Huaaaa mimpi apa coba aku semalam? Niatnya mau kasih surprise tapi malah dikagetin kayak gini! Sumpah, ngga terpikirkan kalau Kevan bakal seromantis ini melamarku didepan bandara, aku yakin Mama yang udah kasih info ke Kevan jam berapa pesawatku sampai di Ibukota.
"Ciee yang semalam dilamar, deg degan gimana gitu," goda kakak kembarku yang sering menjadi paling menyebalkan sejagad raya, siapa lagi kalau bukan Adit.
Adit mengambil tempat duduk di sofa yang kududuki, tepat disampingku. Tangan jahilnya terus mencolek-colek pipiku, mengganggu waktu nontonku saja dia ini, tapi kangen juga sih hehe.
"Apa sih Dit, ganggu aja, gue lagi nonton nih!" gerutuku sambil mendorongnya pelan dengan tangan kananku, sedangkan tangan kiriku sedang sibuk memegang bungkusan kripik kentang favoritku.
Adit masih duduk disampingku, kini tangan kirinya merangkul pundakku, "udah gede nih ya," ucapnya sembari mencomot keripik kentang yang kupegang.
"Emangnya lo ngga gede?"
Adit terkekeh lalu menjawil hidungku sekilas, kemudian menyandarkan kepalanya dipundakku. Keadaan hening sejenak, hanya tangan Adit yang masih belum berhenti mencomot keripik yang kupegang.
"Ngga terasa yah kita akan punya kehidupan masing-masing," kulirik Adit yang mulai bersuara namun masih menatap tv, "semua sudah beranjak dewasa," lanjutnya.
Aku tersenyum tipis dan menyandarkan pipiku di puncak kepalanya yang masih bersandar di pundak kananku, "waktu kan terus berjalan Dit,", Adit menghentikan tangannya untuk mengambil kembali kripik kentangku yang masih tersisa, "iya sih," ujarnya singkat, aku kembali tersenyum tipis, Adit semakin dewasa sekarang.
"Udah ah melownya, lagian gue balik tuh buat fun bukan buat mewek-mewek," ku cubit pipinya lalu beranjak dari sofa yang kududuki, aku baru ingat kalau masih ada yang harus ku bereskan di kamar, maklum baru pindahan hehe.
Banyak yang berubah dari ketiga saudaraku, ya tentunya siapa lagi kalau bukan Adit, Edo dan Al, selain secara fisik yang pastinya benar-benar membuat hati wanita meleleh juga kedewasaan, terutama Al yang paling konyol diantara kami sekarang terlihat lebih dewasa meski tetap banyak yang masih tidak berubah darinya.
Aku bahagia mereka sudah memiliki kebahagiaan masing-masing, termasuk Edo, yang menurutku cowo yang termasuk cuek dan dingin terhadap lawan jenis, kecuali padaku, akhirnya ia menemukan cinta sejatinya meski harus melewati kisah rumit namun berakhir bahagia. Al baru saja bertunangan dua minggu lalu, aku memang tidak dapat hadir karena baru kembali ke Indonesia kemarin, namun malamnya usai acara pertunangan kusempatkan meneleponnya untuk mengucapkan selamat, kalau Edo dan Adit kudengar mereka tidak ingin bertunangan namun langsung menikah, ya mereka sudah melamar pasangan masing-masing tinggal tunggu tanggalnya saja.
Siang ini aku berencana untuk keluar rumah, lama tidak pulang kuharap tidak membuatku lupa jalanan kota ini, maka dari itu kuputuskan untuk berjalan-jalan, acara beres-beresnya kulanjutkan nanti karena lumayan banyak yang harus ku kerjakan.
"Mau ke mana Dis?" tanya Adit saat melihatku keluar kamar dengan menenteng dompet dan kunci mobilku, hadiah dari Papa atas gelar dokterku.
"Jalan-jalan bentar Dit, sekalian ingat-ingat jalan disini, udah lama ngga lihat-lihat," jawabku sambil membenarkan tali sepatuku.
"Bareng Kevan?"
