Bagian enam

1173 Kata
Jangan Lupa Vote dulu sebelum baca yes? Happy Reading ***** "Gue benaran enggak percaya, deh. Masa lamaran gue ditolak." Gerutu Maghia ketika ia berdiri tidak jauh dari Barry. Mereka -lebih tepatnya Barry-tengah bersantai di atap rumah yang sekarang menjadi tempat favorit keduanya. "Bagus, dong. Akhirnya itu cowok sadar juga." Barry mencoret-coret kertasnya dengan malas-malasan, tidak mempedulikan pandangan kesal Maghia. "Lamaran kerja kaliii." Maghia memeras kaos ditangannya dengan sekuat tenaga. "Padahal gue ada orang dalam lho. Kata dia hasil test gue juga bagus." Maghia masih melampiaskan kemarahannya ke baju-baju milik Barry. "Heh! Ghi, jangan diperas! Kaos mahal, tuh. Elo mau nipu bayar PAM sepuluh kali juga gak akan kebeli!" Bibir Maghia mencebik, sejak Barry tahu kalau rumah mereka tidak langganan PAM dia terus-menerus menyindirnya. Padahal Maghia sudah ganti uang itu eh enggak ganti sih, tapi Maghia jadi tukang cuci Barry selama dua minggu. Itu sama saja, kan? Jujur, Maghia menyesal tujuh turunan delapan tanjakan sembilan belokan, setelah menawarkan diri buat mencuci pakaian pria itu. Bawel, bowk. Nyuci saja ada aturannya. Enggak boleh begini, enggak boleh begitu. Sudah kaya anak baru aja. Ribet! "Yaelah, Bar. Biar cepet kering, keleus. Perasaan nih kaos sama aja, deh. Diperas atau enggak, tetap be..." Maghia menghentikan ucapannya saat melihat merk kaos-kaos tersebut. Anjayy, pantas aja banyak aturan. Kaos yang kelihatannya belel ternyata bermerk. Kalau dari pembawaannya, Maghia yakin, Barry bukan tipe-tipe yang suka pakai baju kawe, atau baju yang dibeli di pasar Uler atau pasar Senen. Tiba-tiba, Maghia jadi penasaran, sebenarnya apa sih kerjaan pria itu. Jangan-jangan, dia kucing simpenan Om atau Tante girang. Jaman sekarangkan banyak yang kaya gitu, rela jual harga diri demi foto keren dan OOTD buat pamer di i********:, biar kekinian. Kalau begitu, biar deh, sss,Twitter sama IG benaran ditutup sama Kominfo asal tiang listrik enggak dirobohin. Kalau enggak ada Medsos gak usah khawatir gak bisa eksis, cetak aja foto banyak-banyak. Tempel di tiang listrik, paling saingan sama iklan sedot wc atau badut sulap, tapi mending lah dari pada saingan sama pembesar p******a dan majakani super yang bisa mengembalikan keperawanan yang telah terenggut. "Apa?" Bentak Barry, saat menyadari Maghia yang sedang memperhatikannya. Maghia buru-buru melanjutkan pekerjaannya. Dia berdiri membelakangi Barry sambil menggelengkan kepala, berusaha membuang pikiran buruk tentang pria itu. Ketika Maghia sibuk dengan pakaiannya, ponsel Barry berdering pelan. Entah apa yang dibicarakan, tapi Maghia bisa melihat Barry mengerutkan keningnya. "Oke. Besok Jam sebelas siang di lobby utama The Wira. Nanti saya kasih kabar lagi." The Wira? Hotel itu kan? Setelah mendengar itu, Maghia segera mendekat. Dia melihat dokumen yang ada di depan pria itu terdapat logo WHG atau Wira Hospitality Group. Maghia mengulurkan tangan untuk melihat, tapi Barry langsung mengambilnya secepat kilat. "Enggak usah kepo. Gue paling benci sama orang yang suka kepo sama urusan orang lain." Aura dingin terdengar dari ucapan Barry. "Elo kerja di Wira Group?" Maghia berkata dengan santai. "Yang punya siapa sih? Pasti pikirannya sempit kaya wc umum. Masa gara-gara riwayat pendidikan, gue langsung dicoret dari daftar calon karyawan baru. Sialan enggak?" Maghia yang kembali kesal, mengempaskan bokongnya di ayunan rotan di sebelah Barry. Rambutnya yang sedikit basah karena keringat, menempel di leher dan keningnya, wajahnya memerah karena panas. "Itu hotel pasti menyesal udah nolak gue, gimana menurut lo? Tanya Maghia sambil mengipasi lehernya dengan tangan. Barry yang fokus dengan ponselnya melirik perempuan itu sekilas. "Menyesal gimana? Mereka udah ngambil keputusan tepat menurut gue. Coba elo ngaca, terus tanya sama diri lo sendiri pantas enggak lo kerja di situ!" Sahut Barry ketus. "Kenapa enggak?" Maghia berkacak pinggang. Wajahnya sedikit memerah, campuran antara marah dan kepanasan. "Memang dasarnya aja yang punya gak melek matanya, hari gini masih mengotak-ngotakkan golongan. Emang lulusan luar pasti bagus gitu? Gue sih yakin, yang punya itu hotel Tk aja enggak lulus. Sibuk clubbing ngabisin duit bapaknya." Maki Maghia. Barry menarik napas dalam-dalam. Dia kehabisan kata-kata melihat Maghia yang terus mengatai-ngatai pemilik Wira Group. Memangnya dia seburuk itu apa? "Kenapa sih, elo ngotot banget mau kerja di situ? Kaya enggak ada tempat lain aja." Maghia menelan air putihnya sebelum menjawab. "Kenapa? Gila, lo Bar. Kerja di sana tuh impian banget. Gajinya gede, kesejahteraan terjamin, dan yang terpenting. Gue akan menemukan cinta sejati di sana." sosok Maghia yang berceloteh riang tentang keuntungan-keuntungan kalau bekerja di Wira group, terlihat menyedihkan di mata Barry. "See, belum diterima aja, elo udah mikirin keuntungan dan kesenangan pribadi. Kalau pola pikir lo enggak berubah, gue yakin enggak ada satu pun perusahaan yang mau memperkerjakan elo. Paham!" Aura Barry saat berkata 'paham' terlihat tampolable di mata Maghia, kan dari jaman kuda gigit besi sampai kuda makan roti hukumnya udah begitu. Kerja santai, gaji gede kesejahteraan terjamin. Emang salah? "Terserah lah. Gue mau cari kerja tempat lain aja." Maghia menyambar sekaleng sprite yang ada di meja dan membawanya ke mulut. Belum sempat ia merasakan kesegaran minuman dingin itu, Barry sudah menyambarnya. "Pelit, lo!" Gerutu Maghia pelan. "Gue gak mau ketularan rabies dari manusia sumbu pendek kaya elo." Barry meremas kaleng sprite setelah menghabiskan isinya. "Elo enggak akan dapat kerja kalau penampilan lo begini?" Barry mengamati penampilan Maghia dengan seksama dari bawah ke atas. Kemudian menggelengkan kepala, kok ada sih perempuan yang berpakaian sembrono seperti ini. Celana training lusuh, dengan atasan kaos gombrong tipis yang agak basah. Dan, astaga! Memangnya seberapa mahal sih harga BH? Kenapa perempuan ini jarang memakainya? ***** Maghia tidak mengerti kenapa tiba-tiba Barry kesal sampai tidak mau bicara sepatah kata pun. Barry langsung pergi ke kamar mandi setelah memperhatikan pakaiannya. Setelahnya, dia masuk kamar dan tidak keluar-keluar lagi. Bahkan untuk makan malam. Dan, pagi-pagi tadi, Barry sudah pergi sewaktu Maghia baru bangun. Bodo amat lah sama Barry. Maghia berusaha melupakan pria itu. Sekarang saatnya meraih apa yang ia impikan, tadi pagi secara tiba-tiba HRD dari Wira Group meneleponnya, menyuruhnya datang setelah makan siang. Emang dasar ya, rejeki anak soleh enggak akan tertukar sama anak solihin, apalagi sama anak alay. Maghia menarik napas panjang dan mencoba untuk tetap tenang saat memasuki lift. Maghia bisa melihat ada Barry juga di sana. Tadinya Maghia mau menyapa, tapi dia membatalkan niatnya saat melihat sikap Barry yang seakan-akan tidak mengenalinya. Maghia melihat Barry dengan ekor matanya, lalu mendengus, gimana enggak? Saat orang lain mengenakan kemeja dengan dasi dan celana katun yang diseterika rapi. Barry hanya mengenakan celana jeans, dengan atasan kemeja putih yang lengannya dilipat sebatas siku. Dilihat dari pakaiannya, Barry cuma karyawan biasa. Dan itu semakin menguatkan dugaan Maghia kalau Barry itu punya kerja sampingan dibidang jasa kenikmatan. "Elo di sini?" Akhirnya Barry menyapa Maghia, setelah tinggal mereka berdua dalam lift. "Kan gue sudah bilang. Wira Group menyesal kalau melepas calon karyawan kaya gue." Sahut Maghia sombong. Barry hanya melihat Maghia sekilas, kemudian kembali menekuni ponselnya. Maghia menghela napas sekuatnya karena merasa diabaikan. Orang kaya Barry ini, paling enak memang di teror pake Go-food atau disiram tinja sekalian. Pikiran Maghia teralih ketika Barry beranjak mendekatinya perlahan-lahan. Barry berhenti tepat di hadapannya, sesaat Maghia mengira Barry hendak menariknya ke dalam pelukan dan menciumnya, tapi itu tidak terjadi. Hal itu membuat Maghia lega. Namun, saat Barry mengangkat dagu Maghia dengan telunjuknya. Perempuan itu menarik napas dalam-dalam. Tanpa sadar, matanya terpejam dan Maghia menjilati bibirnya yang kering. "Enggak usah merem, bodoh! Otak gue masih waras, enggak napsu sama bibir lo" Barry menghapus lipstik Maghia dengan ibu jarinya. "Pake lipstik merah enggak akan jadiin bibir lo seksi. Yang ada kaya habis disengat tawon satu kelurahan." Tbc 18/07/17
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN