Part 01
Part 01
Di tempatnya berdiri, seorang wanita cantik berkulit putih pucat tengah menatap sebuah gedung perusahaan, di mana ia dulu pernah bekerja di sana sebagai karyawan biasa. Walaupun tidak bisa dikatakan lama, karena ia harus berhenti setelah dipersunting pemilik perusahaan tersebut.
Ya, wanita cantik bernama Sheina itu pernah menikah dengan bos di tempatnya bekerja dulu. Awalnya semua berjalan baik, hidupnya juga bahagia, sampai saat masalah demi masalah datang menguji pernikahannya. Sheina memilih menyerah dan meninggalkan Allucard dengan surat perceraian, ia juga berharap tidak akan kembali lagi ke mantan suaminya.
Sayangnya harapannya itu tidak selaras dengan kenyataan hidup yang dijalaninya, karena sejauh dan selama apapun Sheina pergi dari kehidupan mantan suaminya, ia harus kembali menemui lelaki itu untuk meminta bantuannya.
Di tempat yang sama, Sheina menghembuskan nafas panjangnya beberapa kali, berusaha menenangkan perasaannya yang kian tak nyaman saat posisinya semakin dekat dengan mantan suaminya. Padahal ia hanya perlu masuk di gedung tersebut, di dalam sana akan ada lelaki yang dulu dan mungkin sampai sekarang masih ia cintai. Namun anehnya, kakinya seolah ragu untuk melangkah, begitupun dengan badannya yang seolah melemah begitu saja.
"Apa aku harus melakukan hal gila ini? Kalau Allucard menolakku, bagaimana?" gumam Sheina mulai ragu dengan apa yang dilakukannya sekarang, padahal ia sudah jauh-jauh datang dari kota tempatnya tinggal.
"Allucard pasti sangat membenciku, apa dia masih mau menemuiku? Enggak. Dia pasti akan langsung mengusirku." Sheina kembali diserang oleh rasa dilema, kakinya bahkan kembali mundur ke belakang sembari menarik koper di tangannya.
"Enggak-enggak. Aku enggak bisa terus-terusan merasa ragu sebelum aku mencobanya dulu, aku juga harus yakin Allucard mau membantuku. Cuma semalam, dia pasti enggak akan keberatan kan?" gumamnya lagi dengan sedikit bersemangat dari sebelumnya, meskipun bayangan Allucard menolaknya begitu jelas terlihat di matanya. Namun demi Allena, Sheina memilih untuk melanjutkan rencananya.
Sheina kembali menghembuskan nafas panjangnya lalu melangkah ke arah gedung sembari menarik kopernya. Sheina sendiri baru saja sampai di kota tersebut, tanpa mau mencari tempat tinggal lebih dulu, ia memutuskan untuk langsung menemui mantan suaminya itu.
"Bu Sheina," panggil seorang satpam ke arah Sheina yang tampak canggung dengan situasinya, karena ia masih dikenali satpam yang memang sudah lama bekerja di sana.
"Iya, Pak. Kenapa?" Sheina yang merasa bingung harus bagaimana hanya berpura-pura bertanya, Sheina sendiri tak yakin akan diterima lagi di sana, bayangan dirinya diusir sudah membayangi pikirannya.
"Bu Sheina apa kabar?"
"Saya baik, Pak. Bapak sendiri bagaimana kabarnya?" Sheina mulai berbasa-basi karena sepertinya satpam tersebut tidak ingin mengusirnya.
"Saya baik, Bu. Bu Sheina mau bertemu dengan Pak Allucard ya?"
"I-iya, Pak. Allucard-nya ada kan?"
"Ada, Bu. Saya antarkan ke ruangannya ya?"
"Memangnya tidak apa-apa, Pak? Kan saya belum membuat janji dengan Pak Allucard?" Sheina bertanya memastikan karena ia pernah bekerja di sana, tentu saja ia tahu bagaimana peraturan di kantor tersebut.
"Bu Sheina kan bukan kolega atau utusan dari perusahaan lain, jadi kenapa harus membuat janji."
"Begitu ya, Pak? Syukurlah kalau saya boleh bertemu dengan Pak Allucard." Sheina menghembuskan nafas panjangnya, merasa lega mendengar jawaban sang satpam. Sepertinya peraturan di kantor tersebut sudah dipermudah, padahal kalau dulu tamu dari pihak keluarga pun tidak diizinkan masuk kecuali sudah menghubungi yang bersangkutan terlebih dahulu.
"Tapi sebelumnya Bu Sheina harus meminta izin terlebih dahulu ke sekretaris Pak Allucard yang bernama Pak Hendra, nanti beliau yang akan menyampaikan mau bertemu atau tidaknya Pak Allucard."
"Iya, Pak. Saya mengerti."
"Mari ikut saya!"
"Iya, Pak." Sheina mengangguk sopan lalu berjalan mengikuti sang satpam. Di tengah perjalanannya menuju lift, tatapan terkejut sekaligus tak percaya tertuju ke arah Sheina yang hanya bisa tersenyum ramah, tanpa tahu apa yang sebenarnya sedang mereka pikirkan tentangnya.
Sebelum ini Sheina memang sudah pernah bekerja di kantor tersebut, ia juga sempat terkenal di kalangan para staf dan karyawan, karena sudah berhasil memikat hati Allucard. Selama bekerja di tempat itu, Sheina tidak terlalu mengenal semua orang yang bekerja di sana, karena masa kerjanya sendiri juga tak bisa dikatakan lama, karena ia dilamar dan dinikahi oleh Allucard meskipun pernikahan itu juga tidak berumur panjang.
"Pak Hendra," panggil satpam tersebut ke arah sekretaris lelaki berumur empat puluh tahunan, sedangkan posisi mereka saat ini berada di depan sebuah ruangan meeting.
"Iya, Pak. Ada apa?"
"Ini Bu Sheina, beliau mau bertemu dengan Pak Allucard."
"Apa sudah ada janji sebelumnya?"
"Tidak ada. Tapi Bu Sheina ini mantan istrinya Pak Allucard," jawab satpam tersebut sembari menunjuk ke arah Sheina yang menunduk, ia tidak menyukai nama mantan Allucard disematkan untuknya.
"Oh, saya mengerti. Ya sudah kalau begitu saya antarkan Bu Sheina ini ke ruangan Pak Allucard saja ya? Kebetulan Pak Allucard sekarang lagi ada meeting bersama dengan para pemilik saham, jadi tidak bisa diganggu, tapi Bu Sheina bisa menunggu di dalam." Sekretaris lelaki itu menyunggingkan senyum ramah ke arah Sheina, yang direspon sama olehnya.
"Kalau begitu saya permisi dulu," pamit sang satpam yang disenyumi tipis oleh Sheina.
"Terima kasih, Pak."
"Iya, Bu."
"Mari ikut saya, Bu!" Sekretaris yang bernama Hendra itu mempersilahkan Sheina untuk mengikuti langkahnya yang kali ini hanya diangguki olehnya dan berjalan di belakangnya.
"Silakan duduk, Bu. Anda bisa menunggu Pak Allucard di sofa ini, nanti kalau meetingnya sudah selesai, saya akan memberitahu Pak Allucard tentang kedatangan Anda."
"Iya, Pak. Terima kasih." Sheina menjawab tulus lalu melepaskan pegangan kopernya dan duduk di sofa sembari tersenyum ramah ke arah sekretaris Allucard.
Lagi-lagi Sheina hanya bisa menghembuskan nafas panjangnya, terutama saat sekretaris Allucard pergi dari hadapannya dan meninggalkannya di ruangan yang tidak pernah berubah tata letaknya. Ruangan dari mantan suaminya itu masih seperti dulu, sama seperti saat Sheina masih bekerja di sana dan menjadi istri dari lelaki itu.
Ruangan penuh kenangan, di mana Sheina sering disuruh masuk oleh Allucard dengan alasan penting, namun nyatanya tidak ada yang penting kecuali Allucard yang memang sedang merindukannya. Kenangan itu telah terjadi hampir lima tahun yang lalu, di mana Sheina masih belum bisa menerima Allucard karena sikapnya yang masih kekanak-kanakan.
Sheina berusaha melupakan kenangan itu, ia merasa tidak berguna mengingatnya. Sekarang ia harus fokus dengan tujuannya, karena setelah rencananya berhasil ia harus segera pulang, ia tidak mungkin berlama-lama meninggalkan Allena dengan kedua orang tuanya.
Beberapa menit menunggu, Sheina merasa matanya terasa berat untuk tetap terjaga, Sheina sendiri memang belum beristirahat setelah turun pesawat. Ia langsung datang ke kantor Allucard, tanpa mau mencari tempat tinggal terlebih dahulu.
"Aku sangat mengantuk, mungkin tidur di sini sebentar enggak apa-apa, toh aku juga mudah terbangun." Sheina bergumam lirih lalu membaringkan tubuhnya di sofa begitu saja, saking beratnya matanya untuk tetap terjaga.
***
Di sisi lainnya, ketiga lelaki tengah membahas langkah-langkah yang akan mereka lakukan untuk memperluas kerja sama dengan para perusahaan asing. Satu di antaranya bernama Allucard, lelaki tampan dengan dagu kokoh dan mata gelap yang cukup memikat. Sedangkan yang lainnya bernama Fathur dan Aiden, kedua lelaki itu juga tak kalah tampannya dan yang pasti sama-sama belum menikah, mengingat keduanya adalah para lelaki playboy pencinta wanita.
Hampir satu jam lamanya meeting itu berlangsung, meskipun mereka bertiga bisa dikatakan sahabat dekat, namun bila mengenai pekerjaan semuanya akan bersikap serius dan teliti. Terutama Allucard yang memiliki saham lebih besar dari kedua temannya, ia harus bekerja dua kali lipat dari yang lainnya.
"Meeting kita hari ini sudah selesai, kalian bisa ke ruangan masing-masing." Allucard membereskan proposalnya dan juga laptopnya, sedangkan Fathur dan Aiden hanya mengangguk lalu melakukan hal yang sama.
"Maaf, Pak. Ada yang sedang menunggu Anda," ujar Hendra, sekretarisnya yang baru masuk ruang meeting.
"Siapa?" Allucard bertanya tak acuh tanpa mau menatap ke arah sekretarisnya.
"Bu Sheina." Hendra menjawab tenang seperti biasa, namun tidak dengan Allucard yang seketika menghentikan gerakan tangannya.
"Sheina?" tanyanya memastikan ke arah Hendra yang langsung menganggukinya.
"Iya, Pak."
"Siapa? Sheina?" Kini Fathur yang bertanya, ekspresi lelaki itu juga tampak tidak jauh dari Allucard.
"Maksudnya Sheina mantan istrinya Allucard?" Aiden bertanya penasaran, namun Hendra kembali mengangguk sopan.
"Iya, Pak." Hendra menjawab dengan nada yang sama, namun ketiga lelaki yang berada di hadapannya tampak tak berkutik di tempatnya setelah mendengar jawabannya.
"Sejak kapan dia ada di sini?" tanya Allucard cepat, nada suaranya bahkan terdengar ingin marah.
"Mungkin sudah satu jam yang lalu, Pak." Hendra menjawab ragu dan takut, terlebih lagi saat menatap ekspresi wajah bosnya.
"Kenapa kamu baru memberitahuku?" sentak Allucard yang kian membuat Hendra menciut.
"Bukannya Bapak sendiri yang bilang kalau tidak mau diganggu saat meeting?" jawabnya dengan berusaha tenang, namun ekspresi takut masih tampak jelas di wajahnya, terutama saat melihat ke arah Allucard yang seperti ingin memakannya.
"Kamu ini benar-benar ... ah sudahlah. Saya akan menemui Sheina, tolong bawakan proposal dan laptop saya ya!" Allucard berujar serius ke arah Hendra yang lagi-lagi mengangguk, sedangkan bosnya itu tampak terburu-buru ingin segera pergi dari sana.
"Iya, Pak." Hendra mengangguk cepat, ia berharap tidak mendapatkan masalah setelah ini.
"Dan buat kalian, gue tahu isi otak kalian apa sekarang? Kalian mau menemui Shena kan? Jangan harap kalian bisa mendekati dia lagi, karena dia masih tetap milik gue sampai sekarang." Allucard menunjuk ke arah kedua sahabatnya yang tampak tak percaya dengan ucapannya lalu pergi begitu saja.
"Sialan lo, kalian itu sudah bercerai. Masa gue harus ngalah lagi sama lo?" teriak Fathur kesal, begitupun dengan Aiden sekarang, bisa dilihat dari caranya mendirikan tubuhnya dan melangkahkan kakinya.
"Mau ke mana lo?" tanya Fathur yang berhasil menghentikan langkah kaki temannya.
"Mau menemui Sheina lah. Gue kangen sama dia, gue juga mau lihat dia, bisa gila gue menuruti Allucard." Aiden menjawab jujur meski dengan nada ketus.
"Lo enggak dengar ucapan Allucard tadi?"
"Enggak peduli gue, bisa aja Sheina pergi dan menghilang lagi setelah ini. Lo pikir gue bakal menyia-nyiakan kesempatan ini? Enggak." Aiden menjawab serius yang menurut Fathur ada benarnya.
"Benar juga. Gue ikut juga deh," jawabnya sembari mendirikan tubuhnya lalu berjalan ke arah Aiden lalu keduanya pergi bersama.
Di sisi lainnya, Allucard menghentikan langkah kakinya setelah sempat berlari dari ruang meeting ke ruangan pribadinya. Sesampainya di sana, ia mengunci pintunya karena ia tahu kedua temannya itu pasti akan mengganggunya. Mereka tidak akan benar-benar menuruti ucapannya, dan Allucard lebih memilih berjaga-jaga.
"Sialan, pintunya dikunci." Fathur mengumpat kesal setelah berusaha membuka pintu ruangan temannya, namun tidak bisa dibuka karena sudah dikunci dari dalam.
"Ya karena Allucard enggak sebodoh lo, coba aja kalau lo tadi enggak kebanyakan bacot, gue pasti bisa menemui Sheina lebih dulu."
"Ya terus kita harus bagaimana sekarang?"
"Terpaksa kita harus menunggu mereka keluar." Aiden menjawab tenang namun tidak dengan Fathur yang sudah merasa tak sabar, meskipun tidak ada yang bisa ia lakukan selain diam.