Aku menggeleng sekilas, "Sendiri aja, Kevan pasti lagi sibuk di kantornya."
Adit mengangguk lalu masuk ke kamarnya, hari ini memang Adit tidak sedang kerja, alasannya masih ingin menemaniku padahal memang hanya alasan dia saja ingin bersantai di rumah.
Ku langkahkan kakiku menuju garasi di mana mobilku diparkirkan. Setelah menstater, ku jalankan mobil meninggalkan pekarangan rumahku. Ponsel sudah ku aktifkan, jaga-jaga jika kesasar hehe.
Sekitar dua jam aku habiskan berkeliling kota ke jalan-jalan dan tempat-tempat yang sering kudatangi dulu sebelum kuliah, syukurlah aku memang belum pikun arah jalan, dan saat ini aku sedang mampir ke salah satu cafe yang pernah kukunjungi dengan Kevan dan bandit jika pulang sekolah dulu. Ku lirik jam tanganku, sudah menunjukan pukul 4 sore, hampir satu jam aku duduk sambil menikmati jus yang ku pesan serta mengecek sosial media lewat smartphoneku.
Saat bersiap masuk ke mobil, aku terpikir untuk mengunjungi Kevan di kantornya. Kantor Kevan adalah Kantor om Tio jadi aku ngga akan lupa jalan menuju ke sana. Sebelum ke sana aku sempatkan mampir membeli cheese cake favorit Kevan, dulu jika ia sedang sakit atau dalam keadaan bad mood aku selalu membawakannya cheese cake, sejak saat itu ia bilang cheese cake adalah favoritnya, alasannya cheese cake mengingatkannya padaku, kalau ingat itu nih wajah jadi panas dingin malu, astaga, hanya karena Kevan aku bisa selebay ini.
Kemacetan sedikit mengajak ribut, mau bagaimana lagi jika sudah jam-jam sore seringkali harus bertemu suasana seperti ini, namun untungnya kali ini tidak harus sampai berjam-jam. Sekitar jam 6 sore aku sudah sampai di kantor Kevan. Terlihat sudah ada beberapa karyawan yang sepertinya memang tidak sedang lembur sudah berjalan meninggalkan gedung kantor untuk pulang. Kalau soal Kevan jangan tanya, aku yakin dirinya masih betah berpacaran dengan pekerjaannya, saat aku di Jerman seringkali aku harus mendadak jadi ibu-ibu cerewet hanya untuk mengingatkannya agar tidak terlambat makan.
Sesampainya di loby kantor, banyak pasang mata yang rata-rata pemiliknya wanita melihatku dengan tatapan aneh, tapi bukan Adis namanya jika terpengaruh dengan suasana ini, dengan cuek aku melangkah menuju lift sambil menenteng plastik yang berisi cake untuk Kevan.
"Bapak Kevan ada?" tanyaku pada wanita di hadapanku, sekretarisnya Kevan.
Wanita itu menatapku sama seperti wanita-wanita di loby tadi, "sudah ada janji?" tanyanya datar, aku menaikan daguku sedikit tidak terpengaruh dengan tatapannya yang dibuat seperti mengintimidasi, kulihat ia seperti tidak senang dengan apa yang kulakukan,
"Aku tidak perlu buat janji untuk bertemu dengan bosmu," jawabku santai,
"Maaf Bapak Kevan tidak ingin diganggu!"
Wah nih orang nyari masalah kayaknya, belum pernah digantung dipuncak monas dengan gaya kelelawar bobo cantik ya?
Tanpa basa basi langsung saja aku masuk ke ruangan Kevan, wanita itu sempat ingin mencoba menahanku namun gagal, belum tahu dia kalau aku atlit basket, dulu waktu SMA tapi gesitnya masih kok.
"Adis?"
Terlihat Kevan menatapku bingung setengah senang, bingung karena tadi aku sempat menutup pintu ruangannya terlalu semangat, maksudnya keras, senang karena bertemu calon istri lah, hohoho pede dikit ngga dosa lah.
"Hehe hai Van!" sapaku sambil nyengir ngga jelas, Kevan beranjak dari tempat duduknya, menghampiriku lalu menggandeng tanganku untuk mengajakku duduk di sofanya.
"Kenapa kok seperti di kejar maling tadi?" tanyanya heran setelah kami duduk, lagi lagi aku nyengir, nih bibir ngga bisa diem yak nyengir mulu, hadeh.
"Iya tadi ketemu penyihir di luar!" jawabku asal, Kevan terkekeh, sepertinya ia paham yang ku maksud, baguslah, biar tuh penyihir segera dilengserkan.
"Maaf yah, sekretarisku memang rada aneh, maklum lah mau bagaimana lagi dia sudah bekerja beberapa bulan dari sebelum aku yang memimpin perusahaan ini."
Yah susah lengser kalau gini, haduh, "Iya ngga apa kok, asal jangan ngajak ribut aja tuh penyihir, you know what i meanlah Van," Kevan kembali terkekeh,
"Oh iya nih buat lo Van," ku serahkan plastik cake yang sedari tadi ku pegang. Kevan membukanya dengan sumringah, ekspresinya jika melihat cheese cake benar-benar membuatku gemas, kadang suka aku cubit tuh pipinya sampai ia protes karena sakit, tapi kali ini ku tahan deh hehe.
"Makan bareng yah," tawarnya sembari membuka kotak cake ditangannya. Aku menggeleng pelan, "lo aja Van, gue udah makan tadi, beneran deh."
Kevan merengut sedikit, aku hapal ekspresi ini, ekspresi jika kutolak permintaannya, "Ayolah temani gue makan," rajuknya seperti anak kecil,
Aku semakin gemas akhirnya mengalah dan mengiyakan permintaanya, senyum sumringahnya kembali muncul dan akhirnya cheese cake ini yang awalnya khusus ku bawa untuk Kevan, kami habiskan berdua, kenyang dah nih perut.
Hari semakin larut, tanpa sadar aku yang kekenyangan tertidur di sofa ruangan Kevan. Terlalu lama menunggu Kevan yang rapat dengan beberapa staffnya ternyata membuatku ketiduran. Aku bangun karena merasakan sentuhan hangat dipipiku, saat sadar ternyata itu tangan Kevan.
"Dis, udah malam, gue antar pulang ya," ujar Kevan saat aku sudah benar-benar sadar,
"Eh gue ketiduran ya? astaga!" segera ku raih kunci mobil serta dompet dan ponselku yang tergeletak di meja, "ya udah gue balik ya Van" pamitku.
Kevan menahan tanganku saat aku hendak berdiri, "gue antar aja, udah malam, lo juga pasti masih ngantuk," iya sih Kevan bener, aku benar-benar masih setengah mengantuk sekarang, rasanya ingin segera berbaring di kasur.
Kevan menarik lembut tanganku mengikutinya keluar ruangan, sesampainya disamping mobilnya, ia membukakan pintu untukku kemudian masuk di tempat duduk kemudi, "besok gue jemput lo kalau mau ambil mobil, malam ini gue antar aja karena gue ngga mau lo ntar kenapa-kenapa dijalan," ucapnya lembut sambil mengusap puncak kepalaku.
Kevan menjalankan mobilnya setelah sebelumnya memintaku untuk tidur kembali dan berjanji akan membangunkanku jika sudah sampai di rumah. Seperti anak kecil aku menuruti perkataannya dan langsung jatuh tertidur saat mobil Kevan sudah meninggalkan gedung kantornya.
Jujur aku bahagia, sangat bahagia. Dan ku harap kebahagiaan ini selalu ku miliki hingga nanti kami berkeluarga, memiliki anak bahkan cucu, hingga rambut kami memutih dan maut memisahkan kami. Memang jalan hidup tidak selamanya mulus juga hubungan kami nanti, namun aku selalu berdoa, apapun nanti yang kami hadapi di depan, kami akan kuat bersama saling menopang, dan cinta kami semakin kuat.
Aku berpikirnya terlalu jauh ya? hehe tapi aku ngga peduli, toh memang itu kan seharusnya?
****