seprima dulu. Hanya kau yang aku miliki.” Nero kembali menghela napas menatap wajah ayahnya yang sedikit melunak itu. Ya, ayahnya memang terlihat tua dan lelah. Pria itu pasti sangat sibuk selama ini. Selain itu, setiap pulang, Dad juga tidak menemukan siapapun selain pelayan di rumah. Seharusnya memang Nero sadar jika tempatnya adalah di New York bersama ayahnya. Namun, untuk kembali tinggal di sini secara permanen, ia belum bisa memberi jawaban pada Dad. Ia masih harus menjaga Muti sebelum memastikan gadis itu benar-benar bahagia bersama Damar. “Aku akan memikirkannya,” jawabnya kemudian sambil membuka pintu dan keluar. Ia memang akan memikirkannya, tetapi nanti, setelah ia selesai memikirkan Muti. Dan itu berarti, ia tidak tahu kapan. Saat ini, Muti adalah yang terpenting baginya. Ia akan ke kantor, bekerja menggantikan Dad sementara, dan ketika nanti Dad sudah bisa bangun lagi, Nero akan kembali ke Indonesia. Melihat keadaan gadis itu, dan baru akan memastikan apakah ia akan tetap di Indonesia, atau tinggal di sini seperti permintaan ayahnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN